Hasrat Naturalis Raffles

Di sela-sela menjalankan tugas administratif, Raffles merintis jalan sebagai seorang naturalis.

OLEH:
Yudi Anugrah Nugroho
.
Hasrat Naturalis RafflesHasrat Naturalis Raffles
cover caption
Lukisan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles karya George Francis Joseph, 1817. (Wikimedia Commons).

KAPAL Ann bersandar di Port Morant, Jamaika, dari pelayarannya menuju wilayah barat, Kepulauan Karibia. Kapten kapal, Benjamin Raffles (1729–1812), biasa mondar-mandir London-Afrika Tengah-Karibia guna meraup untung dari perdagangan budak dan membawa hasil bumi. Anne Lyde Linderman, istrinya yang tengah hamil tua, ikut bersamanya.

Setelah beristirahat beberapa hari, kapal kembali berlayar menuju Inggris. Belum jauh meninggalkan pelabuhan, suara tangis bayi terdengar. Seorang bayi laki-laki lahir di atas geladak kapal pada 6 Juli 1781. Bayi itu diberi nama Thomas Raffles, sosok yang di kemudian hari memiliki pengaruh kuat di imperium Inggris Raya di kawasan Timur Jauh. 

Raffles tumbuh menjadi anak yang cerdas dan giat. Karena krisis ekonomi di Inggris, dia terpaksa keluar dari seminari di usia 14 tahun dan bekerja sebagai juru tulis di Kongsi Dagang Hindia Timur Britania (East India House) di London. 

KAPAL Ann bersandar di Port Morant, Jamaika, dari pelayarannya menuju wilayah barat, Kepulauan Karibia. Kapten kapal, Benjamin Raffles (1729–1812), biasa mondar-mandir London-Afrika Tengah-Karibia guna meraup untung dari perdagangan budak dan membawa hasil bumi. Anne Lyde Linderman, istrinya yang tengah hamil tua, ikut bersamanya.

Setelah beristirahat beberapa hari, kapal kembali berlayar menuju Inggris. Belum jauh meninggalkan pelabuhan, suara tangis bayi terdengar. Seorang bayi laki-laki lahir di atas geladak kapal pada 6 Juli 1781. Bayi itu diberi nama Thomas Raffles, sosok yang di kemudian hari memiliki pengaruh kuat di imperium Inggris Raya di kawasan Timur Jauh. 

Raffles tumbuh menjadi anak yang cerdas dan giat. Karena krisis ekonomi di Inggris, dia terpaksa keluar dari seminari di usia 14 tahun dan bekerja sebagai juru tulis di Kongsi Dagang Hindia Timur Britania (East India House) di London. 

Waktu luangnya diisi dengan menekuni hal-hal yang berkaitan erat dengan studinya yang sempat terhenti. Dia menyukai literatur sains, ilmu bumi, dan sastra. Dia juga terpikat kekayaan alam dan misterinya. Dia senang berjalan-jalan ke arah Wales, berjam-jam menikmati alam dan mencermati tumbuhan. Alam baginya, seperti “kebunnya yang dapat membuat senang, dan menambah kecintaannya pada hewan yang tiada bandingannya,” tulis Sophia Raffles, istri keduanya, dalam Memoir of The Life and Public Service of Sir Stamford Raffles Vol. 1.

Dia melakoni pekerjaannya dengan baik. Berkat keuletannya, Raffles dipromosikan menjadi asisten sekretaris pemerintah jajahan di Penang pada 1804 dan setahun kemudian menjadi sekretaris. Rintisan kariernya diwarnai pernikahannya dengan Olivia Marianne Fancourt nee Devenis, seorang janda mendiang asisten dokter bedah di Madras, pada 14 Maret 1805. 

Dimulailah riwayat pengembaraannya di “wilayah timur”.

Makam istri pertama Raffles di Taman Prasasti, Jakarta Pusat. (Micha Rainer Pali/Historia.ID).

Merintis Menjadi Naturalis

Sebagai administrator, Raffles kerap berkutat dengan dokumen dan soal perundingan yang menggunakan bahasa Melayu. Dalam bekerja dia dibantu orang lokal bernama Siami. John Bastin, sejarawan University of London, dalam “Abdullah and Siami” yang dimuat Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society Vol. 81 tahun 2008, menduga Siami adalah pemuda Melayu yang juga penutur Thai. 

Siami masih belia tatkala jumpa Raffles. Dia menjadi sosok penting bagi karier Raffles. Laporan, karya tulis, bahkan perundingan yang menggunakan bahasa Melayu hampir pasti menggunakan jasanya. Selain mendampingi Raffles, Siami juga membantu beberapa pekerjaan penerjemahan untuk Dr. Leyden, seorang naturalis yang menekuni linguistik dan menjadi pembimbing studi ketimuran Raffles. 

Keterampilan dan kemampuan Raffles mengenal wilayah timur, serta kemahirannya berbahasa Melayu, membuat Gubernur Jenderal Britania Raya Gilbert Elliot Murray-Kynyn-mond, atau Lord Minto, mengirimnya ke Malaka dan menyertakannya dalam ekspedisi militer ke Jawa. 

Di Malaka, Raffles mulai menemukan antusiasme terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. Dia mempekerjakan dan mengirim empat orang ke hutan utuk mencatat dan meneliti aneka tumbuhan dan hewan. Kegiatan itu dicatat Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, orang lokal yang membantunya, dalam Hikayat Abdullah. Keempat orang itu dibagi berdasarkan objek penelitian yang berbeda. Ada yang menangani aneka tumbuhan, bunga, fungi, akar, dan rerumputan. Seorang lainnya mencari dan membuat deskripsi tentang kupu-kupu, kumbang, cacing, serangga, dan hewan berbisa. Lainnya mengumpulkan berbagai kerang, moluska, dan ikan. Seorang lagi menangkap unggas liar di hutan dan hewan berkaki empat. 

Raffles membuat daftar dan kategorisasi hasil pencarian keempat orang tersebut. Dia mengelompokkan varian tumbuhan dan bunga, dan menugaskan seorang Tionghoa untuk melukisnya. Dia bahkan memisahkan hewan berbisa, seperti ular, kelabang, kalajengking dan sejenisnya yang dia taruh di dalam tong berisi todi dan brandy. 

Tumbuh-tumbuhan tak dapat dipungkiri menjadi objek kesukaannya. Dalam suatu suratnya kepada Dr. Nathaniel Wallich (1785–1854), naturalis asal Denmark, Raffles menyatakan botani “sebagai ilmu yang indah”, tapi cinta dan gairahnya terhadap hewan lebih besar. Dia mengoleksi beberapa hewan termasuk Siamang (Symphalangus syndactylus) sewaktu bertugas di Penang. Koleksi itu lebih “menarik perhatiannya ketimbang anaknya sendiri,” demikian dia menulis dalam suratnya kepada Dutch of Somerset tertanggal 9 Oktober 1820. 

Banyak koleksi hewannya merupakan pemberian dan hasil perjanjian dari raja-raja lokal. Selagi di Malaka, dia mendapat pemberian dua Orang Utan (Pongopygmaeus Linnaeus) dari Sultan Sambas Abubakar Kamaluddin. Dia menerima Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) muda dari hasil perjanjiannya dengan Sultan Ala al-Din Jawhar Alam Shah dari Aceh. 

Studinya harus disela ketika Lord Minto mempercayakan tugas sebagai Letnan Gubernur di Jawa kepadanya. Dia ditabalkan pada 11 September 1811, sebulan setelah pasukan Inggris memenangi pertempuran di Mesteer Cornelis (kini, Jatinegara) melawan pasukan gabungan Prancis-Belanda. Tanggung jawab administrasi yang berat membuatnya menahan sedikit gairah studi alamnya.

Istana Bogor menjadi kediaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda, 1910-an. (KITLV).

Jawa dan Tanah Harapan

Masa bakti Raffles selama di Jawa terbilang singkat (1811–1816). Namun, dia mewariskan pembaruan di bidang administrasi dan birokrasi. 

Raffles menjadi antitesis Herman Willem Daendels dalam tata bangun pemerintahan. Dia menanggalkan birokrasi dan administrasi merkantilis ala Belanda dan mengubahnya ke arah liberal yang berpijak pada humanisme. Dia mengganti sistem tata kelola tanah, dari tanam paksa (cultuur stelsel) menjadi sistem penyewaan tanah (landrente) yang lebih menguntungkan pihak penggarap dan penyewa. Dia juga membatasi kewenangan bupati yang rawan akan penyimpangan, dengan menghapus peran kontingenten bupati dan menggantikannya dengan residen yang ditempatkan di 16 keresidenan di Jawa, kecuali Batavia. 

Jawa nan subur dan kaya akan limpahan budaya dan potensi alam membangkitkan naluri ilmiahnya untuk menjejaki kembali studi alamnya yang sempat terhenti. Terutama setelah bertemu dengan Thomas Horsfield, seorang dokter asal Amerika yang memiliki minat terhadap botani dan studi materia medika pada Desember 1811. 

Thomas Horsfield merintis studinya di Hindia Belanda sepuluh tahun sebelum kedatangan Raffles. Sang Letnan Gubernur terpikat dengan hasil karya Horsfield ihwal koleksi tumbuh-tumbuhan dan hewan endemik Jawa, juga koleksi gambar dan peta. Raffles mempekerjakan Horsfield dengan tujuan mengamankan koleksi “history of nature” untuk Museum Oriental milik Kongsi Dagang Hindia Timur Britania di London. 

Keterkaitan setiap aspek yang dia temukan di Jawa; sastra, kesenian, religi, sistem pertanian, perdagangan, adat-istiadat, dan sosial-politik, dicurahkannya dalam The History of Java yang mulai ditulis di rumahnya nan sejuk di Buitenzorg (Bogor). 

Perhatian Raffles terhadap budaya dan sastra Jawa mendorongnya mengembangkan Museum Ethnografi Batavia. Dia menjaga hubungan baiknya dengan Pangeran Natakusuma (Pakualam I) yang membantunya menerjemahkan dan mengidentifikasi naskah manuskrip Jawa, yang saat ini tersimpan di British Museum. 

Penemuan candi Borobudur yang dibangun Dinasti Syailendra, Raja Samaratungga, sekira 824 M, merupakan bentuk perhatian Raffles kepada budaya kebendaan. Raffles mengutus H.C. Cornelius segera setelah dia menerima kabar penemuan tumpukan batu yang tertutup semak belukar di kawasan Magelang pada 1814. Setahun berikutnya, bersama Horsfield, Raffles menemukan Candi Panataran yang berlokasi di sebelah utara Blitar. 

Gairah keilmuan Raffles harus terhenti dengan terbitnya Konvensi London yang mengatur pengembalian wilayah Belanda yang diduduki Inggris. Raffles masygul, dan terpaksa menerima konvensi itu. Banyak pekerjaan dan penelitiannya yang belum rampung. Sementara, selama masa baktinya di Jawa, dia juga kehilangan orang-orang terdekat, Dr. Leyden (1811), istri tercintanya Olivia Marianne Devenis (1814), dan Lord Minto (1814); yang berperan pada kegemilangan kariernya. 

Raffles membawa semua hasil kerja risetnya dalam 200 peti seberat 30 ton ke Inggris, dan merampungkan penulisan The History of Java yang kemudian diterbitkan kali pertama pada 1817 dalam dua jilid dengan ilustrasi gambar berwarna yang mewah pada masanya. 

Bunga padma raksasa atau Rafflesia arnoldii. (Tropenmuseum).

Kembali ke Alam

Selepas meninggalkan Jawa, gairahnya terhadap penelitian alam tak pernah berhenti. Di Inggris, Raffles mengenalkan koleksi serta hasil laporan kerja dan risetnya selama di Penang, Malaka, dan Jawa kepada ilmuwan dan ahli botani di Linnean Society of London. 

Angin segar berembus tatkala dia dipromosikan sebagai Gubernur Sumatra pada 1818. Dengan jabatan baru dan pengelanaan kembali ke wilayah Timur, dia bisa mengerjakan kembali studi alamnya. 

Raffles melakukan perjalanan menuju Sumatra didampingi Dr. Joseph Arnold, seorang ahli bedah Angkatan Laut Inggris yang bertugas sebagai dokter pribadinya. Kala itu, Arnold tengah menulis untuk sejumlah jurnal dan mengoleksi serangga dari Amerika Selatan, Australia, dan Selat Sunda. Maka, Raffles mengangkat Arnold menjadi staf riset hayatinya dengan tujuan mencari sumber rempah-rempah dan hasil tambang di Sumatra. 

Setelah tiba di Bengkulu pada 22 Maret 1818, Arnold menyusur sungai Manna (kini wilayah administratif kota Manna, Bengkulu Selatan) selama dua hari. Sesampainya di Pulo Lebbar (30 kilometer Manna), dia melihat jenis tumbuhan yang memiliki bunga raksasa. Penemuan tumbuhan endemik Asia Tenggara ini belum sempurna dideskripsikan Arnold, yang meninggal akibat Malaria di Padang. 

John Bastin dalam “Sir Stamford Raffles and Study of Natural History in Penang, Singapore, and Indonesia,” dimuat dalam Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society Vol. 63 No. 2 tahun 1990, mengungkapkan bahwa Raffles begitu diuntungkan terkait penemuan bunga raksasa itu. Namanya terus dikaitkan sebagai seorang naturalis hebat, atas kerja Arnold. Nama Arnold tenggelam karena laporan dan dokumen risetnya hancur saat terbakarnya kapal Fame pada 1824 dan sembilan tahun sebelumnya. 

William Jack, seorang botanis berbakat yang dikirim dari Calcutta sebagai pengganti Arnold, menyempurnakan deskripsi bunga raksasa itu. 

Laporan penemuan bunga raksasa ini kemudian secara bertahap dikirim ke London dan disiarkan di kalangan ahli botani terkemuka di Inggris oleh Robert Brown. Brown kemudian mempresentasikan temuan ini di hadapan anggota Linnean Society of London, dengan menamakan bunga raksasa itu Rafflesia arnoldii.

Raffles sempat bekerja sama dengan Pierre Diard dan Robert Duvaucel, dua zoologis asal Prancis. Kedua zoologis ini mengoleksi banyak hewan dan kerangka hewan yang mereka kirim ke Museum d’Histoire Naturelle di Paris, termasuk kambing Kashmir yang kali pertama dikenalkan di kalangan zoologi Prancis. Kedua zoologis itu kemudian fokus pada penelitian hewan di Sumatra kala Raffles menjalankan misi politik di Aceh. 

Saat Raffles kembali lagi ke Bengkulu pada 3 Maret 1820, kedua zoologis itu berhasil mengumpulkan koleksi besar hewan dan yang menonjol yaitu Tapir Malaya (Tapirus indicus Desmarest). Hasil tersebut didokumentasi dalam sebuah katalog deskriptif. Oleh sebab yang kurang jelas, kongsi itu pecah karena “sebuah pertengkaran pahit, yang mengakibatkan pengusiran kedua zoologis Prancis itu dari Bengkulu,” tulis Bastin. 

Kepergian mereka menjadi keuntungan buat Raffles. Dia bisa mengirim koleksi hewan ke Inggris. “Berkat katalog deskriptif itu pula Raffles menetapkan reputasinya sebagai ahli zoologi, yang dia tingkatkan ketika mendirikan Zoological Society of London tahun 1825–1826,” imbuh Bastin. 

Raffles adalah pendiri Singapura, sebuah pulau yang dibelinya dari Sultan Johor, pada 1819. Tiga tahun kemudian, dia mengajak Nathaniel Wallich, seorang naturalis asal Denmark, untuk membangun sebuah kebun raya untuk kepentingan studi hayati dan budi daya rempah-rempah di sebuah areal perkebunan milik pemerintah di Singapura. 

Raffles membawa koleksi besarnya dari Sumatra. Abdullah, asisten pribadinya, menggambarkan dalam Hikayat Abdullah bahwa ada ribuan makhluk, yang bagian dalam dan tulangnya dikeluarkan lalu diisi kapas, yang tampak bak hewan hidup. Terdapat dua sampai tiga peti penuh berbagai jenis burung yang diperlakukan dengan cara yang sama. Ada ratusan botol, besar dan kecil, tinggi dan pendek, penuh dengan ular, kelabang, kalajengking, cacing, dan sejenisnya. Ditambah lagi dua peti berisi kerang dan moluska kecil berbagai jenis. 

Raffles menaruh perhatian besar terhadap koleksi tumbuh-tumbuhan dan hewannya, “melebihi emas atau berlian. Dari waktu ke waktu dia datang dan melihat karena takut koleksinya rusak ketika akan diangkat ke kapal,” ujar Abdullah dikutip Amin Sweeney dalam Karya Lengkap Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi: Hikayat Abdullah.

Di tengah upaya melengkapi dan menyempurnakan proyek kebun rayanya, Raffles meninggal dunia sehari sebelum ulang tahun ke-45 pada 5 Juli 1826.*

Majalah Historia No. 20 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65eadbbf414c95408617da1c