Atas Nama Rakyat Indonesia

Dibuang dari Hindia Belanda tak membikin Henk Sneevliet mati langkah. Membawa nama Indonesia di pentas politik internasional.

OLEH:
Bonnie Triyana
.
Atas Nama Rakyat IndonesiaAtas Nama Rakyat Indonesia
cover caption
Henk Sneevliet (memegang tiang) berpidato di depan ribuan massa di Lapangan Merah, Moskow, 1920. Di belakangnya, Leon Trotsky sebagai penerjemah. (Repro Sneevliet Rebel karya Sal Santen).

TAK beberapa lama setelah Henk Sneevliet diusir keluar Hindia Belanda, pemerintah kolonial melancarkan tindakan keras kepada pemimpin PKI. Pada 1922 Tan Malaka diusir dari Hindia Belanda, begitu juga dengan Semaoen, Darsono, dan Pieter Bergsma, menyusul Sneevliet yang telah lebih dulu diusir pada 1918. 

Pengusiran itu tak lantas menghentikan langkah politik mereka. Di Amsterdam, Sneevliet bersama Bergsma dan Semaoen mendirikan kantor perwakilan PKI. Dia juga, memutuskan untuk mewakili PKI pada kongres Komintern kedua di Moskow pada Juli 1920. Menurut sejarawan Hilmar Farid penetapan Sneevliet sebagai wakil PKI di kongres Komintern kedua didasarkan ketiadaan tokoh partai yang bisa memahami situasi politik internasional. “Waktu itu cuma Sneevliet yang mengerti soal internasional,” kata Hilmar. 

Dalam kongres Komintern kedua itu Lenin menciptakan tesis bahwa proletar di negeri kolonial harus bekerja sama secara temporer dengan kaum borjuis-demokrat. Namun tak berarti meleburkan diri dengan kelompok borjuis tersebut. Menurut Dov Bing dalam Lenin And Sneevliet: The Origins of the Theory of Colonial Revolution in the Dutch East Indies, Henk Sneevliet punya peran penting di dalam perumusan teori Lenin tentang revolusi di negeri kolonial itu. 

TAK beberapa lama setelah Henk Sneevliet diusir keluar Hindia Belanda, pemerintah kolonial melancarkan tindakan keras kepada pemimpin PKI. Pada 1922 Tan Malaka diusir dari Hindia Belanda, begitu juga dengan Semaoen, Darsono, dan Pieter Bergsma, menyusul Sneevliet yang telah lebih dulu diusir pada 1918. 

Pengusiran itu tak lantas menghentikan langkah politik mereka. Di Amsterdam, Sneevliet bersama Bergsma dan Semaoen mendirikan kantor perwakilan PKI. Dia juga, memutuskan untuk mewakili PKI pada kongres Komintern kedua di Moskow pada Juli 1920. Menurut sejarawan Hilmar Farid penetapan Sneevliet sebagai wakil PKI di kongres Komintern kedua didasarkan ketiadaan tokoh partai yang bisa memahami situasi politik internasional. “Waktu itu cuma Sneevliet yang mengerti soal internasional,” kata Hilmar. 

Dalam kongres Komintern kedua itu Lenin menciptakan tesis bahwa proletar di negeri kolonial harus bekerja sama secara temporer dengan kaum borjuis-demokrat. Namun tak berarti meleburkan diri dengan kelompok borjuis tersebut. Menurut Dov Bing dalam Lenin And Sneevliet: The Origins of the Theory of Colonial Revolution in the Dutch East Indies, Henk Sneevliet punya peran penting di dalam perumusan teori Lenin tentang revolusi di negeri kolonial itu. 

Pengalaman Sneevliet selama berada di Hindia Belanda, di mana dia menerapkan strategi “di dalam blok” (block within) dengan menempatkan anggota ISDV di dalam tubuh SI jadi siasat jitu menghadapi kolonialisme dan imperialisme. Karl Marx sendiri pernah meramalkan bahwa jika kaum buruh di Eropa berhasil meraih kemenangan maka dengan sendirinya negeri-negeri jajahan di Asia akan terbebas dari belenggu imperialisme. Siasat Sneevliet yang kemudian diadopsi oleh Lenin, lebih dari ramalan karena dirumuskan berdasarkan pengalaman empiris Sneevliet selama berada di Hindia Belanda.

Kongres Komintern kedua di Moskow, Juli 1920. Sneevliet duduk di kanan belakang Lenin. (Repro biografi Sneevliet karya Max Perthus).

Usaha Sneevliet cum suis, kendati jauh dari Hindia Belanda, tak pernah bisa dihentikan. Sebagai bagian dari perjuangannya, Sneevliet, Semaoen dan Bergsma menerbitkan buletin berbahasa Indonesia, Pandoe Merah. Buletin tersebut sepenuhnya dikerjakan di Amsterdam: ditulis, disunting, dan dicetak di bawah kendali Sneevliet. Sebagian besar cetakannya dikirim ke Hindia Belanda, baik melalui pos maupun diselundupkan lewat awak kapal. Namun, itu tak berlangsung lama. 

Menurut Max Perthus, penulis biografi Sneevliet, pada September 1924 pemerintah Hindia Belanda menindak tegas terhadap gerakan komunis. Awak kapal yang kedapatan menyelundupkan Pandoe Merah terancam ditangkap. Lambat laun penerbitan tak pernah sampai ke Hindia Belanda. Redaksi kemudian memutuskan untuk menghentikan penerbitan Pandoe Merah

Sneevliet tetap menjalin kontak dengan aktivis PKI yang dibuang ke luar Hindia. Dari arsip-arsip yang tersimpan di International Institute of Social History (IISH) di Amsterdam, Belanda, bisa diketahui bagaimana dia tetap ingin mendapat informasi tentang situasi politik di Hindia Belanda dan keadaan partai. 

Pada Juni 1925 misalnya, Sneevliet mengirim surat kepada Tan Malaka yang saat itu jadi pewakilan Komintern di Kanton, Tiongkok. Dalam suratnya, Sneevliet mendiskusikan situasi politik di Hindia Belanda yang semakin terisolir. Bukan hanya dengan Tan Malaka, beberapa surat juga menunjukkan intensifnya hubungan di kalangan para pemimpin PKI yang berada di luar Hindia. Mereka mencoba untuk saling membagi informasi tentang semua hal berhubungan dengan Hindia Belanda dan kondisi terakhir partai. 

Hubungan Sneevliet dengan Hindia Belanda terputus ketika PKI melakukan pemberontakan 1926. Pemberontakan itu menyebabkan ribuan anggota PKI dibuang ke kamp Boven Digul, Papua. Peristiwa itu sendiri menimbulkan kegemparan di kalangan kader PKI, baik di dalam maupun di luar Hindia Belanda. Ada perselisihan. Tan Malaka yang tak setuju aksi itu menyatakan mengundurkan diri dari PKI. 

Kongres NAS tahun 1925. (Repro biografi Sneevliet Max Perthus).

Setelah peristiwa 1926 meletus, gerakan komunis di Hindia Belanda semakin jadi bulan-bulanan pemerintah kolonial. Tujuh tahun berselang sejak peristiwa itu, sejumlah kelasi kapal perang Zeven Provincien memberontak di lepas pantai Sumatra. Musababnya adalah rencana pemerintah kolonial memotong gaji kelasi sebesar 17 persen atas nama penghematan anggaran. Ribuan kelasi mogok di Surabaya. 

Dengan segera pemberontakan ditumpas. Dua puluh awak pribumi dan tiga awak kapal Belanda tewas akibat bombardemen yang dilakukan pesawat Dornier. Pemerintah curiga ada unsur komunis di balik pemogokan dan pemberontakan tersebut. Pemberontakan Zeven Provincien dengan segera jadi isu politik yang panas. 

Berita sampai ke telinga Sneevliet di Amsterdam. Dia tak tinggal diam. Dalam kapasitasnya sebagai ketua NAS (Nationaal Arbeidssecretariaat) dan anggota parlemen, Sneevliet menyusun manifesto, menggugat pemerintah Belanda untuk bertanggung jawab atas peristiwa itu. Namun karena gugatan kerasnya terhadap pemerintah Belanda dan dukungan terbukanya kepada para pemberontak di Hindia Belanda, Sneevliet ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara selama lima bulan.

Dukungan Sneevliet terhadap kelasi itu punya riwayat tersendiri. Pada pengujung 1917, dia menyokong pemogokan buruh pelabuhan dan kelasi Angkatan Laut Belanda di Surabaya. Sneevliet juga mendirikan Garda Merah, basis buruh dan kelasi yang dipersiapkan untuk mengadakan revolusi di Hindia Belanda, sebagaimana yang dilakukan di Rusia.

Lima bulan setelah masa pemenjaraan, Sneevliet dibebaskan. Tapi dia memang tak pernah berhenti melawan.*

Majalah Historia No. 13 Tahun II 2013

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65193fdd99b340cda022437d