Awak Bomber Perang Dunia II Ikut Westerling

Mantan personel Jawatan Udara KNIL semasa Perang Dunia II ini ikut Westerling bikin rusuh di Bandung. Dia kemudian tinggal di Amerika.

OLEH:
Petrik Matanasi
.
Awak Bomber Perang Dunia II Ikut WesterlingAwak Bomber Perang Dunia II Ikut Westerling
cover caption
Ilustrasi gerakan APRA Westerling di Bandung, Jawa Barat. (Betaria Sarulina/Historia.ID).

KETIKA tentara Jepang merangsek masuk ke Hindia Belanda pada awal 1942, pemuda Pieter Elia Donald Titaley masuk milisi tentara Hindia Belanda, Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Dia termasuk tentara Belanda yang dikirim ke Australia ketika Hindia Belanda hampir dikalahkan tentara Jepang.

Dengan segera, pemuda kelahiran 25 Juni 1918 itu dijadikan bintara calon penerbang. Titaley dilatih di sekolah pilot dan navigator di Amerika Serikat, yang dicapainya dengan naik kapal SS Mariposa dari Australia.

Namun, Titaley tak lama di sekolah penerbangan itu. Dia kemudian dilatih menjadi penembak, pelepas bom, dan pengamat udara. Pada 24 Maret 1944, dia sudah berada di Australia lagi. Sebelum ditempatkan di Skuadron ke-18 Belanda di Australia pada 10 Juni 1944, dia sempat berada di bagian personel dan peralatan.  

Awal 1945, pangkatnya di Jawatan Udara Militer Belanda masih sersan milisi, tetapi pada 1 Mei 1945 pangkatnya naik menjadi Vendrig (calon letnan). Bahkan, sebut Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit. De Indonesische Officieren uit het KNIL 1900-1950, Titaley naik pangkat menjadi letnan dua pada 4 April 1946.

KETIKA tentara Jepang merangsek masuk ke Hindia Belanda pada awal 1942, pemuda Pieter Elia Donald Titaley masuk milisi tentara Hindia Belanda, Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Dia termasuk tentara Belanda yang dikirim ke Australia ketika Hindia Belanda hampir dikalahkan tentara Jepang.

Dengan segera, pemuda kelahiran 25 Juni 1918 itu dijadikan bintara calon penerbang. Titaley dilatih di sekolah pilot dan navigator di Amerika Serikat, yang dicapainya dengan naik kapal SS Mariposa dari Australia.

Namun, Titaley tak lama di sekolah penerbangan itu. Dia kemudian dilatih menjadi penembak, pelepas bom, dan pengamat udara. Pada 24 Maret 1944, dia sudah berada di Australia lagi. Sebelum ditempatkan di Skuadron ke-18 Belanda di Australia pada 10 Juni 1944, dia sempat berada di bagian personel dan peralatan.  

Awal 1945, pangkatnya di Jawatan Udara Militer Belanda masih sersan milisi, tetapi pada 1 Mei 1945 pangkatnya naik menjadi Vendrig (calon letnan). Bahkan, sebut Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit. De Indonesische Officieren uit het KNIL 1900-1950, Titaley naik pangkat menjadi letnan dua pada 4 April 1946.

Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II memberi Titaley harapan kembali ke Indonesia. Dan harapan itu terwujud. Pada 7 Agustus 1946, dia diangkat menjadi wakil komandan Pangkalan Udara ke-8 di Ambon. Bahkan, pangkatnya naik lagi menjadi letnan satu sementara pada 16 Oktober 1946.  

Antara awal 1949 sampai awal 1950, Titaley berada di Bandung dan bertugas di Bagian Personalia dan Administrasi Kantor Persenjataan dan Teknik di markas Militaire Luchvaart (Jawatan Udara) KNIL.

Seorang anggota KNIL dalam gerakan APRA merusak plang Divisi Siliwangi menggunakan pedang. (Koleksi Museum Sejarah Maluku).

Tak Tanggung Jawab di Bandung

Selama berada di Bandung, Letnan Pieter Titaley bergaul dengan perwira Belanda macam bekas Kapten Raymond Paul Pierre Westerling. Meski hanya mantan komandan pasukan khusus di Bandung, Westerling masih disegani para serdadu bawahannya dulu.

Perkembangan situasi politik lalu membawa keduanya pada masalah baru. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, KNIL akan dibubarkan. Banyak serdadu KNIL, termasuk yang berasal dari golongan orang Ambon macam Titaley, menjadi gelisah.  

Bekas Letnan KNIL Sahertian, sebagaimana diberitakan Java Bode tanggal 3 Februari 1956, bahkan pernah bercerita kepada rekannya sesama perwira Ambon bahwa dia mendengar seorang perwira TNI berpidato bahwa setelah pengakuan kedaulatan, orang-orang Ambon akan dibantai.

Di tengah kegelapan akan masa depan orang-orang Ambon itu, ada setitik harapan dari gerakan yang dibuat Westerling, yakni Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Letnan Titaley kemudian ikut serta dalam gerakan yang dipimpin Westerling itu. Koran Trouw, 30 Januari 1951, menyebut Letnan Titaley memimpin 325 orang tentara sebagai komandan kelompok dalam gerakan Westerling.

Letnan Titaley pun sibuk mempersiapkan kudeta yang mereka rencanakan. Kira-kira pukul 9 malam tanggal 22 Januari 1950, Letnan Titaley bersama Westerling bertemu Inspektur Polisi Brugge dan Komisaris Polisi Julius van der Meulen.

“Baret hijau akan menduduki kota Bandung. Kelompok saya yang dipimpin oleh seorang sersan mayor baret hijau dan akan dijadikan pasukan pendudukan di kota Bandung,” kata Letnan Titaley, seperti diakui Julius van der Meulen dalam “Arsip Kabinet Perdana Menteri Djogjakarta nomor 129: Seri Laporan dari Jawatan Kepolisian Negara Bagian PAM Jogjakarta”, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.

Benar saja, keesokannya, 23 Januari 1950, pasukan baret hijau KNIL menghambur ke luar tangsi mereka di Batujajar. Mereka bergerak ke Bandung.

Mereka mendatangi bekas markas Divisi Siliwangi, yang dulu ditinggalkan Tentara Nasional Indonesia setelah Bandung Lautan Api. Mereka berharap bertemu musuh-musuh mereka. Namun, Panglima Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin tak berada di tempat. Perwira yang ada di sana malah bukan pejabat di Siliwangi, yakni Letnan Kolonel Adolf Lembong dan pembantunya, Letnan Leo Kailola. Keduanya baru saja tiba di Bandung.  

Kedua perwira berdarah Minahasa itu pun jadi sasaran peluru anggota pasukan baret hijau KNIL di pagi nahas tersebut. Mayat keduanya tergeletak di depan gedung yang kini menjadi Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Belakangan, jalan di muka museum itu dinamai Jalan Lembong.

Kabar kematian Lembong sampai ke Komisaris van der Meulen. Ketika waktu menunjukkan pukul 12 siang, Letnan Titaley tiba di tempat Lembong terbunuh. Letnan Titaley bertemu dengan Komisaris van der Meulen. Keduanya membicarakan soal kelanjutan kerusuhan 23 Januari 1950 tersebut.

“Apa masih berani tanggung jawab atau tidak?” tanya Komisaris van der Meulen kepada Letnan Titaley.

“Saya tidak bertanggung jawab atas kelakuan mereka itu,” jawab Letnan Titaley.

Gerakan Westerling itu jadi sulit dilanjutkan. Para pengikut Westerling pun mulai hilang arah.

“Pasukan saya akan ditarik dari Bandung,” kata Komisaris van der Meulen.

Setelah Gerakan 23 Januari 1950 itu, para pelaku ditangkapi. Termasuk yang di kalangan tentara Belanda, seperti Letnan Titaley. Sementara Komisaris van der Meulen –mantan kepala Inspektorat Kompi Pengawal Istana Bogor yang sejak November 1949 bertugas di Kepolisian Tegal– melanjutkan gerakan dengan kelompok kecilnya ke arah barat Bandung yang meresahkan.

“Pada Senin 23 Januari malam hingga Selasa 24 Januari sekelompok APRA beranggotakan 30 hingga 40 orang dipimpin oleh mantan Komisaris Polisi JH van der Meulen menyerbu Cianjur, kemungkinan besar dengan tujuan menyingkirkan pengawal pabrik teh Marywattie yang akan bergabung dengan APRA. Kelompok APRA mendapat perlawanan dari polisi dan TNI di beberapa tempat, yang berujung pada baku tembak. Ada korban jiwa dan cedera di kedua belah pihak,” demikian diberitakan Nieuwe Courant, 27 Januari 1950.

Letnan Titaley tak melanjutkan perlawanan usai melakukan gerakan dan tetap di Bandung. Dia kemudian ditangkap dan ditahan sejak 29 Januari 1950. Pada 12 Juli 1950, dia divonis kurungan selama setahun di Pulau Onrust. Hukuman itu sangat ringan.

Seorang anggota KNIL dalam gerakan APRA berjalan dekat dua korban anggota TNI yang tergeletak di jalan. (Arsip Nasional Belanda).

Kabur Ke Amerika

Penerima bintang penghargaan Vliegerkruis itu rupanya tak ditahan di utara Jakarta dalam masa hukumannya yang hanya satu tahun itu. Letnan Titaley lalu ditahan di Ifar Gunung, Papua.  

Kala itu, penyerahan Papua ditangguhkan selama setahun. Namun, Belanda kemudian menguasainya lebih dari 10 tahun.

Tak hanya Letnan Titaley yang diamankan ke Papua dari Jakarta yang telah dikuasai Republik Indonesia. Otoritas militer Belanda juga memindahkan pelaku lain dalam gerakan APRA yang berpangkat rendah ke sana.

Setelah KNIL bubar pada akhir Juli 1950, untuk sementara Letnan Titaley berstatus perwira Koninklijk Landmacht. Namun, pada 23 Januari 1951, dia naik pesawat ke Negeri Belanda. Dia bahkan tak berdinas militer lagi.

Selama di Belanda, Letnan Titaley pernah menjadi saksi ahli dalam sidang perkara penembakan yang dilakukan Sersan Wattimena terhadap Sersan Pattinama. Koran Eindhoven Dagblad, 14 September 1951, memberitakan Letnan Titaley berpendapat bahwa Sersan Pattinama sebagai bangsawan Ambon telah berlaku buruk terhadap Sersan Wattimena karena telah membawa lari anak gadis Sersan Wattimena.

Setelah bebas dari dinas militer Belanda yang dijalaninya lebih dari delapan tahun, Pieter Titaley kembali hidup sebagai sipil. Ia kemudian mengunjungi Amerika Serikat. Di sana, istri dan anaknya telah menunggu. Dia akan bekerja di pertanian milik ayah mertuanya di sana.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
665bd269a14b3b16474624c4