Balas Dendam Setimpal Mantan Pengawal

Dianggap lalai dalam bekerja, seorang pengawal gubernur jenderal VOC dipukuli dan dipecat. Ia pun bertekad membalas dendam dengan membeli rumah megah majikannya itu.

OLEH:
Amanda Rachmadita
.
Balas Dendam Setimpal Mantan PengawalBalas Dendam Setimpal Mantan Pengawal
cover caption
Reinier de Klerk, gubernur jenderal VOC (1777-1780). (Rijksmuseum).

JEHOEDE Leip Jegiel Igel, seorang Yahudi dari Polandia, mengadu nasib ke Hindia Belanda. Pemuda kelahiran 22 April 1755 di Grodno itu berlayar dari Rotterdam dengan menumpang kapal Huys de Kruyswijk.

Setelah tiba di Batavia pada 1775, ia menjadi tentara VOC. Ia bertugas sebagai pengawal Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang tinggal di rumah megah di Molenvliet (kini Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada No. 111, Jakarta Barat). Ia membangunnya pada 1760 kala menjadi anggota Dewan Hindia. Rumah peristirahatan atau villa itu cukup jauh dari pusat kota Batavia Lama.

Sejarawan Adolf Heuken SJ menulis dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang menjabat dari 1777–1780, rumah besar di Molenvliet tersebut digunakan sebagai kediaman resmi pejabat tertinggi pemerintahan. Banyak tamu datang menghadap de Klerk untuk membahas berbagai hal termasuk bisnis sang gubernur jenderal.

Setelah kematian Reinier de Klerk tahun 1780, rumah megah itu beberapa kali berganti pemilik. Salah satu pemiliknya adalah bekas pengawal sang gubernur jenderal. Jehoede Leip Jegiel Igel, yang kemudian bernama Leendert Miero, bersumpah akan membeli rumah peninggalan tuannya itu sebagai pembalasan dendam atas hukuman yang dideritanya.

JEHOEDE Leip Jegiel Igel, seorang Yahudi dari Polandia, mengadu nasib ke Hindia Belanda. Pemuda kelahiran 22 April 1755 di Grodno itu berlayar dari Rotterdam dengan menumpang kapal Huys de Kruyswijk.

Setelah tiba di Batavia pada 1775, ia menjadi tentara VOC. Ia bertugas sebagai pengawal Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang tinggal di rumah megah di Molenvliet (kini Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada No. 111, Jakarta Barat). Ia membangunnya pada 1760 kala menjadi anggota Dewan Hindia. Rumah peristirahatan atau villa itu cukup jauh dari pusat kota Batavia Lama.

Sejarawan Adolf Heuken SJ menulis dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang menjabat dari 1777–1780, rumah besar di Molenvliet tersebut digunakan sebagai kediaman resmi pejabat tertinggi pemerintahan. Banyak tamu datang menghadap de Klerk untuk membahas berbagai hal termasuk bisnis sang gubernur jenderal.

Setelah kematian Reinier de Klerk tahun 1780, rumah megah itu beberapa kali berganti pemilik. Salah satu pemiliknya adalah bekas pengawal sang gubernur jenderal. Jehoede Leip Jegiel Igel, yang kemudian bernama Leendert Miero, bersumpah akan membeli rumah peninggalan tuannya itu sebagai pembalasan dendam atas hukuman yang dideritanya.

Ketika menjadi pengawal de Klerk, Miero kerap mendapat tugas berjaga di depan rumah sang gubernur jenderal. Namun, nasib buruk menimpanya hingga menyebabkannya dipecat. “Suatu hari Miero melakukan kesalahan karena kedapatan tertidur saat Reinier de Klerk pulang ke rumah. Akibatnya, ia menerima lima puluh pukulan dan dipecat. Miero kemudian bersumpah untuk membalas dendam,” tulis Herlad van der Linde dalam Jakarta: History of a Misunderstood City.

Menurut Thomas B. Ataladjar dalam Toko Merah, Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung: Riwayat dan Kisah Para Penghuninya setelah peristiwa memalukan itu, Miero bersumpah akan membeli seluruh kediaman sang gubernur jenderal. Beberapa waktu setelah insiden yang menimpa Miero, de Klerk meninggal dunia. Seluruh kekayaan dan rumah peristirahatannya jatuh ke tangan istrinya, Sophia Francina Westpalm.

Ia menerima lima puluh pukulan dan dipecat. Miero kemudian bersumpah untuk membalas dendam.

Lima tahun setelah kematian de Klerk, istrinya meninggal di rumah megahnya di tepi Kali Besar Barat. Berdasarkan surat wasiat, rumah peristirahatan sang mantan gubernur jenderal dihibahkan kepada cucunya Franz Reinier Radermacher, putra Jacob Cornelis Matthieu Radermacher, pendiri De Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wettenschappen (Perkumpulan Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan). Namun, pada 1786, F.R. Radermacher menjual tanah dan rumah megah itu kepada Johannes Siberg, anggota Dewan Hindia yang kemudian menjadi pejabat gubernur jenderal pada 1801–1805. Ia tinggal di rumah megah ini selama masa kekuasaan Prancis dan Inggris di Hindia Belanda.

Sementara itu, setelah tak lagi bertugas dalam dinas tentara, Miero mencoba berbagai peruntungan untuk mewujudkan rencana balas dendamnya. Ia melakukan sejumlah pekerjaan di antaranya menjadi pandai emas. Meski tak dapat membaca dan menulis, namun ia dikenal cerdik dan suka berbisnis serta mampu memanfaatkan segala sesuatu. 

Selain menjadi pandai emas, menurut V.I. van de Wall dalam Oude Hollandsche Buitenplaatsen van Batavia, Miero juga mengumpulkan pundi-pundi uang dari usahanya sebagai lintah darat. “Dia tampaknya sangat memahami seni pandai emas dalam arti harfiah dan kiasan, karena ketika ia membeli rumah peristirahatan yang dibangun Reinier de Klerk, ia telah menjadi pemilik perkebunan Pondok Gede sejak tahun 1800,” tulis van de Wall.

Rumah megah peninggalan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada No. 111, Jakarta Barat. (Tropenmuseum).

Miero mewujudkan balas dendamnya dengan membeli rumah de Klerk pada 1818 dari Lambertus Zeegers Veeckens, ketua Dewan Keuangan VOC. Ia sudah berusia enam puluhan ketika menempati rumah megah tersebut. Ia tak jarang mengadakan lelang di depan rumah bekas majikannya itu. Sebagai bentuk balas dendamnya, Miero kerap menggelar pesta besar yang berisik di sana. “Ia memulai tradisi mengadakan pesta besar-besaran untuk memperingati hari di mana ia menerima hukuman cambuk,” sebut van der Linde.

Pada pesta besar setiap tahun tersebut, Miero mengundang ratusan tamu dari berbagai kalangan ke kediamannya. Kerumunan orang itu berkumpul dan bersorak di tempat yang sama dengan para nyonya dari kalangan elite Batavia seperti Nyonya de Klerk dan Nyonya Siberg menerima tamu-tamu terhormat mereka; dan di tempat yang sama di mana Gubernur Jenderal de Klerk mengumpulkan kalangan cendekiawan di sekelilingnya; serta Gubernur Jenderal Siberg dan para pengikut setianya berkumpul untuk memperkuat kendalinya.

Meski rutin mengadakan pesta besar, Miero tidak menetap dalam waktu lama di rumah megah itu. Ia justru lebih banyak menghabiskan waktunya di Pondok Gede, perkebunan kesayangannya yang membuatnya dikenal sebagai tuan tanah di wilayah itu. Setelah lima belas kali mengadakan pesta untuk merayakan ulang tahun pemukulan punggungnya, Miero meninggal di usia 79 tahun pada 10 Mei 1834.

Beberapa minggu setelah kematian Miero, rumah megahnya diumumkan penjualannya di koran. Namun, menurut van de Wall, menantu Miero seorang notaris bernama Joan Cornelis Mayer membeli rumah mertuanya itu pada Oktober 1834. Satu dekade kemudian, ia menjualnya kepada Dewan Diakon Gereja Reformasi dengan harga 32.000 gulden. Rumah megah itu selanjutnya digunakan sebagai panti asuhan hingga tahun 1900. 

Di akhir abad ke-19, rumah megah ini dianggap tidak kuat lagi digunakan hingga pihak Diakon Gereja Reformasi menjualnya. Heuken menyebut setelah dijual kepada pemerintah Hindia Belanda pada 1901, sebuah kapel gaya Yunani yang dipasang pada bagian depan rumah itu dibongkar untuk memulihkan keadaan aslinya. 

Rumah peristirahatan peninggalan de Klerk itu kemudian digunakan sebagai kantor Departemen Pertambangan. Pada 1925, rumah ini dipugar dan tamannya ditata kembali sesuai gambar-gambar lama. “Semenjak waktu itu digunakan sebagai Landsarchief dan sesudah kemerdekaan sebagai Arsip Nasional (1961),” tulis Heuken.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
651410fc7c4dc81fa58bfcc6
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID