Bandit dari Lereng Gunung

Banyak jago dan kriminal yang menceburkan diri dalam revolusi akhirnya tergilas mati.

OLEH:
M.F. Mukthi
.
Bandit dari Lereng GunungBandit dari Lereng Gunung
cover caption
Gunung Merbabu menjadi salah satu markas bandit. (Andri Setiawan/Historia).

DI Surakarta, kabar proklamasi kemerdekaan mendorong bandit-bandit ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Beberapa di antara mereka baru keluar dari penjara. “Banyak dari para tahanan yang seharusnya belum waktunya bebas dikeluarkan dengan alasan diikutkan untuk berjuang,” tulis Julianto Ibrahim dalam Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta.  

Para bandit bukan hanya menjadi bagian dalam pendudukan berbagai instansi dan pos-pos militer Jepang. Mereka juga melakukan aksi-aksi pencurian, perampokan, pembakaran, penculikan hingga pembunuhan demi kepentingan ekonomi dan pribadi. Momen revolusi menjadi kesempatan bagi mereka untuk membaktikan diri kepada negeri, mengejar ambisi pribadi (kriminal murni), atau campuran keduanya. “Sangat tipis sekali perbedaan antara bajingan dengan pejuang,” tulis Julianto Ibrahim.

DI Surakarta, kabar proklamasi kemerdekaan mendorong bandit-bandit ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Beberapa di antara mereka baru keluar dari penjara. “Banyak dari para tahanan yang seharusnya belum waktunya bebas dikeluarkan dengan alasan diikutkan untuk berjuang,” tulis Julianto Ibrahim dalam Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta.  

Para bandit bukan hanya menjadi bagian dalam pendudukan berbagai instansi dan pos-pos militer Jepang. Mereka juga melakukan aksi-aksi pencurian, perampokan, pembakaran, penculikan hingga pembunuhan demi kepentingan ekonomi dan pribadi. Momen revolusi menjadi kesempatan bagi mereka untuk membaktikan diri kepada negeri, mengejar ambisi pribadi (kriminal murni), atau campuran keduanya. “Sangat tipis sekali perbedaan antara bajingan dengan pejuang,” tulis Julianto Ibrahim.  

Mereka umumnya tergabung dalam badan-badan perjuangan seperti Barisan Macan Hitam Putih Indonesia (BMHPI), Barisan Perjuangan Terate, dan Barisan Pelopor Republik Indonesia (BPRI) pimpinan Mayor Marjuki. Pasukan BPRI Marjuki, misalnya, dikenal sering melakukan perjuangan diiringi tindak kriminal seperti pencurian, perampasan, bahkan pembunuhan. Karena meresahkan masyarakat Surakarta, pada 27 Maret 1948 markas pasukan BPRI Majuki diserang Tentara Pelajar dibantu beberapa kesatuan polisi. Setelah dua hari dikepung, mereka menyerah dan dilucuti. Marjuki sendiri ditembak mati Slamet Rijadi.

Suradi Bledeg ditembak mati dalam Operasi Merapi Merbabu pada 1 April 1951. (Minggu Pagi, 13 Mei 1951).

Salah satu bandit yang terlibat dalam arus revolusi adalah Suradi Bledeg. Dia kelahiran Kemusuk, Boyolali tahun 1921. Sejak muda dia gemar mempelajari ilmu kesaktian. Perawakannya tinggi besar. Wajahnya sangar dan menyeramkan. Suaranya yang lantang bagai halilintar membuatnya dipanggil Suradi Bledeg. Dia juga punya kemampuan berpidato. “Pesona tersebut membuat simpati teman-temannya, sehingga ia dipercaya menjadi benggol atau pemimpin bandit,” tulis Julianto Ibrahim.  

Pada masa revolusi, Suradi Bledeg bergabung dengan laskar rakyat di Boyolali yang ikut bertempur mempertahankan kemerdekaan. Namanya jadi terkenal setelah kebijakan Re-Ra yang dikeluarkan pemerintahan Mohammad Hatta pada 1948. Suradi Bledeg yang tak lolos masuk tentara bergabung dengan Merapi-Merbabu Complex (MMC) –berisi para bandit, korban rasionalisasi, dan simpatisan komunis yang kecewa atas kegagalan pemberontakan di Madiun.  

“Motivasinya memasuki MMC selain mencari legitimasi untuk melakukan aksi-aksi perbanditan, ia termotivasi pula atas kekecewaannya terhadap program rasionalisasi dari Hatta,” tulis Julianto Ibrahim.  

Sejak itu, Suradi Bledeg terus melakukan tindak kriminal di sekitar lereng Gunung Merapi dan Merbabu. Dalam waktu singkat, reputasinya meningkat pesat sehingga dipercaya memimpin MMC. Anaknya buahnya kebanyakan jago.  

Menurut buku Sedjarah TNI-AD Kodam VII/Diponegoro Vol. 2 yang diterbitkan Jajasan Penerbit Diponegoro, Suradi Bledeg kerap menyebabkan, “Gangguan keamanan di daerah Surakarta terutama merupakan penggedoran dan penjarah-jarahan (perampokan) di kampung-kampung sekitar tanah-tanah onderneming dan semua diarahkan semata-mata terhadap ternak (lembu)...”

Suradi Bledeg, yang masih bertindak kriminal hingga awal 1951, akhirnya meregang nyawa dalam tembak-menembak dengan pasukan Ton II Yon 417 di desa Brintik, Malangdjiwan, Klaten.*

Majalah Historia No. 20 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
66aa10c075595039bcb2a3bb