Berlindung di Kantor Penghubung

Laksamana Muda Tadashi Maeda mendirikan Kantor Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat yang mengadakan kegiatan intelijen. Kantor ini menjadi tempat berlindung bagi orang-orang pergerakan Indonesia.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Berlindung di Kantor PenghubungBerlindung di Kantor Penghubung
cover caption
Laksamana Muda Tadashi Maeda bersama stafnya. (Dok. Munasprok).

SETELAH Jepang menaklukkan Asia Tenggara, Laksamana Muda Tadashi Maeda mengajak atase militer Jerman dan Italia untuk Jepang, berkeliling melihat wilayah-wilayah pendudukan itu. Dalam laporannya kepada Markas Besar Angkatan Laut, dia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar dan wilayah sangat luas.

Maeda khawatir akan terjadi gesekan antara Angkatan Darat (Rikugun) yang berkuasa atas Pulau Jawa dan Sumatra dengan Angkatan Laut (Kaigun) yang memerintah Indonesia Timur, dalam memperebutkan sumber daya alam.

“Maka saya mengusulkan kepada panglima perlu badan koordinasi antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat,” kata Maeda dalam wawancara dengan Abdurrachman Surjomihardjo pada 23 Agustus 1973, sebuah proyek sejarah lisan Arsip Nasional Republik Indonesia.

SETELAH Jepang menaklukkan Asia Tenggara, Laksamana Muda Tadashi Maeda mengajak atase militer Jerman dan Italia untuk Jepang, berkeliling melihat wilayah-wilayah pendudukan itu. Dalam laporannya kepada Markas Besar Angkatan Laut, dia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar dan wilayah sangat luas.

Maeda khawatir akan terjadi gesekan antara Angkatan Darat (Rikugun) yang berkuasa atas Pulau Jawa dan Sumatra dengan Angkatan Laut (Kaigun) yang memerintah Indonesia Timur, dalam memperebutkan sumber daya alam.

“Maka saya mengusulkan kepada panglima perlu badan koordinasi antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat,” kata Maeda dalam wawancara dengan Abdurrachman Surjomihardjo pada 23 Agustus 1973, sebuah proyek sejarah lisan Arsip Nasional Republik Indonesia.

Selain alasan tersebut, menurut sejarawan Ken’ichi Goto, Maeda sendiri tidak meninggalkan catatan tentang latar belakang pembentukan Kantor Penghubung. “Tentu saja itu bukan hanya ide instan, harus didasarkan pada pengalaman pendeknya sebagai atase militer di Belanda, pengalaman sebagai peserta Perundingan Komersial Jepang-Belanda, dan sebagai seorang kepala pengamatan,” tulis Goto dalam manuskrip “The Naval Liaison Office in Jakarta and Indonesian Nationalism: Profiles of Maeda Tadashi” yang diterima Historia.

Usulan Maeda disetujui. Pada 15 Agustus 1942, ia diangkat sebagai kepala Kantor Penghubung (Kaigun Bukanfu) antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat. Ia mempersiapkan Kantor Penghubung itu dengan membuka kantor persiapan di daerah perumahan antara Universitas Zyochi dan sekarang hotel New Otani. Sebagai pemimpin kantor persiapan, Maeda menunjuk Aratame Naohisa, yang pernah bekerja di Konsul Jenderal Jepang di Batavia. Kantor Penghubung dibuka di Jakarta pada Oktober 1942.

Tadashi Maeda (kiri) dan Adam Malik ketika menghadiri peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1973. (Perpusnas RI).

Sejarawan Mestika Zed dalam Giyugun: Cikal-Bakal Tentara Nasional di Sumatera, menyebutkan bahwa tugas utama Kantor Penghubung itu adalah menjalin hubungan dengan Angkatan Darat yang berkuasa di Jawa, dan mempermudah pembelian dan pendistribusian barang-barang yang dibutuhkan Angkatan Laut di wilayah operasi Indonesia bagian timur.

Lebih dari itu, menurut Joyce C. Lebra, Kantor Penghubung bertugas mengadakan kegiatan-kegiatan intelijen dan terutama untuk menyelidiki keadaan politik dan ekonomi. “Kantor atase ini mencakup tiga departemen: urusan luar, ekonomi, dan penyelidikan, yang sebagian besar stafnya adalah orang-orang sipil,” tulis Joyce dalam Tentara Gemblengan Jepang.

Sedangkan menurut Goto, Kantor Penghubung ini memiliki empat departemen: urusan umum, penghubung, komunikasi, dan penelitian. Setiap departemen memiliki tiga atau empat divisi. Jumlah pasti pekerja di Kantor Penghubung tidak pasti. Tetapi, dalam foto ulang tahun yang diambil pada 1 Oktober 1944, terdapat 64 lelaki termasuk Maeda dan 13 perempuan. Selain militer, sebagian besar dari mereka adalah kalangan swasta seperti pekerja di bank dan pelayaran, atau seseorang yang berhubungan dengan kementerian luar negeri.

Departemen penelitian dipimpin oleh Sato Nobuhide. Departemen ini dibagi menjadi empat bagian: bagian pribumi (Sato Nobuhide), bagian Tionghoa (Doi Akira, kemudian Inagaki Ichiro), bagian ekonomi (Kobayashi Ryozo), dan kantor cabang departemen penelitian dipimpin oleh Ahmad Subardjo, yang kemudian ikut merumuskan naskah proklamasi bersama Sukarno dan Mohammad Hatta.

Tomegoro Yoshizumi.

Menurut sejarawan Suhartono dalam Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi, pada awal pendudukan Jepang, Subardjo membantu Hatta menyusun nasihat akhir untuk Gunseikan (kepala pemerintahan militer) berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi. Subardjo harus melakukan penelitian khusus tentang suplai pangan agar tidak berpengaruh terhadap eksistensi petani Jawa. Jadi, ia bertugas untuk mencegah kesalahan dan kekurangan bahan pangan, serta mencegah agar tidak muncul keyakinan anti-Jepang.

Setelah Kantor Penasihat itu ditutup, Subardjo diminta oleh Ishii Taro dan Shigetada Nishijima menjadi anggota Kantor Penghubung. “Subardjo menerima tawaran Jepang dan kemudian mendirikan kantor riset di Prapatan 60 Jakarta,” tulis Suhartono.

Berbeda dengan Goto, Joyce menyebut Subardjo bekerja pada departemen penyelidikan. “Orang-orang Indonesia yang diperbantukan pada seksi penyelidikan kantor ini antara lain meliputi tokoh-tokoh seperti Wikana dan Subardjo, yang memainkan peranan penting di dalam gerakan kemerdekaan,” tulis Joyce. 

Namun, Joyce juga menyebut bahwa “di dalam Biro Penelitian Angkatan Laut (istilah Subardjo), Subardjo ditugaskan untuk menyelidiki akibat-akibat peraturan pemerintahan militer, terutama di bidang ekonomi.”

Sementara itu, menurut Suhartono, Subardjo mempunyai tugas memberi penjelasan kepada Maeda tentang sejarah pergerakan nasional, konsep nasionalisme, sikap terhadap kelompok etnik, berbagai hukum Belanda dan aplikasinya, serta yang sangat penting adalah reaksi penduduk terhadap kekuasaan Angkatan Darat.

Wikana. (Arsip Nasional Belanda).

Orang-orang Indonesia yang bekerja di Kantor Penghubung itu biasa disebut Kelompok Kaigun. Menurut Mestika Zed, mereka memainkan peranan penting dalam membangun hubungan baik dengan beberapa petinggi Jepang, khususnya Maeda, tokoh yang dikenal cukup liberal dan bersimpati pada cita-cita kemerdekaan Indonesia.

“Hubungan baik yang terbina di antara keduanya –Maeda dan kaum pergerakan di Jakarta– membuahkan keuntungan bagi kaum nasionalis yang diberi ruang gerak lebih leluasa dalam mempersiapkan kemerdekaan pada hari-hari sebelum proklamasi. Kebijakan moderat yang ditampilkan Maeda itu bertolak belakang dengan sikap pemerintah militer Angkatan Darat yang condong bertindak lebih keras,” tulis Mestika Zed.

Sejarawan Harry A. Poeze dalam Tan Malaka Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia menyebutkan bahwa satu bagian dari Kantor Penghubung, di mana kaum nasionalis kiri menerima simpati yang diperlukannya, ialah Kaigun Bukanfu Daisangka (Dinas Kontraspionase Angkatan Laut) di bawah pimpinan Tomegoro Yoshizumi. 

Sebelum perang, Yoshizumi menjadi wartawan surat kabar Jepang yang terbit di Jakarta. Setelah janji kemerdekaan untuk Indonesia diberikan Jepang pada September 1944, dinasnya itu terus memberikan bantuan jauh melampaui apa yang diperbolehkan oleh militer.

“Berkali-kali kantor Maeda digunakan sebagai tempat berlindung orang-orang Indonesia yang diberi fungsi dalam Kaigun, dan dengan demikian terlepas dari pengejaran Kempetai,” tulis Poeze.

Misalnya, Wikana, seorang komunis yang pernah ditangkap Belanda karena menyebarkan Menara Merah, siaran Partai Komunis Indonesia. Ia aman dari penangkapan Kempeitai (polisi militer Jepang) karena bekerja di Kantor Penghubung.*

Majalah Historia No. 25 Tahun III 2015

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
64db21343c8a2de426600b77
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID