Bing Slamet Menebus Dosa

Bing Slamet pintar menyeimbangkan karier dan keluarga. Meski tenar, dia hidup sederhana. Baginya tujuan melawak harus balans antara komersial dan sosial.

OLEH:
Budi Setiyono
.
Bing Slamet Menebus DosaBing Slamet Menebus Dosa
cover caption
Keluarga besar Bing Slamet. (Dok. Keluarga Bing Slamet).

DI sebuah pesta, Bing Slamet terpikat pada seorang gadis yang datang bersama sang kakak, teman dekatnya. Gadis itu masih menginjak sekolah menengah pertama dan pemalu. Bing mengutarakan isi hatinya kepada temannya. Pesan itu pun sampai ke telinga si gadis. Mendengarnya, R. Ratna Kamala Furi kaget dan kelabakan.

Furi lahir di Cirebon, 21 Maret 1945, anak keenam dari tujuh bersaudara, putri pasangan Abdul Rachim dan Chairani. Sejak kecil suka menikmati dan menyanyikan musik-musik sentimentil. Dia sempat menjajal lomba nyanyi di RRI Jakarta. Suaranya terbilang lumayan. Penyanyi favoritnya siapa lagi kalau buka Bing Slamet. “Bing paling hebat, penyanyi tak ada banding,” ujar Furi kepada Pelita, 15 Januari 1976.

DI sebuah pesta, Bing Slamet terpikat pada seorang gadis yang datang bersama sang kakak, teman dekatnya. Gadis itu masih menginjak sekolah menengah pertama dan pemalu. Bing mengutarakan isi hatinya kepada temannya. Pesan itu pun sampai ke telinga si gadis. Mendengarnya, R. Ratna Kamala Furi kaget dan kelabakan.

Furi lahir di Cirebon, 21 Maret 1945, anak keenam dari tujuh bersaudara, putri pasangan Abdul Rachim dan Chairani. Sejak kecil suka menikmati dan menyanyikan musik-musik sentimentil. Dia sempat menjajal lomba nyanyi di RRI Jakarta. Suaranya terbilang lumayan. Penyanyi favoritnya siapa lagi kalau buka Bing Slamet. “Bing paling hebat, penyanyi tak ada banding,” ujar Furi kepada Pelita, 15 Januari 1976.

Proses pendekatan terjadi selama masa liburan sekolah.

“Waktu itu Bing masih pegawai RRI sedang cuti selama sebulan. Jadi waktu berkenalan saya pikir dia pengangguran. Apalagi katanya dia seniman,” ujar Furi, dikutip Kompas, 11 September 1975. “Yang saya heran adalah sikap orangtua saya. Biasanya mereka keras sekali dengan pergaulan anak-anaknya. Tetapi sama Bing mereka merasa kasihan. Sehingga perkenalan berlangsung kilat saja. Dalam sebulan kami sudah nikah dan tinggal beberapa tahun di rumah ayah saya.”

Pada 1956, sebulan pacaran, mereka menikah. Bing berusia 29 tahun, sementara Furi masih berusia 14 tahun.

Furi bukanlah satu-satunya gadis yang pernah singgah di hati Bing. Di masa revolusi, ketika bersama kelompok sandiwara Pantjawarna menjadi penghibur Resimen Brawijaya di Jawa Timur, Bing menikah dengan Aliah. Namun kehidupannya lagi payah; masih menganggur dan hanya sesekali mendapat undangan manggung. Kepada Basuki Djaelani, teman dekatnya yang pernah ikut Pantjawarna sebelum gabung Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), Bing berkata: “Kak, saya sudah kawin nebeng dengan seorang janda Aliah dari Surabaya!”

Basuki Djaelani, sebagaimana dituturkan kepada Flamboyan, 25 Januari 1975, mengusulkan agar Bing dan istrinya pindah ke Yogyakarta. Di sana, dengan seizin Djamaludin Malik, Bing dan istrinya ditempatkan di kompleks Perseroan Artis Film (Persari), di Taman Blumbang. Ketika Bing mengadu nasib di Jakarta, Aliah tak bisa ikut karena harus menunggui ayahnya yang sakit-sakitan. Pasangan Bing-Aliah akhirnya bercerai.

Bing juga sempat jatuh cinta dengan beberapa gadis, di antaranya Darwani dari Jakarta dan Dewi dari Mojoagung tapi hubungan itu tak berlanjut. Kini, Bing berharap bisa membina rumah tangga yang langgeng dengan Furi.

Bing Slamet dan istri pertama, Aliah. (Dok. Keluarga Bing Slamet).

Tak Gagal

Setelah menikah, Furi menjadi ibu rumah tangga. Sesekali dia mengerjakan rias pengantin. Mereka hidup sederhana –bahkan sekalipun karier Bing melejit dan menjadi artis dengan tarif mahal. Ini tak lepas dari sifat sosial Bing.

Bing tak memikirkan honor. Terlebih untuk acara-acara amal. Seringkali dia mau naik pentas tanpa bayaran. Tak heran jika dia kerap dikibuli panitia. Dia juga kadang tak punya uang, sehingga menjual apa yang mungkin dijualnya, termasuk cincin kawin. Baginya, tujuan melawak harus balans antara komersial dan sosial, kepentingan pribadi atau bukan. Kepada Ed Zoelverdi, dia bilang punya tanggungan 16 orang di rumah, termasuk teman-temannya. “Mereka yang di rumah tentulah jangan jadi korban,” ujarnya, dikutip Tempo, 23 Desember 1972.

Bing dan keluarganya tetap tinggal di rumah sempit di Jalan Arimbi 7, Senen, Jakarta Pusat. Ukurannya kecil. Listriknya remang-remang. Gang sempit di permukiman sering banjir. Meski sudah tenar, Bing enggan pindah. “Rumah ini sangat saya sayangi,” ujarnya, “sebab orang sekitar kampung ini semua baik-baik.”

Tinggal di gang sempit tak memudarkan pesona Bing. Banyak temannya datang berkunjung. “Tempat papa, rumah di Arimbi, jadi tongkrongan,” ujar Ferdinand Syah, yang lebih dikenal sebagai Adi Bing Slamet.

“Mereka berbicara soal seni. Ada juga yang minta diajarkan nyanyi. Gratis. Bahkan sampai ada yang menginap,” ujar Lukman Syah. “Mereka ketawa-tawa atau nyanyi-nyanyi. Kalau gak ada tamu, papa latihan gitar.”

Saya gak menganggap orangtua saya gagal. Dia sukses sebagai orangtua dan sukses sebagai artis.
Rumah keluarga Bing Slamet di Jalan Arimbi 7, Senen, Jakarta Pusat. (Micha Rainer Pali/Historia.ID).

Perkawinan Bing-Furi dianugerahi delapan anak, dua perempuan dan enam lelaki. Semua anak lelakinya menggunakan “syah” dan anak perempuan “Ratna” pada nama mereka. Ini sesuai tradisi Sumatra, asal ayah Furi yang asli Bengkulu –sementara ibunya campuran Betawi-Cirebon. Dalam bahasa lawakan, Bing menyebut: “Anak saya delapan, tapi yang sah hanya enam.”

Kedelapan anaknya adalah Lukman Syah, Hilman Syah, Firman Syah, Iman Syah, Ratna Lusiana, Iwan Syah, Ferdinand Syah, dan Ratna Fairuz.

Menurut Furi, Bing suami yang baik. Sebagai suami, Bing sangat melindungi istrinya. Jika ada yang mengejeknya, anak-anak sekalipun, Bing akan mengejar dan memberi pelajaran. Bing juga romantis, bahkan cenderung kolokan. Jika menonton televisi, Bing selalu ingin Furi duduk di pangkuannya. Tak peduli ada anak-anak, pembantu, atau tamu di rumah.

Sebagai ayah, Bing memperhatikan anak-anaknya. Dia tak beranjak tidur sebelum semua anaknya berada di rumah. Jika ada yang belum pulang, dia menunggu di depan pintu. Terkadang minta pembantunya mencari. Bing juga suka mengajak anak-anaknya bercanda atau mengobrol apa saja.

“Kalau di rumah, dia kayak nebus dosa. Dia merasa waktu buat keluarga gak ada. Jadi di rumah show buat anak. Kadang-kadang dari kamar dia pakai pakaian perempuan, ketawa semua anak-anak dan pembantu. Pergi show lagi, di rumah bikin surprise lagi. Serius tapi santai. Kalau waktunya mandi ya harus mandi. Kalau malas, papa bisa nyabut ikat pinggang. Ya, takut semua,” ujar Adi Bing Slamet.

“Saya gak menganggap orangtua saya gagal. Dia sukses sebagai orangtua dan sukses sebagai artis,” ujar Lukman Syah.

Bing Slamet dan istrinya, Ratna Kamala Furi. (Dok. Keluarga Bing Slamet).

Sendiri

Sebelum Bing meninggal, Furi pernah menganjurkan Bing agar bikin long play lagu-lagu Barat. Bing setuju. Tapi sayang waktu mengubah segalanya. Furi menggantikan posisi suaminya di PT Safari Sinar Sakti Film, yang dipimpin Edy Sud, bukan sebagai direktur tapi komisaris. Perusahaan ini, yang didirikan Bing bersama Butjuk Suharto dan Edy Sud, memproduksi film-film Kwartet Jaya.

“Kebetulan papa dipercayakan sebagai direktur. Sama kayak di Metropolitan, perusahaan rekaman. Papa punya andil juga di perusahaan ini. Setelah meninggal, saya gak tahu bagaimana. Urusan orangtua,” ujar Lukman Syah.

Sepeninggal suaminya, Furi tampak tegar. Dia sudah terbiasa mengurus kedelapan anaknya. Namun kenangan terhadap Bing tak pernah pudar. “Sayang sekarang tak ada yang melebihi suara Bing. Orang sekarang asal nyanyi saja,” ujar Furi.

Tiga dari delapan putra-putri Bing kemudian dikenal sebagai artis, mengikuti jejaknya. Mereka ialah Uci (Ratna Lusiana), Adi (Ferdinand Syah) dan Iyut (Ratna Varius). Menurut Pelita, sebagai bentuk cinta, anak-anaknya menandai piringan hitam atau kaset sebagai milik mama mereka. Furi meninggal dunia pada 28 Juli 2016.*

Majalah Historia No. 11 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
657aac1ceeb9f695a762d926