CIA memanfaatkan situasi dengan menuduh PKI berada di balik percobaan pertama pembunuhan Presiden Sukarno di Perguruan Cikini. Padahal pelakunya terkait DI/TII.
Presiden Sukarno bertemu korban Peristiwa Cikini. (Perpusnas RI).
Aa
Aa
Aa
Aa
SABTU malam, 30 November 1957, Presiden Sukarno menghadiri malam amal dalam rangka ulang tahun ke-15 Sekolah Rakyat Perguruan Cikini. Dia hadir sebagai orang tua murid dari Guntur Sukarnoputra dan Megawati Sukarnoputri.
Setelah selesai resepsi, Sukarno undur diri. Guntur dan Mega tak ikut karena ingin menonton film yang akan diputar. Kepala Sekolah Sumadji dan Ketua Panitia Ny. Sudardjo mengantar Sukarno menuju mobil. Tiba-tiba terdengar ledakan. Total lima granat dilemparkan ke arah Sukarno.
Akibatnya, sepuluh orang meninggal termasuk pengawal presiden, anak-anak dan ibu hamil, serta 48 lainnya luka-luka.
Sukarno selamat dari percobaan pembunuhan yang pertama itu. Total ada tujuh kali upaya pembunuhan terhadap dirinya, termasuk oleh Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA). Bahkan, Sukarno meyakini CIA berada di balik Peristiwa Cikini itu.
SABTU malam, 30 November 1957, Presiden Sukarno menghadiri malam amal dalam rangka ulang tahun ke-15 Sekolah Rakyat Perguruan Cikini. Dia hadir sebagai orang tua murid dari Guntur Sukarnoputra dan Megawati Sukarnoputri.
Setelah selesai resepsi, Sukarno undur diri. Guntur dan Mega tak ikut karena ingin menonton film yang akan diputar. Kepala Sekolah Sumadji dan Ketua Panitia Ny. Sudardjo mengantar Sukarno menuju mobil. Tiba-tiba terdengar ledakan. Total lima granat dilemparkan ke arah Sukarno.
Akibatnya, sepuluh orang meninggal termasuk pengawal presiden, anak-anak dan ibu hamil, serta 48 lainnya luka-luka.
Sukarno selamat dari percobaan pembunuhan yang pertama itu. Total ada tujuh kali upaya pembunuhan terhadap dirinya, termasuk oleh Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA). Bahkan, Sukarno meyakini CIA berada di balik Peristiwa Cikini itu.
Menurut Audrey R. Kahin dan George McTurnan Kahin dalam Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia, Sukarno menganggap Peristiwa Cikini didalangi oleh CIA dan yakin bahwa Zulkifli Lubis bertindak dan didukung oleh agensi tersebut. Dia semakin yakin CIA berusaha menggusurnya setelah beberapa bulan kemudian dia memiliki bukti yang jelas bahwa CIA bekerja dengan Lubis dan kolonel-kolonel pembangkang dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
“Dia tampaknya terus memegang teguh keyakinan itu setelah dia digulingkan dari kekuasaan sekitar delapan tahun kemudian,” tulis Audrey dan George.
Sayangnya, sejauh mana keterlibatan CIA dalam Peristiwa Cikini tidak terungkap dalam Komite Church. Komite Senat Amerika Serikat ini dipimpin oleh Senator Frank Church untuk menyelidiki operasi-operasi intelijen CIA di berbagai negara termasuk Indonesia.
Menurut Audrey dan George, Hugh S. Cumming, mantan duta besar Amerika Serikat yang ditunjuk memimpin Gugus Tugas Antar-Departemen untuk Indonesia, menyatakan terkejut Komite Chruch tidak bertanya kepadanya tentang Peristiwa Cikini. Mengingat komite tertarik untuk mengetahui keterlibatan CIA dalam upaya pembunuhan kepala-kepala negara. Padahal dia telah mempersiapkan diri untuk menanggapi pertanyaan tentang Peristiwa Cikini.
Kendati demikian, CIA tetap mengambil kesempatan dalam Peristiwa Cikini itu.
Dalam Bung Karno Menggugat! sejarawan Baskara T. Wardayamenyebut para agen CIA di Jakarta memanfaatkan situasi dan mengambil keputusan sendiri. Mereka menyebarkan propaganda bahwa orang-orang komunis yang menjadi otak pembunuhan. Ini diakui oleh agen CIA yang bertugas di Jakarta, Joseph B. Smith dalam Portrait of a Cold Warrior.
“Saya mengusulkan supaya kami bergerak dengan cepat, sebelum teman-teman kami (para kolonel pemberontak) dituduh. Apakah mereka terlibat atau tidak, itu urusan nanti. Maka kami pun segera menyebarkan cerita bahwa percobaan pembunuhan yang amatiran itu dilakukan oleh PKI berdasarkan nasihat dari agen-agen Soviet untuk memberi kesan bahwa musuh-musuh Sukarno itu adalah orang-orang yang kejam dan kacau,” kata Smith.
Belakangan diketahui bahwa para pelakunya adalah anggota sebuah kelompok agama tertentu yang tak ada kaitannya dengan PKI maupun CIA.
Namun, menurut Baskara, dalam rapat pada 5 Desember 1957, Direktur CIA Allen Dulles menyatakan keraguannya pada laporan-laporan yang menyatakan bahwa orang-orang komunis berada di balik percobaan pembunuhan itu. “Belakangan diketahui bahwa para pelakunya adalah anggota sebuah kelompok agama tertentu yang tak ada kaitannya dengan PKI maupun CIA,” tulis Baskara.
Aparat keamanan berhasil menangkap pelaku penggranatan dalam Peristiwa Cikini, yaitu Jusuf Ismail, Sa’adon bin Mohamad, Tasrif bin Hoesain, dan Mohamad Tasim bin Abubakar. Mereka berasal dari Bima, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Selain sebagai guru, Jusuf dan Tasrif juga anggota Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), organisasi sayap Partai Masyumi. Sedangakan Sa’adon kuliah di Akademi Bahasa Arab, dan Tasim pengangguran. Keempat pemuda ini bergabung dengan Gerakan Anti-Komunis (GAK) yang dibentuk dan dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis, mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat dan tokoh intelijen yang dijuluki Bapak Intelijen Indonesia.
Zulkifli Lubis membantah terlibat dalam Peristiwa Cikini. Dia mengaku memang mengenal para pelaku. “Tapi kalau saya dikatakan menyuruh mereka, itu sangat keliru sama sekali,” kata Lubis.
Dalam PRRI-Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, sejarawan R.Z. Leirissa mengungkapkan bahwa dari keterangan pelaku Peristiwa Cikini, tidak seorang pun yang menyatakan perbuatannya mempunyai sangkut paut dengan Lubis dan perwira-perwira PRRI/Permesta.
Menurut Leirissa, para pelaku terkait dengan DI/TII pimpinan S.M. Kartosoewirjo. “Kebetulan banyak pula mantan pasukan DI/TII yang berhasil menyusup ke dalam tubuh organisasi itu. Sejumlah penghuni asrama Sumbawa pun bekas pasukan tersebut,” tulis Leirissa. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan “Asrama Sumbawa” di Gang Ampiun No. 21 Cikini, Jakarta Pusat.
Selain antikomunis, mereka juga ingin menjadikan Indonesia negara Islam sebagaimana diperjuangkan DI/TII. Sebuah dokumen yang tersimpan di Pusat Dokumentasi Sejarah TNI menyebutkan kalau perintah pembunuhan datang langsung dari Kartosoewirjo karena “tak boleh ada matahari kembar”: dirinya dan Sukarno dalam satu wilayah negara.
Akhirnya, pengadilan memutuskan: Jusuf, Tasrif, dan Sa'adon divonis mati dan dieksekusi pada 30 Mei 1960. Sementara Tasim dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena hanya berperan menyimpan dan mengeluarkan granat untuk ketiga rekannya.*