DARA berparas ayu itu tertawa gembira. Bersamaan dengan matinya lilin, tepuk tangan membahana. Nyanyian selamat ulang tahun menyemarakkan suasana.
Nunung (diperankan Chitra Dewi) berulang tahun. Dua adiknya yang juga sudah gadis, Nana (Mieke Widjaja) dan Neni (Indriati Iskak), ikut senang merayakannya. Nana, yang tak senang kebahagiaan sang kakak terusik, bahkan sampai ketus kepada Herman (Bambang Irawan) yang hanya memberi ucapan selamat tanpa buah tangan. Cekcok kecil itu segera berakhir. Nunung mengajak dua adiknya nonton bioskop.
Adegan beralih. Tiga dara menyanyi sambil menari. Mereka mengitari ruang demi ruang dalam rumah. Kamar menjadi tempat penghabisan. Ketiganya lalu berganti baju.
DARA berparas ayu itu tertawa gembira. Bersamaan dengan matinya lilin, tepuk tangan membahana. Nyanyian selamat ulang tahun menyemarakkan suasana.
Nunung (diperankan Chitra Dewi) berulang tahun. Dua adiknya yang juga sudah gadis, Nana (Mieke Widjaja) dan Neni (Indriati Iskak), ikut senang merayakannya. Nana, yang tak senang kebahagiaan sang kakak terusik, bahkan sampai ketus kepada Herman (Bambang Irawan) yang hanya memberi ucapan selamat tanpa buah tangan. Cekcok kecil itu segera berakhir. Nunung mengajak dua adiknya nonton bioskop.
Adegan beralih. Tiga dara menyanyi sambil menari. Mereka mengitari ruang demi ruang dalam rumah. Kamar menjadi tempat penghabisan. Ketiganya lalu berganti baju.
Demikianlah adegan pembuka film musikal besutan sutradara Usmar Ismail. Sutradara kelahiran Bukittinggi ini terus menyuguhkan adegan demi adegan berikutnya dengan alur maju.
Tiga dara hampir selalu ceria. Ini membuat Sukandar (Hassan Sanusi), ayah mereka, bahagia. Ketika baru ditinggal mati sang ibu, tiga dara amat kehilangan. Sukandar pusing tujuh keliling. “Bingung saya melihatkan mereka. Nunung merenung, Nana merana, Neni selalu bersedih hati,” ujar Sukandar ketika mengobrol dengan nenek tiga dara (Fifi Young).
Seiring beranjak dewasa, tiga dara bisa menerima takdir dan menjalani hari-hari dengan ceria. Kebahagiaan kian lengkap karena banyak pemuda kerap main ke rumah. Herman, pemuda yang masih kuliah, menaruh hati pada Nana kendati tak mendapat umpan balik. Namun, yang mencemaskan sang nenek, Nunung belum juga beroleh jodoh.
Nunung gadis introvert dan rumahan. Dia belum juga memiliki pacar. Dengan bantuan Sukandar, si nenek merekayasa perjodohan Nunung. Upaya itu selalu kandas.
Suatu hari, karena sebuah insiden kecelakaan, Nunung berkali-kali didatangi seorang pemuda, Toto (Rendra Karno), yang hendak meminta maaf dan akhirnya jatuh hati padanya. Nunung tetap cuek, kendati perlahan bunga-bunga cinta tumbuh di hatinya. Situasi ini dimanfaatkan Neni untuk mendekati Toto. Terjadilah cinta segitiga. Sukandar dan Neni lalu berkongsi untuk menjauhkan Neni dari Toto demi kebahagiaan Nunung.
Meski ending tak terlalu sulit ditebak, konflik itu diselesaikan dengan apik oleh sutradara.
Judul: Tiga Dara (restorasi). Sutradara: Usmar Ismail. Produksi: SA Films. Produser: Gery Simbolon, Rizka F. Akbar, Alex Sihar. Rilis: Agustus 2016. Pemain: Mieke Widjaja, Indriati Iskak, Chitra Dewi, Bambang Irawan, Fifi Young.
Ngepop
Sejak melahirkan Darah dan Doa, Usmar Ismail dikenal sebagai sineas idealis. Film-filmnya tak jauh dari tema soal nasionalisme. Meski bukan film komersial pertamanya, Tiga Dara menjadi film pertamanya yang benar-benar pop. Temanya sederhana dengan balutan konflik antara nilai tradisional dan modern. Tiga Dara membawa pesan realitas keseharian masyarakat di negeri yang masih dalam proses pencarian identitas.
Konflik dua nilai yang hampir dapat dijumpai di belahan tempat manapun itu hadir lewat berbagai medium, dari kebaya Nunung, terusan you can see Nana dan Neni, hingga perbedaan pola pikir sang nenek dengan anak-anak dan cucunya. Usmar amat kuat dalam detail sehingga bangunan-bangunan pesan yang dihadirkannya tampil jelas.
Adegan tukang catut (kini calo) di bioskop, misalnya, merupakan fenomena sosial yang lazim di tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun kereta api, atau bioskop kala itu. Detail penting berikutnya, menonton bioskop. Ia merupakan gaya hidup anak muda yang mulai marak pada 1950-an. Film-film buatan Hollywood menjadi dagangan terlaris bioskop-bioskop kala itu, termasuk Metropole. Bioskop berasitektur art deco yang dibangun pada 1930 itu dipilih menjadi latar tempat mungkin tak semata karena merupakan bioskop terbesar ibu kota saat itu, tetapi juga lantaran bangunannya merupakan ikon modernitas ibu kota.
Karena Usmar hendak membuat film musikal, dia menggandeng komposer Saiful Bahri dan Ismail Marzuki untuk menangani musiknya. Saiful menyumbang tujuh lagu.
Sebagai drama, Usmar mampu menghadirkannya dengan apik dan tak monoton. Humor-humor yang hadir dalam banyak adegan menjadi bumbu lezat film ini. Dan sebagai film musikal, Tiga Dara enak ditonton.
Banyaknya hal baru yang membuat Tiga Dara dianggap sebagai pembuat tren di eranya. Saking ngetrennya, sampai ada lomba mirip Tiga Dara. Menurut Karl Heider dalam Indonesian Cinema: National Culture on Screen, “Judul tersebut amat terkenal, dan melahirkan banyak imitasi selama bertahun-tahun meski banyak orang jarang menyadarinya.”
Untuk kali kedua, penikmat film Indonesia bisa menonton film lawas nan apik di bioksop-bioskop tanah air. Setelah restorasi dan penayangan kembali Lewat Djam Malam, kini giliran film Tiga Dara.
Proyek restorasi Tiga Dara, yang pertama dirilis tahun 1957, mulai dikerjakan pada 2009 oleh Orlow Seunke dan Lisabona Rahman, didukung EYE Museum Amsterdam, tetapi terhenti karena krisis ekonomi. SA Films lalu berinisiatif menemui keluarga Usmar Ismail dan EYE Museum guna menanyakan kemungkinan mengambil alih proyek tersebut. Gayung bersambut. Maka, sejak awal 2014, proyek ini berlanjut.
Restorasi tentu bukanlah pekerjaan mudah. SA Films harus menghadapi kendala teknis berupa tingginya tingkat kerusakan pada seluloid. Bukan hanya itu. “Kendala utama yang disadari sejak awal adalah di Indonesia ini kita tidak memiliki sumber daya dan infrastruktur teknis yang mumpuni untuk melakukan reparasi fisik seluloid 35mm,” ujar Alex Sihar dari SA Films kepada Historia.
Setelah reparasi dan restorasi dalam format 4K di L’immagine Ritrovata, Bologna, Italia selesai, Tiga Dara akhirnya berhasil direstorasi dan di-mastering digital di Jakarta. “Dengan format tersebut, banyak sekali informasi detil yang berhasil didapat dan proses perbaikan image menjadi semakin akurat,” ujar Alex.
SA Films lalu menggandeng Studio XXI. Pada 12 Agustus 2016, film ini mulai tayang di bioskop dan bisa dinikmati pecinta film tanah air.
“Ini merupakan kali pertama proses restorasi film di Indonesian dilakukan dengan skema pembiayaan swasta,” kata Alex.
“Saya bangga, saya senang. Ini kesempatan buat orang-orang yang dulu kecil-kecil pada bisa lihat,” ujar Mieke Widjaja, pemeran Nana, kala ditemui saat menghadiri premiere di Motropole.*