Dalam Balutan Paisley

Sempat digandrungi kalangan aristokrat, motif paisley justru dipopulerkan kembali oleh para musisi rock yang mengusung antikemapanan.

OLEH:
M.F. Mukthi
.
Dalam Balutan PaisleyDalam Balutan Paisley
cover caption
Josephine de Beauharnais, istri Napoleon Bonaparte, memakai selendang Kashmir dan gaun yang terbuat dari selendang Kashmir. Lukisan karya Antoine Jean Gros, 1808. (Wikimedia Commons).

BERSAMA putranya, John Lennon berdiri santai di garasi rumahnya pada suatu hari di tahun 1968. Pakaian Lennon amat mencolok. Sepatu kets dan bawahan jeans hitam amat kontras dengan kemejanya yang bermotif bunga kaya warna.  

Keduanya berdiri di samping limousine Rolls-Royce Phantom V. Senada dengan kemeja Lennon, limousine itu tak kalah ngejreng. Sekira setahun sebelumnya, J.P. Fallon, perusahaan yang dipercaya mengecat ulang Rolls-Royce itu, mengubah tampilannya dari hitam menjadi kuning bermotif bunga.

“Transformasi mobil Lennon merupakan sebuah titik referensi penting untuk menjelajahi hubungan antara musik dan fesyen,” tulis Janne Makela dalam John Lennon Imagined: Cultural History of a Rock Star.

BERSAMA putranya, John Lennon berdiri santai di garasi rumahnya pada suatu hari di tahun 1968. Pakaian Lennon amat mencolok. Sepatu kets dan bawahan jeans hitam amat kontras dengan kemejanya yang bermotif bunga kaya warna.  

Keduanya berdiri di samping limousine Rolls-Royce Phantom V. Senada dengan kemeja Lennon, limousine itu tak kalah ngejreng. Sekira setahun sebelumnya, J.P. Fallon, perusahaan yang dipercaya mengecat ulang Rolls-Royce itu, mengubah tampilannya dari hitam menjadi kuning bermotif bunga.

“Transformasi mobil Lennon merupakan sebuah titik referensi penting untuk menjelajahi hubungan antara musik dan fesyen,” tulis Janne Makela dalam John Lennon Imagined: Cultural History of a Rock Star.

Sekilas, motif limousine dan kemeja Lennon mirip batik. Jangan salah sangka. Itulah motif paisley, yang sedang digandrungi orang di penjuru dunia.

Sebagai pentolan The Beatles, grup rock n roll asal Liverpool, apa yang dilakukan dan dikenakannya selalu menjadi sorotan. Pers menjuluki limousin dan kemeja Lennon itu sebagai psychedelic, merujuk pada pengalaman atau kegiatan yang bertujuan mengendalikan jiwa dan pikiran; biasanya dengan obat-obat terlarang. Terminologi ini dipopulerkan Timothy Leary, Ralph Metzner, dan Richard Alpert dalam buku mereka, The Psychedelic Experience (1964).

Publik mengamini. Banyak di antara mereka marah. Beberapa perempuan bahkan mencela Lennon dengan sebutan “babi” karena kekurangajarannya yang merendahkan Rolls-Royce, salah satu kebanggaan Inggris. Lennon tak ambil pusing. Dia justru bangga dengan motif paisley yang menghiasi Rolls-Royce miliknya.

“Kendati musik tetap menjadi pusat dari kebintangan The Beatles dan Lennon, popularitasnya terus menyerap simbol-simbol yang tampaknya hanya punya sedikit relevansi dengan musik. Namun, ia jelas terkait ide-ide dari budaya musik, fesyen, dan cara bagaimana seorang bintang seharusnya bertindak,” lanjut Makela.  

Belakangan ini motif paisley kembali populer.

Mobil Rolls-Royce Phantom V milik John Lennon yang dilukis motif paisley dipamerkan di Cooper-Hewitt Museum, The Smithsonian Institution's National Museum of Design. (Wikimedia Commons).

Ekspresi Timur

Jauh sebelum Lennon menggunakannya pada pakaian dan mobilnya, motif paisley menghiasi pakaian dan beragam benda orang-orang Timur berabad-abad lalu. Para sejarawan meyakini motif ini berasal dari wilayah yang kini menjadi India, Pakistan, dan Persia. Namanya berbeda-beda di tiap tempat. Tradisi budaya dan kepercayaan melatarbelakangi kemunculan motif itu.

Di India, dengan nama buta (kerucut), motif ini muncul dari budaya India Kuno yang menghargai biji pinus (berbentuk kerucut). Mereka meyakini pinus merupakan simbol kesuburan, punya khasiat untuk kesehatan atau pengobatan serta menolak setan penyebab suatu penyakit. Sementara bagi orang-orang Tamil, paisley tak jauh dari mangga. Dalam budaya mereka, mangga amat dihormati. Karena itu desain paisley mereka bernama mangkolam (mangga).

Orang Persia menamakannya boteh jegheh, yang desainnya berbentuk tetesan air, kacang merah atau ginjal, mentimun, dan mangga –sampai-sampai orang Barat menyebut motif paisley dengan “acar Persia”. Semua desain itu menghiasi benda-benda ritual keagamaan Zoroaster, terutama pada kain. Dinasti Sasanid, yang berkuasa di Persia hingga Asia Tengah sekira abad ke-3 M, berperan dalam mempopulerkan motif ini.

Dalam perjalanan waktu, motif paisley tak semata menghiasi pakaian dan benda-benda ritual, tapi juga perhiasan (anting, liontin, cermin, sebagainya), kain-kain mahal, hingga desain taman.

Selain Persia, Kashmir menjadi pemain penting dalam evolusi motif tersebut. Pada masa Sultan Akbar dari Dinasti Mughal, motif paisley memasuki dunia industri. Sultan memproduksi syal bermotif paisley dalam jumlah besar. Desainnya mendapat banyak pengaruh dari budaya lain, terutama Tiongkok dan Timur Tengah. Umumnya berupa bunga melengkung berikut daun dan batang atau akar panjang melengkung.

Para pria Kashmir memakai syal bermotif paisley yang beraneka ragam desain untuk keperluan upacara. Selain itu, tulis Adam Geczy dalam Fashion and Orientalism: Dress, Textiles and Culture from the 17th to the 21st Century, “syal adalah ukuran dari kecakapan seorang artis, kekuatan patronase pribadi di India, dan komoditas perdagangan.” Saking berharganya, syal bermotif paisley dipakai untuk menyuap.

Berkat pelaut-pelaut Eropa, motif paisley merambah dunia Barat. Para pelaut Kongsi Dagang Inggris (EIC) membawa pulang syal dan kain bermotif paisley dari Kashmir/India dan Persia pada pertengahan 1600-an dan menjualnya dengan harga tinggi. Praktis, hanya bangsawan dan orang-orang kaya yang mampu membelinya. Tapi, berbeda dari Timur, konsumen di Inggris adalah perempuan, bukan pria. Permintaan meningkat pesat ketika orang percaya bahwa motif paisley bisa mengusir setan penyebab kematian. Kala itu Inggris sedang dilanda wabah penyakit.

Pada 1800, untuk memenuhi permintaan, Inggris mengimpor syal dan kain bermotif paisley dari Kashmir secara besar-besaran. Inggris akhirnya memproduksi sendiri pada akhir abad ke-19 setelah berdirinya sebuah pabrik di Norwich. Namun, skala produksinya tak besar.

Prancis mengikutinya tak lama kemudian dengan mendirikan sebuah pabrik di Lyon. Negeri itu mulai familiar dengan syal, pasmina, atau kain bermotif paisley setelah kampanye Napoleon Bonaparte ke Timur Tengah. Kaisar mendapatkan kain-kain paisley dari Mesir. “Selama ini, Napoleon mengirimkan mereka [beragam kain motif paisley] ke Josephine sebanyak ratusan,” tulis Adam Geczy, merujuk pada Josephine de Beauharnais, istri Napoleon.

Perang Napoleon, yang melahirkan blokade laut oleh Inggris, membuat Prancis tak lagi bisa mendapatkan bahan baku tekstil. Negeri itu sepenuhnya bergantung pada stok kain dari Inggris, termasuk yang bermotif paisley. Meski bisa mensiasatinya dengan mendatangkan langsung dari tempat-tempat yang tak dikuasai Inggris, seperti Mesir, mereka tak mampu mencukupi permintaan.

Tingginya animo orang Eropa terhadap syal dan kain bermotif paisley membuat orang Skotlandia melihatnya sebagai peluang bisnis. Perempuan-perempuan di Paisley, sebuah kota kecil di Skotlandia yang kemudian menjadi nama motif ini, membuat syal bermotif paisley untuk dijual. Dengan beragam inovasi, terutama penambahan motif bunga, dan harga yang jauh lebih murah ketimbang produk Kashmir, syal-syal paisley dari Skotlandia akhirnya merebut pasar Eropa. Sejak itu, penggunaan produk bermotif paisley meluas. Para koboi di Amerika ikut mengenakannya.

Murahnya harga dan cepatnya perkembangan mode membuat motif paisley perlahan ditinggalkan peminatnya. Pada akhir era Victoria, popularitasnya hampir pudar di Inggris dan Eropa.

Jimi Hendrix memakai baju motif paisley. (Barrie Wentzell/rockarchive.com).

Dipopulerkan Para Musisi

Motif paisley tak benar-benar punah. Di Inggris, banyak imigran dari Timur masih mengenakan syal atau kain bermotif paisley. Banyak kalangan, dari hippies hingga musisi, terinspirasi untuk mempercantik penampilan mereka dengan balutan pakaian bermotif praisley. Termasuk para personel The Beatles.

Sepulang dari belajar meditasi di India pada 1968, para personel The Beatles memakai baju boho bermotif paisley untuk mengkampanyekan perdamaian dunia yang kala itu terus dirongrong Perang Dingin. Musisi tenar lain seperti Mick Jagger dan Jimi Hendrix mengikuti. Dengan segera, motif paisley kembali populer.

Rumah-rumah mode seperti Yves Saint Laurent, Gucci, dan Burberry menangkap peluang itu dengan memproduksi beragam produk bermotif paisley, dari syal hingga jaket. Kaum hippies menginspirasi muda-mudi memakai beragam produk bermotif paisley. Bagi mereka, motif paisley merupakan simbol perlawanan terhadap kemapanan dan ketidakadilan. Sejak itu, motif paisley memasuki budaya populer dan ditahbiskan sebagai pakaian kebesaran musik rock.

Paisley menjadi penanda yang menyihir pada dekade 1960-an dan 1970. Kemampuannya untuk membangun diri, dan memuat motif-motif lain seperti bunga, membuatnya angker bagi ekses-ekses desain yang hampir selalu melibatkan kombinasi warna hidup,” tulis Adam Geczy.

Sempat timbul-tenggelam, tren paisley bangkit kembali lewat gelaran fesyen yang menampilkan beragam rancangan dari desainer ternama pada 2012. Sejak itu, laju paisley tak tertahankan. Trennya masih bertahan hingga kini.

Bentang panjang sejarah motif paisley itulah yang menginspirasi Fashion and Textile Museum di London untuk menghelat sebuah pameran bertajuk “Liberty in Fashion”, yang berlangsung Oktober 2015 hingga Februari 2016. Pameran itu memajang beragam koleksi produk milik perusahaan mode Liberty yang tengah merayakan usia 140 tahun. Liberty memang identik dengan motif paisley. Katalog produk awal Liberty menunjukkan mereka telah memproduksi kain paisley sejak 1880-an.

“Apa yang saya sukai dari paisley adalah ia memiliki makna yang dalam: melambangkan pohon kehidupan, telapak benih, hingga kesuburan... Itu selalu menarik, eksotis dan sejuk pada saat bersamaan: membayangkan Janis Joplin, David Bowie, Mick Jagger memakai pola dekoratif ini –ia punya getaran rock di dalamnya,” ujar desainer Veronica Etro, dilansir bbc.com.  

Tahun 2015, motif paisley kembali unjuk gigi. Penggunanya pun beragam. Termasuk Michele Obama, istri Presiden Barack Obama, yang mengenakan paisley dress rancangan Michael Kors Collection untuk acara Presidential Medal of Freedom, November tahun lalu.*

Majalah Historia No. 27 Tahun III 2016

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
6791cf38c0f01175a4cc7e92
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID