Jerman Timur punya Stasi yang memata-matai dan mengintimidasi, bahkan menculik dan membunuh rakyatnya. Stasi bertindak berdasarkan prinsip “Kepercayaan adalah baik, kontrol lebih baik lagi”.
Pertemuan Ministerium fuer Staatssicherheit atau lebih dikenal dengan Stasi di Istana Republik, Berlin, 6 Februari 1985. (Klaus Franke/Bundesarchiv).
Aa
Aa
Aa
Aa
8 JULI 1952. Berlin Barat. Masih pukul 07.30 ketika pengacara Walter Linse berangkat kerja. Di dekat rumahnya, dua lelaki mendekat dan meminjam korek api. Tiba-tiba dia ditarik paksa dan diseret ke dalam mobil yang terparkir di Gerichts Strasse –kini Walter Linse Strasse untuk mengenang peristiwa tersebut. Mobil kemudian melaju kencang ke arah Berlin Timur.
Linse mencoba melawan dan melarikan diri, namun penculik menembak kakinya. Apa yang terjadi di dalam mobil disaksikan orang-orang yang lewat. Seorang sopir truk jasa pengiriman, yang sedang parkir, mencoba mengejar. Salah satu penculik menebarkan paku dan melepaskan dua tembakan untuk menghentikan pengejaran.
Berita penculikannya menyebar dengan cepat. Penculikan itu bukanlah yang pertama namun menyulut kemarahan. Demonstrasi dan protes digelar di depan balaikota di Berlin-Schöneberg. “Berlin dan dunia marah atas kasus penculikan ini yang terjadi di siang bolong,” demikian disiarkan Neue Deutsche Wochenschau, Juli 1952.
Siapa di balik penculikan itu?
8 JULI 1952. Berlin Barat. Masih pukul 07.30 ketika pengacara Walter Linse berangkat kerja. Di dekat rumahnya, dua lelaki mendekat dan meminjam korek api. Tiba-tiba dia ditarik paksa dan diseret ke dalam mobil yang terparkir di Gerichts Strasse –kini Walter Linse Strasse untuk mengenang peristiwa tersebut. Mobil kemudian melaju kencang ke arah Berlin Timur.
Linse mencoba melawan dan melarikan diri, namun penculik menembak kakinya. Apa yang terjadi di dalam mobil disaksikan orang-orang yang lewat. Seorang sopir truk jasa pengiriman, yang sedang parkir, mencoba mengejar. Salah satu penculik menebarkan paku dan melepaskan dua tembakan untuk menghentikan pengejaran.
Berita penculikannya menyebar dengan cepat. Penculikan itu bukanlah yang pertama namun menyulut kemarahan. Demonstrasi dan protes digelar di depan balaikota di Berlin-Schöneberg. “Berlin dan dunia marah atas kasus penculikan ini yang terjadi di siang bolong,” demikian disiarkan Neue Deutsche Wochenschau, Juli 1952.
Siapa di balik penculikan itu?
Terbentuknya Polisi Rahasia
Setelah berakhirnya pemerintahan diktator Nazi dan ambruknya Kekaisaran Jerman, negara ini diguncang krisis ekonomi, kekurangan pangan, dan kemiskinan. “Sama seriusnya dengan kerusakan moral yang ditimbulkan oleh kesadaran penuh terhadap pembunuhan massal di kamp-kamp pemusnahan,” tulis sejarawan Jerman Hagen Schulze dalam Germany: A New History.
Dalam Deklarasi Berlin tanggal 5 Juni 1945, Sekutu sebagai pemenang perang menyatakan diri sebagai otoritas tertinggi di Jerman. Mereka kemudian membagi Jerman menjadi dua zona militer. Sektor barat dikuasai Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat, menjadi Republik Federal Jerman (BRD) atau lebih dikenal sebagai Jerman Barat. Sektor timur yang dikuasai Soviet menjadi Republik Demokratik Jerman (DDR) atau Jerman Timur.
Jerman Barat, yang menerapkan sistem demokrasi parlementer, memberikan kebebasan politik kepada warganya dan berhasilkan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Jerman Timur menyatakan diri sebagai borjuis-demokratik, dengan sistem lima partai. Tapi nyatanya, sejak awal, kekuasaan politik berada di tangan Partai Persatuan Sosialis Jerman (Sozialistische Einheitspartei Deutschlands, SED) yang komunis. Partai ini, didukung kekuatan pendudukan Soviet, berasal dari fusi paksa Partai Komunis Jerman dan Partai Sosial Demokratis.
Pada 1952, SED menganjurkan “pembangunan sosialisme” dan secara sistematis merancang Jerman Timur menurut model Soviet. Orang yang memberi perintah ini adalah Walter Ulbricht, ketua Komite Sentral SED. Ketika ketidakpuasan terhadap rezim SED memuncak dalam pemberontakan pada Juni 1953, “Polisi Keamanan Negara” (Ministerium fuer Staatssicherheit, MfS) atau lebih dikenal dengan Stasi bertindak represif. Ribuan orang ditangkap.
Dibentuk pada 8 Februari 1950, dengan motto “perisai dan pedang partai”, Stasi menjadi instrumen SED untuk memantau aktivitas rakyat dan menegakkan kekuasaannya. Tujuannya mencegah terbentuknya oposisi dan “Republik Pelarian”, istilah untuk orang-orang yang melarikan diri ke luar negeri, khususnya Jerman Barat –dan karena itulah SED memerintahkan pembangunan Tembok Berlin atau dalam istilah mereka “tembok antifasis” pada 1961.
“Stasi bukan hanya perisai dan pedang, tetapi merupakan bagian integral, sebuah elemen struktural dari partai negara,” kata Ilko-Sascha Kowalczuk, penulis buku Stasi Konkret, kepada majalah Cicero.
Stasi jauh lebih buruk ketimbang Gestapo, jika Anda hanya mempertimbangkan penindasan terhadap rakyatnya sendiri.
Sekalipun sebelumnya diterapkan, di bawah Erich Mielke, yang menjadi kepala Stasi pada 1957, Stasi bertindak berdasarkan prinsip: “Kepercayaan adalah baik, kontrol lebih baik lagi.” Mereka mengawasi ketat rakyat Jerman Timur, dan sejumlah file sudah dipersiapkan.
Stasi merekrut “karyawan tidak resmi” (Inoffizielle Mitarbeiter, IM) untuk memata-matai orang dan menemukan potensi pengkhianatan. Biasanya mereka mendapatkan nama orang-orang yang jadi target dan harus menandatangani “sumpah yang ditulis sendiri, ‘untuk kepentingan rakyat DDR’, menjaga mata mereka terbuka dan menginformasikan kepada Stasi tentang aktivitas sehari-hari tetangga, rekan kerja, dan bahkan teman-teman mereka, serta melaporkan segala sesuatu yang mungkin akan membahayakan negara,” ujar Jana Döhring, mantan “karyawan tidak resmi” Stasi.
“Stasi jauh lebih buruk ketimbang Gestapo, jika Anda hanya mempertimbangkan penindasan terhadap rakyatnya sendiri,” ujar Simon Wiesenthal dari Wina, Austria, yang telah berburu penjahat Nazi selama setengah abad, dikutip John O. Koehler dalam Stasi: Untold Story of the East German Secret Police. Gestapo adalah polisi rahasia Nazi. “Gestapo punya 40.000 petugas yang mengawasi sebuah negara berpendudukan 80 juta, sedangkan Stasi mempekerjakan 102.000 untuk mengontrol hanya 17 juta.”
Stasi bukan hanya mengambil tindakan terhadap pengkhianat potensial di Jerman Timur. Orang-orang yang melarikan diri ke Jerman Barat dilacak, ditangkap, dan dibawa kembali ke Jerman Timur. “Di satu sisi, mereka harus menunjukkan kekuatan dan kehadiran di Barat, tapi di sisi lain mereka tak mau bertanggung jawab atas penculikan tersebut,” kata sejarawan Susanne Muhle.
Penculikan Walter Linse juga kejahatan bermotif politik yang dilakukan Stasi.
Neraka di Bumi
Walter Linse memutuskan pindah ke Jerman Barat karena tak tahan terus didesak untuk jadi anggota SED. Selama hidupnya di Berlin Barat, Linse bekerja untuk Untersuchungsausschuss Freiheitlicher Juristen (UFJ), sebuah asosiasi pengacara, dan kemudian jadi salah satu tokoh terkemuka. Di UFJ, sekira 80 karyawan penuh waktu mengumpulkan informasi pelanggaran hak asasi manusia, keadaan ekonomi, dan situasi politik di Jerman Timur. Pada musim panas tahun 1952, Linse sedang mempersiapkan sebuah konferensi pengacara internasional di Berlin, yang akan memasukkan pelanggaran hukum di Jerman Timur sebagai topik pembahasan.
“Stasi dan Soviet yakin peranan UFJ sebagai tangan kanan spionase Amerika di Jerman Timur...,” tulis Arthur Lee Smith dalam Kidnap City: Cold War Berlin. “Seperti organisasi antikomunis lain di Berlin Barat, Polisi Keamanan Jerman Timur menempatkan pemimpinnya dalam daftar yang harus diculik.”
Dari markasnya di Berlin-Lichtenstein, atas nama pemimpin SED, Stasi mempersiapkan operasi. Mereka mempelajari dan melaporkan kebiasaan dan gerak Linse. Penjahat profesional kemudian ditugaskan melaksanakan penculikan.
Setelah diculik, Linse dibawa ke penjara Stasi di Berlin-Hohenschönhausen. Dia diinterogasi secara brutal selama hampir setengah tahun dan kemudian diserahkan kepada polisi rahasia Soviet. Pengadilan militer Rusia menjatuhkan hukuman mati padanya dengan tuduhan pengkhianatan karena membentuk sebuah organisasi anti-Soviet. Hari-hari terakhirnya dihabiskan di penjara Butyrka di Moskow. Dia dieksekusi pada Desember 1953.
Banyak sejarawan kemudian mengkritisi masa lalu Linse, terutama aktivitasnya selama era Nazi. Pada 2007 diumumkan bahwa dia terlibat dalam pengalihan properti Yahudi ke Kamar Dagang dan Industri di Chemnitz, di mana dia jadi penasihat hukum, dari tahun 1938 sampai 1942. Mungkin itulah alasan mengapa Soviet tertarik padanya. Namun, kasus Walter Linse menjadi contoh bagaimana kerja polisi rahasia di negara totaliter serta posisi Soviet terhadap Jerman Timur, yang melampaui posisi penguasa pendudukan.
Target Stasi lainnya adalah Robert Bialek, mantan pejabat SED yang, karena kecewa dengan sosialisme di Jerman Timur, pindah ke Jerman Barat. Dia ingat perselisihannya dengan Erich Mielke, wakil kepala Pemerintahan Dalam Negeri (Deutsche Verwaltung des Innern, DvdI) yang juga wakil kepala Polisi Rakyat (Volkspolizei). Bialek sendiri waktu itu adalah inspektur jenderal Polisi Rakyat. Dia menyebut Mielke orang yang sinis dan tak adil kepada bawahan serta mengorbankan tujuan SED demi kepentingan pribadi dan kariernya. Tak terima dengan tuduhan itu, Mielke meradang. “Kau bajingan, pengkhianat, kau harus ditangkap!” wartawan Klaus Taubert mengutip kata-kata Mielke dalam artikel yang dimuat Spiegel Online, 25 Juni 2010.
Konsekuensinya segera menyusul. Terlebih Mielke berhubungan baik dengan Walter Ulbricht. Bialek diturunkan dari jabatannya dan dikeluarkan dari SED pada 1952. Bialek kemudian melarikan diri ke Berlin Barat. Di sana, dia bekerja untuk saluran berita BBC dan dalam siarannya kerap menyinggung ketidakadilan di Berlin Timur. “Dia seorang pengkhianat di mata Stasi,” ujar Karl Wilhelm Fricke, ahli Stasi dan mantan korban penculikan.
Stasi, atas perintah SED, melacaknya, menemukannya, dan sejak itu dia tak pernah terlihat lagi. “Saya tak bisa mengerti bagaimana manusia bisa menghilang seperti itu,” kata Dagmar Alheit, putri Robert Bialek. Berdasarkan penyelidikan kemudian, Bialek dibawa ke penjara Stasi di Berlin-Hohenschönhausen.
Sering kali Jerman Barat menebus mereka. Menurut Koehler, antara 1963–1969, Jerman Barat membayar DM5 miliar (sekira Rp30 triliun) kepada rezim komunis untuk membebaskan 34.000 tahanan politik. Harga per kepala bervariasi, tergantung seberapa penting tahanan politik atau lamanya hukuman. Yang tertinggi, DM450.000 (sekira Rp2,6 miliar), dibayarkan untuk menebus Count Benedikt von Hoensbroech, yang punya hubungan keluarga dengan Ratu Fabiola dari Belgia. Ribuan tahanan lainnya tetap mendekam di penjara Stasi di Berlin-Hohenschönhausen yang terkenal kejam.
Penjara Hohenschönhausen menjadi neraka di bumi bagi banyak orang dan sebuah tempat yang akan tetap diingat untuk waktu lama. Untuk mendapatkan informasi, petugas Stasi menerapkan penyiksaan fisik hingga psikologis. ”Mereka bisa melakukan apapun yang mereka inginkan kepada Anda. Anda tak berdaya melawan orang-orang ini,” ujar Andrew B., mantan tahanan Hohenschönhausen, dikutip Stefan Nicola, koresponden kantor berita United Press International (UPI) Eropa, yang menulis laporan khusus tentang kondisi di penjara itu. Karena tak tahan, beberapa tahanan memilih bunuh diri.
Dibubarkannya Stasi
Setelah Erich Honecker menjabat sekretaris jenderal Komite Sentral SED pada 1971, dan kemudian ketua Dewan Negara (Vorsitzender des Staatstrats der DDR) yang secara de jure berarti kepala negara, kebijakan ekonomi dan sosial yang diambilnya tetap tidak meningkatkan standar hidup rakyat Jerman Timur. Ketidakpuasan menyebar dengan cepat.
Selama protes sipil menentang Stasi di Alexanderplatz, Berlin Timur, pada 4 November 1989, banyak orang mengutarakan pendapat mereka tentang Stasi. “Sebuah bangsa yang waspada adalah pengamanan negara terbaik,” terdengar dari banyak mulut orang. Jatuhnya Tembok Berlin pada 9 November 1989 menandai akhir dari pemisahan Jerman secara simbolis. Dan dengan penyatuan kembali Jerman (reunifikasi) pada 3 Oktober 1990, Jerman Timur telah gagal sebagai sebuah negara.
Bekas markas Stasi kemudian dijadikan pusat penelitian dan tempat peringatan atas sistem politik di Jerman Timur, Forschungs-und Gedenkstätte Normannenstraße atau lebih dikenal sebagai Museum Stasi, yang mulai bisa diakses publik sejak Januari 2012.
Pada hari reunifikasi, pastor Joachim Gauck –mantan pembangkang Jerman Timur dan kelak jadi presiden Jerman– diangkat sebagai Federal Commissioner of the Stasi Archives (Bundesbehörde für die Stasi-Unterlagen, BStU), badan pemerintah yang dibentuk untuk mengolah dokumen Stasi sepanjang 158 km. Günter Bormann, seorang karyawan dari otoritas Komisaris Federal untuk Arsip Stasi, mengatakan bahwa para perwira Stasi masih menggunakan kekuatan terakhir mereka untuk menghancurkan dokumen-dokumen ini di tengah malam.
Pengolahan dokumen-dokumen Stasi memungkinkan para korban mengetahui informasi apa saja yang dikumpulkan Stasi tentang mereka. Ia juga membantu dalam penuntutan mantan anggota Stasi, yang setidaknya 17.223 orang masih bekerja di Jerman Timur dalam layanan publik. “Antara tahun 1950 dan 1989, total 274.000 orang bertugas di Stasi,” tulis John O. Koehler.
Mengingat betapa banyak orang yang dipenjara oleh Stasi, sulit mendapatkan data yang akurat berapa orang yang ditahan Stasi. “Alasannya, antara lain, di internal DDR tak mendata terus-menerus. Namun, ada beberapa perkiraan yang didasarkan berbagai petunjuk,” tulis Ansgar Borbe dalam Die Zahl der Opfer des SED-Regimes. Pada 1994, Departemen Kehakiman Federal memperkirakan sekira 180.000 orang ditahan, beberapa ribu di antaranya tewas di dalam tahanan.
Dia juga memuat rincian berdasarkan data dari tulisan Ehrhart Neubert, “Politische Verbrechen in der DDR”, dimuat dalam Stéphan Courtois (ed.), Das Schwarzbuch des Kommunismus, yang memperkirakan sekitar 500 orang diculik dan dipindahkan dari Jerman Barat ke Jerman Timur.
Namun, upaya menyeret para petinggi Stasi dan SED berjalan lamban, karena banyak dokumen yang hilang. Kalau pun ada, sedikit. Salah satunya Egon Krenz, Sekretaris Jenderal Komite Sentral SED yang dengan demikian orang penting terakhir di DDR. Dia dijatuhi hukuman enam setengah tahun penjara.
Surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk Honecker dan Mielke. Soviet mengatur pelarian Honecker ke Moskow, di mana dia mendapat perlindungan dari Presiden Mikhail Gorbachev. Ketika Soviet runtuh, Presiden Boris Yeltsin mengusir Honecker. Dia ditangkap saat kembali ke Jerman, tetapi pengadilan baru menyidangkannya ketika dia didiagnosis menderita kanker hati. Dia terbang ke Chile bersama istrinya dan tinggal bersama putri mereka yang menjadi warga negara Chile. Dia meninggal pada 1994. Sementara Mielke diadili, bukan sebagai bos Stasi tapi atas pembunuhan dua polisi pada 1931. Dia dinyatakan bersalah dan divonis tujuh tahun penjara –dia dibebaskan lebih awal dengan alasan kesehatan. Mielke meninggal dunia pada 2000.
Namun, hanya sedikit anggota Komite Sentral SED yang diseret ke pengadilan, sedikit menyembuhkan luka mendalam dari para korban. Pengakuan Mielke, di depan anggota Parlemen Jerman Timur pada 13 November 1989, tak punya efek besar. Mielke membela diri atas apa yang dilakukannya selama memimpin Stasi. Dia menyebut orang-orangnya telah bekerja dengan baik, sesuai Konstitusi dan hukum, demi mempertahankan perdamaian dan memperkuat ekonomi sosialis. “Saya suka semua, semua orang...,” ujar Mielke yang disambut ledakan tawa. “Jadi, saya meminta pengertian Anda. Jika saya melakukan itu, maka saya minta maaf atas kesalahan itu.”*