Di Luar Jangkauan Radar Partai

Gerakan Pemuda Sosialis sempat mendongkrak suara PSI di Pemilu 1955. Berakhir di bawah naungan pohon beringin.

OLEH:
Hendaru Tri Hanggoro
.
Di Luar Jangkauan Radar PartaiDi Luar Jangkauan Radar Partai
cover caption
Konferensi GPS di Waled, Cirebon pada 10-16 Maret 1956 mencetuskan garis massa organisasi GPS. (Suara Sosialis, Maret 1958).

JALAN hidup R.O. Tambunan berubah. Sejak bertemu LM Sitorus, dia melupakan minat melanjutkan sekolah di Departemen Keuangan. “Dia terpikat PSI dan tertarik bergabung,” tulis Irawan Saptono dalam Membela Demokrasi: Biografi Politik RO Tambunan

Sebagai batu loncatan, Tambunan yang kala itu pegawai muda Dewan Pengawas Keuangan di Bogor, Jawa Barat, jadi pengurus Gerakan Pemuda Sosialis (GPS) cabang Bogor pada 1955. 

GPS Bogor belum lama terbentuk. Kehadirannya menambah organisasi penyokong PSI di Jawa Barat. Gerakan Tani Indonesia (GTI) sudah duluan berdiri. Dua organisasi ini mendongkrak suara PSI untuk wilayah Jawa Barat.

JALAN hidup R.O. Tambunan berubah. Sejak bertemu LM Sitorus, dia melupakan minat melanjutkan sekolah di Departemen Keuangan. “Dia terpikat PSI dan tertarik bergabung,” tulis Irawan Saptono dalam Membela Demokrasi: Biografi Politik RO Tambunan

Sebagai batu loncatan, Tambunan yang kala itu pegawai muda Dewan Pengawas Keuangan di Bogor, Jawa Barat, jadi pengurus Gerakan Pemuda Sosialis (GPS) cabang Bogor pada 1955. 

GPS Bogor belum lama terbentuk. Kehadirannya menambah organisasi penyokong PSI di Jawa Barat. Gerakan Tani Indonesia (GTI) sudah duluan berdiri. Dua organisasi ini mendongkrak suara PSI untuk wilayah Jawa Barat. 

Usai pemilu, GPS Bogor kerap bergerak selaras dengan GTI Bogor. Misalnya saat sengketa tanah onderneming (perkebunan swasta). “Mereka menuntut para penggarap tanah onderneming di Pondokgede dan Srondol menyerahkan tanah garapannya kepada petani,” tulis Pedoman 15 Februari 1956. 

R.O. Tambunan, ketua GPS. (Repro Membela Demokrasi).

Mengabaikan Pemuda

Sebelum Pemilu 1955, PSI kurang memperhatikan soal pemuda. Mereka khawatir sejarah Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), yang kemudian memilih gabung PKI, terulang. Mereka juga tak ingin organisasi pemuda justru merepotkan partai. 

Sejumlah kader tak bisa menerima pandangan Pimpinan Pusat PSI. Bahkan Seksi Pemuda PSI mengkritik, dikutip Suara Sosialis, 12 Februari 1954, “partai kita tidak atau belum mempunyai pegangan yang jelas mengenai politiknya terhadap pemuda dan organisasi pemuda.” 

Tak mau PSI tertinggal jauh dari partai-partai lain, Seksi Pemuda pun mengajak kader lekas bergerak. Pada 27 November 1954, sejumlah gerakan pemuda berhaluan sosialis menggelar konferensi di Jakarta. 

“Konferensi berkeputusan bulat untuk meleburkan seluruh organisasi pemuda sosialis di Indonesia dalam satu wadah bernama GPS,” tulis Pedoman, 30 November 1954. GPS dipimpin Suwandi Citut dan Gatut Kusumohadi. Sejumlah cabang terbentuk. Di Sumatra Barat, Jakarta, dan sejumlah wilayah di Sulawesi, GPS unjuk gigi. 

GPS coba mewadahi aspirasi pemuda. Mereka tak segan mengkritik pemerintah. Misalnya, dalam soal pendidikan. “Pemerintah memiliki jutaan rupiah untuk membangun perguruan tinggi, kantor-kantor mewah, dan mengirim ‘pengamat’ ke luar negeri, tapi tak ada perhatian sedikit pun diberikan untuk menunjang pendidikan dasar dan menengah,” kecam mereka, dikutip Justus M. Van der Kroef, “The Trials of Indonesian Democracy”, dimuat The Review of Politics, Vol. 20 No. 1, Januari 1958. 

Gatut Kusumohadi, ketua GPS. (Dok. Thea Susetia Kusumo).

Mendukung Pergolakan Daerah

GPS berazas serupa PSI, tapi mereka tak rela berada dalam struktur formal PSI. “Antara GPS dengan PSI sama sekali tidak sama, hanya secara kebetulan bersamaan dalam dasarnya,” kata Hassam, pengurus pusat GPS, dikutip Pedoman, 21 April 1955. 

GPS punya garis politik sendiri. Misalnya, ketika terjadi pergolakan daerah, GPS lebih terang mendukungnya ketimbang PSI. Bahkan mereka mengeluarkan pernyataan resmi, menyebut “pergolakan dan kehancuran dewasa ini adalah tanda-tanda kehancuran masyarakat sentralistis,” dikutip Pedoman, 8 Agustus 1957. 

Mereka menduga masyarakat sosialistis bakal segera terwujud. Pemerintahan baru juga akan muncul. Prediksi GPS keliru. Sukarno justru kian kuat. 

Meski tak menginduk ke PSI, GPS kehilangan arah ketika PSI bubar. “Pembubaran PSI mendorong Gerakan Pemuda Sosialis mencari wahana politik baru,” tulis Irawan Saptono. 

Dalam situasi sulit itu, R.O. Tambunan tampil sebagai ketua GPS. Dia coba membawa GPS ke Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 1964. Sejak itu, GPS berlindung di bawah pohon beringin.*

Majalah Historia No. 18 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65ac8f86b8ab45c07bf350e5