Generasi Para Penghibur

Orang-orang keturunan Arab melahirkan para penghibur. Dari dunia seni peran sampai tarik suara.

OLEH:
Fajar Riadi
.
Generasi Para PenghiburGenerasi Para Penghibur
cover caption
Achmad Nungcik Alcaff dalam adegan film Lewat Djam Malam, 1954. (Koleksi Sinematek).

ABU Bakar Bafagih muda diminta mengelola pabrik batik milik keluarga di Pekalongan. Namun, Bafagih tak punya minat berbisnis. Hatinya tertambat pada sandiwara stambul. Maka, dia pergi dari rumah, ikut rombongan kelompok stambul di Jawa Timur. Setelah keluar-masuk menimba ilmu di beberapa rombongan, dia membentuk kelompok stambulnya sendiri: Opera Valencia.  

Opera Valencia lantas hijrah ke tanah Priangan. Di Sumedang dia bertemu seorang biduanita tonil Sunda bernama Nyi Tjitjih. Terkesima, Bafagih mengajaknya bergabung. Gayung pun bersambut.  

“Setelah berkeliling Jawa Barat sampailah rombongan ini di Batavia pada tahun 1928. Di tahun yang sama pula Abu Bakar Bafagih menyunting Nyi Tjitjih untuk menjadi istri keduanya. Nyi Tjitjih diubah namanya menjadi Miss Tjitjih,” tulis Varia edisi Desember 1962. Kelompok stambulnya juga diubah namanya jadi tonil Miss Tjitjih.

ABU Bakar Bafagih muda diminta mengelola pabrik batik milik keluarga di Pekalongan. Namun, Bafagih tak punya minat berbisnis. Hatinya tertambat pada sandiwara stambul. Maka, dia pergi dari rumah, ikut rombongan kelompok stambul di Jawa Timur. Setelah keluar-masuk menimba ilmu di beberapa rombongan, dia membentuk kelompok stambulnya sendiri: Opera Valencia.  

Opera Valencia lantas hijrah ke tanah Priangan. Di Sumedang dia bertemu seorang biduanita tonil Sunda bernama Nyi Tjitjih. Terkesima, Bafagih mengajaknya bergabung. Gayung pun bersambut.  

“Setelah berkeliling Jawa Barat sampailah rombongan ini di Batavia pada tahun 1928. Di tahun yang sama pula Abu Bakar Bafagih menyunting Nyi Tjitjih untuk menjadi istri keduanya. Nyi Tjitjih diubah namanya menjadi Miss Tjitjih,” tulis Varia edisi Desember 1962. Kelompok stambulnya juga diubah namanya jadi tonil Miss Tjitjih.  

Miss Tjitjih jadi primadona panggung. Namun, usianya tak panjang. Hanya 28 tahun. Sepeninggalannya, kelompok sandiwara ini tetap bertahan, bahkan hingga hari ini. Sejak lama jagat hiburan mendapat sentuhan orang-orang keturunan Arab. Setelah era seni pertunjukan keliling tergerus zaman, mereka meramaikan dunia perfilman.

Pascakemerdekaan, Achmad Nungcik Alcaff adalah nama besar dalam dunia perfilman Indonesia. Mulanya dia aktif dalam dunia panggung dengan mendirikan kelompok sandiwara Tjendrawasih. Memulai debut aktor dalam film Dosa Tak Berampun pada 1951, dia mendapat penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik dalam Festival Film Indonesia pada 1955 berkat aktingnya yang ciamik dalam film Lewat Djam Malam, besutan Usmar Ismail.  

Tampaknya dunia hiburan memberi banyak ruang bagi orang-orang keturunan Arab dari dulu hingga kini.

Jejaknya diikuti Aminah Cendrakasih, yang sudah memerankan lebih dari 60 film sejak 1951, di antaranya Benyamin Raja Lenong, Jinak-Jinak Merpati, dan Gitar Tua Oma Irama. Peran yang paling diingat masyarakat adakah sebagai tokoh Mak Nyak Lela dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Tahun 2013, Aminah mendapat Penghargaan Pengabdian Seumur Hidup dalam Indonesian Movie Awards atas kiprahnya dalam dunia perfilman.  

Dalam film komedi, Fuad Alkhar, yang lebih dikenal sebagai Abud, mudah dikenali lewat gaya bicaranya yang kerap menggunakan istilah-istilah Arab. Filmnya antara lain Salah Pencet, Catatan Si Boy, dan Akal-Akalan.

Orang-orang keturunan Arab juga melahirkan generasi sutradara. Misalnya Ishaq Iskandar. Iskandar sempat menjadi pemeran dalam film Operasi X, Hostes Anita, dan Sunan Kalijaga sebelum beralih jadi sutradara. Ali Topan Anak Jalanan yang dirilis pada 1977 adalah salah satu film besutannya.

Yang tak bisa dilupakan tentunya Ali Shahab. Belasan film digarapnya seperti Beranak dalam Kubur, Manusia Enam Juta Dolar, dan sebuah sinetron TVRI yang sangat terkenal pada 1980-an berjudul Rumah Masa Depan.  

Di panggung musik, orang-orang macam Husein Bawafie dan Abdul Kadir mengembangkan musik gambus yang kelak berkembang menjadi dangdut. Jalan berbeda dilakoni Achmad Albar. Putra Syech Albar, pemain gambus terkenal di zamannya, ini memulai karier sebagai bintang film cilik. Sempat mendirikan kelompok band anak-anak bernama Suara Remaja dan band Clover Leaf ketika tinggal di Belanda, dia dikenal setelah membentuk God Bless, grup rock yang sempat merajai panggung musik tanah air. Dia juga bernyanyi solo, tergabung dalam Duo Kribo dan Gong 2000.  

Tampaknya dunia hiburan memberi banyak ruang bagi orang-orang keturunan Arab, hingga kini. Keluarga Sungkar, misalnya. Setelah Mark Sungkar, bintang film tenar pada masanya, tak lagi berkiprah, anak-anaknya –Shireen Sungkar dan Zaskia Sungkar– mengikuti jejaknya. Darah seni Achmad Albar menurun pada anaknya, Fachri Albar, yang lebih memilih jadi seorang aktor. Tak ketinggalan nama-nama seperti Nabila Syakieb, Fathir Muchtar, Fauzi Baadillah, bahkan aktor cilik macam Ibrahim Khalil Alkatiri (Baim) dan Nizam Zayla Ali (Nizam).  

Orang-orang keturunan Arab masih akan terus melahirkan generasi penghibur.*

Majalah Historia No. 15 Tahun II 2013

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
668256ae4fe27757dbc42b92