Hitam-Putih Catur Indonesia

Pemain catur itu ada di mana-mana. Ibarat ikan, tinggal disendok saja. Tapi kenapa jagoan catur di Indonesia sedikit sekali.

OLEH:
Randy Wirayudha
.
Hitam-Putih Catur IndonesiaHitam-Putih Catur Indonesia
cover caption
Ilustrasi: Betaria Sarulina

DI lantai tujuh Gedung Nusantara I DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta, Utut Adianto lagi kedatangan tamu. Di sebuah ruangan, dengan meja oval besar di tengahnya, beberapa rekannya sedang rehat makan siang. Tapi Utut memilih berada di ruang di sebelahnya yang lebih kecil, tempat ia menyibukkan diri sebagai ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Meja kerjanya penuh tumpukan berkas. Atribut-atribut partai banteng moncong putih menghiasi ruangan. Beberapa memorabilia catur, termasuk papan demonstrasi, tersemat di pojok ruangan. 

Siapapun tahu Utut pernah didapuk sebagai pecatur terbaik Indonesia dengan gelar Grandmaster (GM). Meski sudah pensiun sebagai pemain dan juga pelatih, ia tak benar-benar meninggalkan permainan asah otak yang membesarkan namanya. Terlebih ia menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB Percasi) untuk periode kedua.

“Setiap saya datang ke daerah pasti saya sumbang papan catur, jam catur, papan demonstrasi. Paling enggak teman-teman yang menekuni ini oh ketua umum PB-nya datang dengan membawa sesuatu, bukan mengharap sesuatu,” ujarnya sembari menunjuk beberapa goodie bag berlogo Percasi di sudut ruangan. 

DI lantai tujuh Gedung Nusantara I DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta, Utut Adianto lagi kedatangan tamu. Di sebuah ruangan, dengan meja oval besar di tengahnya, beberapa rekannya sedang rehat makan siang. Tapi Utut memilih berada di ruang di sebelahnya yang lebih kecil, tempat ia menyibukkan diri sebagai ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Meja kerjanya penuh tumpukan berkas. Atribut-atribut partai banteng moncong putih menghiasi ruangan. Beberapa memorabilia catur, termasuk papan demonstrasi, tersemat di pojok ruangan. 

Siapapun tahu Utut pernah didapuk sebagai pecatur terbaik Indonesia dengan gelar Grandmaster (GM). Meski sudah pensiun sebagai pemain dan juga pelatih, ia tak benar-benar meninggalkan permainan asah otak yang membesarkan namanya. Terlebih ia menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB Percasi) untuk periode kedua.

“Setiap saya datang ke daerah pasti saya sumbang papan catur, jam catur, papan demonstrasi. Paling enggak teman-teman yang menekuni ini oh ketua umum PB-nya datang dengan membawa sesuatu, bukan mengharap sesuatu,” ujarnya sembari menunjuk beberapa goodie bag berlogo Percasi di sudut ruangan. 

Bagi Utut, membina catur pada masa kiwari gampang-gampang susah. Indonesia tak pernah kekurangan orang pintar. Catur juga bukan olahraga mahal, malahan dimainkan beragam lapisan masyarakat di warung kopi hingga kampung-kampung. Sayangnya, potensi itu tak digali, dibibit, dan dibina. Percasi juga tak punya cukup dana.

“Pemain catur itu kayak ikan, disendok di mana-mana ada. Problemnya, semua terpusat ke PB Percasi. Idealnya ada di pengprov-pengprov,” ujar Utut. “Kita paham karena keuangan terbatas.”

Padahal, jika menengok ke belakang, tidak sedikit pecatur Indonesia yang dikenal dunia. Bahkan, jauh sebelum Republik berdiri, jago-jago catur bumiputera, terutama dari Tanah Batak, disegani pecatur ternama Eropa. 

Utut Adianto, Ketua umum PB Percasi. (Fernando Randy/Historia.ID)


Pecatur Karo

“Schaak”, begitulah sebutan permainan catur modern dalam lidah orang-orang Belanda.

Orang-orang Belanda memperkenalkan catur modern, dengan peraturan bakunya, di Jawa pada akhir abad ke-19. Mereka kemudian mendirikan perkumpulan-perkumpulan catur di sejumlah kota hingga terbentuk organisasi gabungan Nederlandsch-Indische Schaakbond (NISB) di Yogyakarta pada 1915. 

“Yogyakarta ketika itu telah mengambil prakarsa karena waktu itu tinggal di situ D. Bleykmans yang selama 25 tahun menjadi ‘nabi catur’ Hindia Belanda,” catat Frits Kilian Nicolas Harahap, yang pernah jadi ketua umum Percasi periode 1955-1965, dalam Sejarah Catur Indonesia.

Namun sejatinya, catur sudah dikenal di Indonesia jauh sebelumnya. Harahap mencatat permainan ini dibawa orang-orang India antara abad ke-5 dan ke-6. Disusul kemudian bangsa Arab. “Bangsa Arab datang membawa agama dan catur,” tulis Harahap.

Seiring waktu “catur tradisional” ini digemari masyarakat Nusantara, terutama oleh orang-orang Karo. Bahkan catur menjadi bagian dari hidup masyarakat Karo. Orang Karo memainkan catur sekadar hobi di kedai kopi maupun untuk taruhan –berupa barang, hewan ternak, sampai lahan pertanian. Permainan ini berkembang dan memunculkan apa yang dikenal sebagai “catur Karo”.

Catur Karo berbeda dari catur modern. Papannya lebih besar. Bidaknya lebih banyak daripada catur modern yang memiliki 32 bidak. Dalam catur Karo, ada tambahan 2-3 pion di belakang benteng sebagai pasukan cadangan atau bantuan. Bila bidak lain dimakan lawan, bidak cadangan masuk ke gelanggang. Umumnya yang memakai bidak cadangan ialah yang lemah menghadapi pemain lebih pintar. 

Catur Karo awal abad ke-20. (Tropenmuseum).

“Tapi penambahan bidak cadangan adalah hasil pembicaraan/kesepakatan sebelumnya,” tulis Tridah Bangun dalam Manusia Batak Karo.

Orang-orang Karo mengenal catur modern setelah lahirnya klub catur Die Witte Societeit di kota Medan pada 1910. Sejak itu pula para pecatur Karo, yang notabene buta aksara, dikenal jago-jago catur Eropa. Sebut saja Si Hukum yang pernah mengalahkan jago catur Belanda, Max Euwe. Karena penasaran, Euwe mewawancarai Si Hukum.

“Dr. Euwe mewawancarai Si Hoekoem. Pecatur Batak itu menunjukkan ia punya penilaian yang tepat,” tulis suratkabar Het Volk, 25 Oktober 1930.

Permainan catur pada masa kolonial. (KITLV).

Kelak, Tanah Karo masih melahirkan pecatur-pecatur handal. Salah satunya Cerdas Barus, pecatur tuna rungu yang meraih gelar GM pada 2002.

Di Pulau Jawa, catur modern bukan hanya digeluti orang-orang Eropa tapi juga bumiputera dan Tionghoa. Mereka berinisiatif mendirikan perkumpulan. Lahirlah antara lain P.B.S, Langen Tjatoer, Koeda Poetih, Marsoedi Tjatoer Panglipoer, Tjatoer Semarang Weten, Roekoen Agawa Santosa, dan Schaakvereeniging Horas. 

Pada 1936, dilansir Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië tertanggal 30 November 1936, pecatur dari perkumpulan-perkumpulan tersebut mengadakan rapat di kediaman Raden Mas Ilyas di Redjosari, Semarang, Jawa Tengah, untuk membentuk persatuan catur. Kepengurusan dibentuk, dengan ketuanya Hadisoenarto. Terbentuklah Persatoean Perkoempoelan Tjatoer Indonesia Semarang (PPTIS) yang resmi berdiri pada Januari 1937.

Setahun kemudian, untuk menyaingi NISB, pengurus PPTIS menjalin kerjasama dengan perkumpulan catur Solo, Surabaya, dan Bandung. Lahirlah Persatoean Tjatoer Seloeroeh Indonesia atau disingkat Pertjasi dengan kantor pusat di Semarang.


Para Jagoan Catur

Sempat vakum saat pendudukan Jepang, catur menggeliat lagi. Percasi bereinkarnasi pada 1948 walau baru diresmikan pada 17 Agustus 1950 yang diketuai dr. Suwito Mangkusuwondo. Agenda pertamanya, menyebarluaskan catur sekaligus mempersiapkan kejuaraan nasional yang baru bisa dihelat pada 1952.

Dari situ mulai mulai bermunculan jago-jago catur, di antaranya H. Rachmat, Ang Tjing Sing, dan Arovah Bachtiar. Lantas pada reorganisasi tahun 1955, selain hijrah ke Jakarta dan membentuk komisi-komisi daerah (kini pengurus daerah/pengda), Percasi mendatangkan pecatur-pecatur top dunia. Harapannya, para pecatur Indonesia bisa mencuri ilmu.

<div class="quotes-center font-g">Di Turnamen Hooghoven Tan Hoan Liong memukul GM-GM Averbach (Uni Soviet), Robatsch (Austria), Milic (Yugoslavia), dan Pirc (Yugoslavia) pada usia baru 23 tahun saja! -Harahap.</div>

Pada 1956 Percasi mengundang Lodewijk Prins dari Belanda, untuk bermain simultan di Bogor, Bandung, Semarang, Medan, dan Banjarmasin. Prins menjajal kemampuan Baris Hutagalung dan Arovah Bachtiar, pecatur Indonesia terbaik pada masanya. Yang menarik, Prins justru diimbangi Merlep Ginting, pecatur Karo, dengan angka 1-1.

Lalu didatangkan pula Yuri Averbach, GM dari Uni Soviet. Averbach bermain melawan Baris Hutagalung dan secara simultan melawan tujuh pecatur di Jakarta.

Percasi bernaung di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Namun, karena kurangnya peran KOI, upaya Percasi menjadi anggota Federasi Catur Dunia atau FIDE (Fédération Internationale des Échecs) selalu kandas. 

Pada 1960, tiga bulan menjelang Olimpiade Catur ke-14, Harahap sebagai ketua Percasi mengirim surat ke Presiden FIDE Folke Rogard. Selain mengajukan sebagai anggota FIDE, Harahap berharap Indonesia bisa berpartisipasi dalam Olimpiade. 

“Tahu-tahu Folke menjawab agar Indonesia kirim saja regunya ke Leipzig. Indonesia sudah diterima selaku anggota FIDE,” ujar Harahap. 

Indonesia menggenapi partisipan sebagai peserta ke-40. Persiapan pun langsung diadakan. Empat pemain plus satu cadangan dipilih berdasarkan hasil Kejurnas V di Medan, 6-13 Agustus 1960. Mereka adalah Max Arie Wotulo, Arovah Bachtiar, Abubakar Baswedan, Tan Hoan Liong, serta Dame Panggabean sebagai cadangan. 

Tan Hoan Liong, pecatur Indonesia pertama yang menyandang gelar International Master. (GaHetNa).

Olimpiade Catur ke-14 digelar di Leipzig, waktu itu masih wilayah Jerman Timur, pada Oktober-November 1960. Indonesia masuk Grup 1. Indonesia hanya mampu bertengger di urutan ketujuh di babak penyisihan. Indonesia kemudian melaju ke Final C bersama tim-tim di seluruh Grup yang menduduki urutan ke 7-10. Di Final C, Indonesia menduduki urutan kedua. Yang cukup membanggakan, di ajang Olimpiade ini, Tan Hoan Liong memenangi medali emas individu.

Olimpiade Leipzig jadi langkah awal bagi pecatur Indonesia untuk dikenal dunia sekaligus merengkuh gelar-gelar bergengsi FIDE: Candidate Master (CM), FIDE Master (FM), International Master (IM), dan Grandmaster (GM).

“Untuk mendapatkan gelar itu kan harus mengumpulkan elo rating. Poin-poinnya hanya bisa didapatkan dari mengikuti kejuaraan internasional yang diakui FIDE,” ujar Wasekjen PB Percasi Nanang Surahman Agung Pujalaksana Nanang.

Elo rating merupakan level atau sistem peringkat yang dipakai oleh FIDE. Sistem ini diambil dari nama pencetusnya, yakni Arpad Emmerich Elo, fisikawan sekaligus pecatur Amerika Serikat kelahiran Hongaria. Dalam setiap pertandingan, pemain yang menang mengambil poin dari yang kalah. Makin sering main dan menang, makin tinggi elo rating dan peringkatnya.

“Nah kalau kejuaraan tingkat nasional saja belum bisa dapat elo rating-nya FIDE. Paling hanya dapat gelar Master Nasional,” ujar Nanang.

Dengan diterimanya Percasi sebagai anggota FIDE, kesempatan untuk merengkuh gelar-gelar bergengsi terbuka. Pecatur Indonesia pertama yang menyandang gelar IM adalah Tan Hoan Liong.

Tan pemuda Tionghoa kelahiran Bogor, Jawa Barat. Ia anak pebisnis baja Tan Eng Djie. Pada 1956, ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan. Di sana ia mengasah kemampuan catur dengan bergabung ke dalam klub Verenigd Amsterdamsch Schaakgenootschap. Dengan ongkos sendiri, ia mengikuti beberapa kejuaraan, termasuk Turnamen Hooghoven yang digelar setiap tahun. 

Tan meraih gelar IM pada pada 1962 usai adu kemampuan di beberapa turnamen internasional seperti Turnamen IBM International di Amsterdam dan Turnamen Hooghoven. 

Arovah Bachtiar, pecatur Indonesia yang menyandang gelar International Master pada tahun 1978. (Nationaal Archief).

“Di Turnamen Hooghoven Tan Hoan Liong memukul GM-GM Averbach (Uni Soviet), Robatsch (Austria), Milic (Yugoslavia), dan Pirc (Yugoslavia) pada usia baru 23 tahun saja!” tulis Harahap.

Gelar itu membuat Indonesia memenuhi syarat untuk menggelar Zonal Tournament pertamanya di Jakarta yang diikuti pecatur dari Zona 10 (Asia Tenggara/Oceania). Dalam turnamen ini, yang digelar September 1963, Arovah Bachtiar dari Indonesia berbagi posisi teratas bersama Bela Berger, pecatur Hungaria-Australia. Sayangnya, ia akhirnya kalah dalam pertandingan tambahan. 

Arovah sendiri beberapa kali menjadi bagian dari tim nasional catur Indonesia untuk Olimpiade Catur dan kejuaraan beregu Asia. Ia meraih gelar IM pada 1978.

Sebelum Arovah, ada Ardiansyah dan Dr. Wotulo yang meraih gelar IM dalam Zonal Tournament di Singapura tahun 1969. 

“Jadi prestasi Hoan sesungguhnya suatu mercusuar,” ujar Harahap.

Prestasi lebih tinggi diraih Herman Suradiradja, pecatur kelahiran Sukabumi. Selepas gagal dalam Olimpiade Catur 1966 di Havana, Kuba, ia memilih mengembangkan diri di Bulgaria, tempat ayahnya bertugas sebagai diplomat. Berbekal fulus pribadi, Herman memakai jasa GM Evgeny Ermenko sebagai pelatih. Ia kemudian wara-wiri mengikuti turnamen internasional. Dalam turnamen di Primorsko tahun 1977, ia juara dan berhak mendapat gelar GM. 

Jejak Herman diikuti oleh Utut Adianto, yang mengenal dari ayahnya. Berbekal belajar otodidak, ia sering main dan menang di turnamen-turnamen level kampung. Bakatnya kian terasah setelah gabung klub catur di Jakarta. Ia mengukir prestasi sebagai jawara Kejurda Yunior DKI 1978, Kejurnas Yunior 1979, dan Kejuaraan Catur Indonesia 1982. 

Utut beruntung mendapat dukungan dari sejumlah orang, antara lain Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh. Beberapa teman, salah satunya Eka Putra Wirya, juga jadi sponsor kecil-kecilan agar dirinya bisa mengikuti turnamen-turnamen.

Utut (elo rating tertinggi 2615) dianugerahi gelar GM tahun 1986 melalui Olimpiade Catur di Dubai, Uni Emirat Arab. Ia meraihnya di usia 21 tahun dan jadi pecatur Indonesia termuda yang mencapai prestasi ini –rekor yang baru terpatahkan 18 tahun kemudian. Pada tahun dan ajang yang sama, Ardiansyah meraih gelar GM dengan elo rating tertinggi 2480. Ia menjadi orang Indonesia ketiga yang meraih gelar GM.

Pencapaian para jagoan catur ini bukanlah hasil dari produk pembibitan dan pembinaan Percasi. Jangankan skema, cetak birunya pun tak ada sampai sekarang.

“Karena pembinaan dahulu tentu very lousy, sangat sederhana, catur biasanya datang dari individu. Kejuaraan enggak seperti sekarang, tingkat provinsi, tingkat kabupaten. Dulu hanya sekali, kejurnas. Tapi itu karena memang keadaan,” ujar Utut.

<div class="quotes-center font-g">IBM mengenalkan komputer ke catur sejak 1976. Sejak itu catur dunia makin masif, jadi semua pecatur bawa laptop. Saya sendiri membawa laptop pertama tahun 1993 ketika New York Open. Saya juara karena kebetulan saya diperlengkap dengan data-data calon lawan saya. - Utut Ardianto</div>


GM Utut Adianto (Repro. SCUA)

Pendekatan Sains

Pada 1992, Indonesia ikut Olimpiade Catur ke-30 di Manila, Filipina. Indonesia mengirimkan tim yang terdiri dari Nasib Ginting, Edhi Handoko, Hendrik Poha, Hamdani Rudin, Salor Sitanggang, Utut Adianto, dan seorang pecatur perempuan Lindri Juni Wijayanti. Prestasi Indonesia kurang menggembirakan. 

Eka Putra Wirya, penyandang Master Nasional tahun 1991 yang menjabat Kabid Umum PB Percasi, pun membuat sebuah terobosan. Atas usulnya, untuk kali pertama Percasi merekrut pelatih asing, yakni GM Yugoslavia Stefan Djuric. Eka juga memperkenalkan pendekatan metodik dan ilmiah. Pembinaan pemain tak cukup hanya mengandalkan bakat.

“Ketika saya jadi chef de mission di (Olimpiade) Filipina, saya lihat di sana semua sudah pakai laptop. Jadi databank permainan ada di situ. Saya lihat waktu itu Utut kalau bertanding selalu buka dan baca banyak buku. Sementara pemain (Indonesia) lain enggak ada yang begitu, mereka enggak ada riset dan sebagainya,” ungkap Eka dalam biografinya Eka Putra Wirya: Check Mate! From Zero to Hero karya S. Dian Andryanto.

“Catur zaman sekarang sudah 60 persen sains.”

Eka menggunakan Utut Adianto sebagai “kelinci percobaan” penggunaan teknologi komputer dalam catur. Eka mengenai Utut sejak 1977 karena sama-sama berada di klub catur Jayakarta Muda. Dengan dana pribadinya, ia membiayai Utut untuk ikut berbagai turnamen internasional. 

Kristianus Liem, Kabid Binpres PB Percasi. (Fernando Randy/Historia.ID)

“IBM mengenalkan komputer ke catur sejak 1976. Sejak itu catur dunia makin masif, jadi semua pecatur bawa laptop. Saya sendiri membawa laptop pertama tahun 1993 ketika New York Open. Saya juara karena kebetulan saya diperlengkap dengan data-data calon lawan saya,” ujar Utut.

Tak cukup di situ. Untuk mempopulerkan catur, Eka “memanfaatkan” Utut agar menginspirasi pecatur-pecatur muda. “Indonesia akan hebat jika memiliki bintang catur yang menginspirasi di dalam negeri dan dikagumi di luar negeri. Anda harus menjadi Super GM,” cetus Eka kepada Utut.

Super GM adalah gelar tituler, bukan titel resmi FIDE. Lazimnya gelar tituler Super GM disandang para pecatur dunia yang punya elo rating di atas 2.600. 

Tantangan Eka disambut Utut. Berturut-turut, dari tahun 1994 sampai 1997, Eka mendatangkan jagoan catur mancanegara untuk melakoni dwitarung dengan Utut: GM Yaser Seirawan dari Amerika Serikat, GM Nigel Short (Inggris), WGM Judit Polgár (Hungaria), dan GM Anatoly Karpov (Rusia).

“Ketika bertanding di Hotel Omni Batavia, that time Karpov world champion. Pemenangnya dapat 50 ribu dolar, yang kalah 30 ribu dolar. Itu satu ballroom hotel penuh. Jadi bikin live pakai layar teve, terus ada siaran langsung RRI,” kenang Utut.

Seirama dengan langkah Eka, Percasi giat merangsang animo catur masyarakat dengan menggelar dwitarung GM Anatoly Karpov vs GM Jan Timman dari Belanda pada 1993 di Jakarta. Untuk menambah wawasan, Percasi mengimpor buku-buku catur berbahasa Inggris dan memperbanyak konten rubrik catur di majalah Sportif dan kemudian majalah Intisari Catur.

“Kita ambil lisensinya dari Amerika, Inside Chess, tapi kita lakukan liputan lokal juga,” kata Kristianus Liem yang kini menjabat Kabid Binpres PB Percasi.

Percasi juga mengadakan turnamen-turnamen resmi yang diakui FIDE. Di antaranya Turnamen Zonal XII Asia-Pasifik, Turnamen Interzonal Putri 1993, dan Gunadarma International Grandmaster Tournament Indonesia 1994.

Usaha itu tidak sia-sia. Dunia catur Indonesia bergairah. Animo masyarakat pun meningkat.

Salah satu langkah penting untuk kemajuan catur nasional diambil Eka Putra Wirya, Utut Adianto, Kristianus Liem, dan Machnan R. Kamaluddin. Pada 1 Juli 1993, mereka menggagas pembentukan Sekolah Catur Enerpac (SCE) –mengambil nama produk hidrolik dari Amerika Serikat yang dipasarkan Eka. Misi sekolah ini mencari, membina, dan mengorbitkan pecatur usia dini yang selama ini tak optimal dijalankan pengurus pusat maupun daerah.

Dua tahun kemudian, SCE ditetapkan berada di bawah Percasi dan diganti namanya jadi Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA). Dengan pergantian nama itu diharapkan bisa meningkatkan popularitas catur dan menambah jumlah siswa. 

Hingga saat ini SCUA memiliki beberapa cabang di kota-kota besar lain seperti Tangerang, Depok, Semarang, dan Yogyakarta. Selain menyiapkan perangkat-perangkat komputer, SCE meramu model-model pembinaan dan pelatihan di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Rusia.

“Zaman itu memang informasi catur mereka masih tertutup. Tapi akhirnya bisa kita korek-korek informasi bagaimana pembinaan catur Soviet Chess School. Itu berkat rekan-rekan catur Pak Eka di luar negeri,” ujar Kristianus yang kemudian jadi direktur SCE.

<div class="flex-content-podcast"><figure class="img-left"><div><img src="https://assets-global.website-files.com/61af270884f7a0580d35618e/6225a5ead8c9b83f11f3ec0c_Intersection-5-1.png" alt="img"></div><figcaption>Suasana Kejuaraan Dream Team 2002. (Repro)</figcaption></figure><div class="img-right"><div class="podcast-container"><img alt="person" class="entered loaded" data-ll-status="loaded" src="https://assets-global.website-files.com/61af270884f7a0580d35618e/6225a5f0ac5f334999cbdd55_Intersection%206.png"><div class="audio-podcast"><audio controls controlsList="nodownload"><source src="https://d220hvstrn183r.cloudfront.net/premium/hitam-putih-catur-indonesia/Lindri%20profil.mp3" type="audio/mpeg">Your browser does not support the audio element.</audio></div></div><div class="caption"><span><b>Lindri Yuni Wijayanti. </b><br>(Fernando Randy/Historia.ID).</span></div></div></div>

<div class="video-content"> <video class="lazy entered loaded" controls="" controlsList="nodownload" width="100%" data-ll-status="loaded" src="https://d220hvstrn183r.cloudfront.net/premium/hitam-putih-catur-indonesia/Video%20Hitam%20Putih%20Catur%20di%20Indonesia%20rev02.mp4"></video></div>

Merajut Mimpi

Pada 1995, Utut Adianto menjabat ketua Pemandu Bakat Junior PB Percasi. Bersama Eka, dia menggagas program “The Dream Team” untuk mengembangkan pecatur muda berbakat. Anak-anak yang dibina dipilih dari sirkuit catur nasional dan kejurnas kelompok umur, untuk kemudian dilatih di SCE. Mereka antara lain Taufik Halay, Hastomo, Erwin Yulianto, Tirta Chandra, Susanto Megaranto, dan Evi Lindiawati.

Program “Dream Team” menampakkan hasil positif. Pada Olimpiade Catur U-21 tahun 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia, tim Indonesia meraih medali perunggu. Lalu, pada 2004, Susanto Megaranto menjadi GM termuda pada usia 17 tahun dan melampaui rekor Utut Adianto, empat tahun lebih cepat. 

Setelah cukup berhasil, Percasi membidik pecatur putri. Pada 1996, capaian tim putri Indonesia lumayan menggembirakan: rangking 11 pada Olimpiade Catur di Yerevan, Armenia. “Sampai sekarang belum ada lagi kan?” ujar Lindri Yuni Wijayanti, penyandang gelar Woman International Master (WIM) tahun 1993, yang ikut dalam ajang bergengsi tersebut.

Potensi itu tak boleh diabaikan begitu saja. Melalui pemantauan sejumlah event, Eka melihat potensi pada diri Irene Kharisma Sukandar, yang di usia 9 tahun memenangi Sirkuit Catur Nasional 2001 kelompok putri U-14. Irene pun dibina SCUA. Hasilnya, Irene menjadi Woman Grand Master (WGM) pertama di Indonesia pada 2009. 

Lindri Yuni Wijayanti, Woman International Master (WIM) tahun 1993. (Fernando Randy/Historia.ID)

Melihat keberhasilan itu, pada 2009 dibuat program “Dream Girls” yang berisikan Medina Warda Aulia, Chelsie Monica Sihite, dan Dewi Ardhiani Anastasia Citra. Mereka juga ditempa di SCUA. Lewat program ini, Medina menyandang gelar WGM pada 2013.

Program pembinaan itu terus berjalan ketika Utut menjabat ketua umum sementara PB Percasi (2004-2005), wakil ketua PB Percasi (2005-2009 dan 2010-2013), dan kini ketua umum PB Percasi (2007 – sekarang). 

Kendati demikian, Utut bilang selalu kesulitan untuk merealisasikan konsep pembinaan yang menurutnya ideal dan bisa diterapkan sampai tingkat daerah. Idealnya, seseorang yang ingin jadi GM atau WGM harus ikut klub. Lalu berkompetisi melalui kejurda dan akhirnya kejurnas. 

“Jadi kita pakai patokan kejurnas. Juaranya kita utamakan. Kadang juara dua atau tiga, kalau dananya ada, kita saring lagi untuk kemudian kita kirim ke ASEAN Age Group,” ujar Kristianus.

<div class="quotes-center font-g">Idealnya di setiap kabupaten. Kalau ini dijalankan, kita akan segera jadi super power catur dunia. - Utut Ardianto</div>

<div class="flex-content-podcast"><figure class="img-left"><div><img src="https://assets-global.website-files.com/61af270884f7a0580d35618e/62259ae5ebef9592562c7ac8_Intersection%205.png" alt="img"></div><figcaption>Tim Dream Tahun 2002. (Repro)</figcaption></figure><div class="img-right"><div class="podcast-container"><img alt="person" class="entered loaded" data-ll-status="loaded" src="https://assets-global.website-files.com/61af270884f7a0580d35618e/6225a6b48ffdf43c1aecfd10_Intersection%206-2.jpg"><div class="audio-podcast"><audio controls controlsList="nodownload"><source src="https://d220hvstrn183r.cloudfront.net/premium/hitam-putih-catur-indonesia/Utut%20profile.mp3" type="audio/mpeg">Your browser does not support the audio element.</audio></div></div><div class="caption"><span><b>Utut Ardianto.</b><br>(Fernando Randy/Historia.ID).</span></div></div></div>

Kendati dikirim ke ASEAN Age Group, belum tentu pecatur masuk pelatnas. Biasanya mereka akan kembali dilatih dan dikirim lagi ke event yang lebih tinggi, semisal kejuaraan dunia yunior atau turnamen U-14 sampai U-18.

Namun Utut tak patah arang. Pada 2017, bersama Eka yang menjabat Dewan Pembina PB Percasi, Utut membentuk Dream Team II yang beranggotakan delapan pecatur. Untuk memperkuat pondasi mereka, Percasi mendatangkan pelatih asal Belarus, yakni GM Andrei Kovalev.

Utut juga menggandeng PT Japfa Comfeed untuk pembinaan pecatur junior. Untuk menambah pengalaman bertanding, syukur-syukur membawa pulang medali, sejumlah pecatur cilik diterjunkan ke kejuaraan catur Asia Timur. Hasilnya, lumayan membanggakan. Pada Eastern Asia Youth Chess Championship di Tiongkok tahun 2018, para pecatur Indonesia meraih tujuh medali emas.

“Rekor-rekor baru terus muncul. Kemarin empat orang bisa ke Piala Dunia (Catur FIDE 2021), kan itu rekor. Tahun 2019 kita mengawinkan gelar juara Asia Timur (Eastern Chess Championship). Putranya Susanto (Megaranto) juara, putrinya Medina (Warda Aulia), itu kan rekor pertama kali,” ujar Kabid Binpres PB Percasi Kristianus Liem saat ditemui di SCUA Bekasi. “Yang juga baru, 2019 SEA Games kita juara umum (2 emas, 3 perak, 1 perunggu). Sebelumnya belum pernah catur juara umum.”

Namun, mesti diakui bahwa Indonesia belum bisa mematahkan dominasi Eropa Barat dan Eropa Timur, khususnya di Piala Dunia Catur dan Olimpiade Catur. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Percasi.

Sejak kelahirannya, Percasi punya problem akut. Semua terpusat ke PB Percasi. Padahal jika pembibitan dan pembinaan bisa dijalankan di akar rumput, betapapun sederhananya, Utut optimis dengan masa depan catur Indonesia. 

“Idealnya di setiap kabupaten. Kalau ini dijalankan, kita akan segera jadi super power catur dunia,” ujar Utut.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
6225a42a54b120344569a0dd