Keliling Dunia dengan Sepeda dan Gitar

Petrus Jericho Lumakeki tuntas mengelilingi dunia selama 18 bulan dengan sepeda dan gitar. Bertemu Paus di Vatikan hingga dikira Fidel Castro.

OLEH:
Dimas Wahyu Indrajaya
.
Keliling Dunia dengan Sepeda dan GitarKeliling Dunia dengan Sepeda dan Gitar
cover caption
Petrus Jericho Lumakeki berpose dengan sepeda dan gitarnya. (Star Weekly, 25 Juli 1959).

ADA pemandangan tidak biasa di Pelabuhan III, Tanjung Priok, Jakarta pada siang tanggal 18 Juli 1959. Ratusan orang hadir demi menunggu seorang yang kembali menjejakkan kaki di Indonesia. Sosok itu ditunggu karena mencuri perhatian setelah wajah dan kisahnya muncul dalam pemberitaan luar negeri.

Nama orang yang ditunggu-tunggu itu adalah Petrus Jericho Lumakeki. Usianya 30 tahun dan kelihatan mencolok dengan tampang berengosan. Ia semakin menarik perhatian karena jaket yang dipakainya dihiasi aksara Tionghoa yang artinya “Kelana Dunia Indonesia”. Lumakeki turun dari kapal Tjiluwah sambil mendorong sepeda yang mengangkut gitarnya. Dua benda inilah yang setia menemaninya berkeliling dunia.

Pada 1950-an, para pengeliling dunia dari Indonesia mendapat sorotan. Sebelum Lumakeki, ada Saleh Kamah yang juga menggunakan sepeda dan Rudolf Lawalata yang berjalan kaki. Mimpinya sama, keliling dunia. Keduanya mendapat restu dari Presiden Sukarno pada awal tahun 1955, tetapi misi mereka gagal karena “tersangkut” di tengah jalan.

ADA pemandangan tidak biasa di Pelabuhan III, Tanjung Priok, Jakarta pada siang tanggal 18 Juli 1959. Ratusan orang hadir demi menunggu seorang yang kembali menjejakkan kaki di Indonesia. Sosok itu ditunggu karena mencuri perhatian setelah wajah dan kisahnya muncul dalam pemberitaan luar negeri.

Nama orang yang ditunggu-tunggu itu adalah Petrus Jericho Lumakeki. Usianya 30 tahun dan kelihatan mencolok dengan tampang berengosan. Ia semakin menarik perhatian karena jaket yang dipakainya dihiasi aksara Tionghoa yang artinya “Kelana Dunia Indonesia”. Lumakeki turun dari kapal Tjiluwah sambil mendorong sepeda yang mengangkut gitarnya. Dua benda inilah yang setia menemaninya berkeliling dunia.

Pada 1950-an, para pengeliling dunia dari Indonesia mendapat sorotan. Sebelum Lumakeki, ada Saleh Kamah yang juga menggunakan sepeda dan Rudolf Lawalata yang berjalan kaki. Mimpinya sama, keliling dunia. Keduanya mendapat restu dari Presiden Sukarno pada awal tahun 1955, tetapi misi mereka gagal karena “tersangkut” di tengah jalan.

Lain cerita dengan Lumakeki. Mimpinya mengeliling dunia dengan sepeda dan gitar tuntas setelah bertualang selama 18 bulan. Menggunakan sepeda Humber berwarna hijau daun pemberian Panglima Kodam XIV/Hasanuddin Letkol Andi Mattalatta, Lumakeki melewati sejumlah negara antara lain Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, India, Suriah, Yordania, Lebanon, Kairo, Turki, Yunani, Yugoslavia, Italia, Vatikan, Jerman Barat, Belgia, Prancis, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Hong Kong, Vietnam Selatan, dan kembali ke Indonesia.

Dalam artikel “Cyclist Is At Home In Jails” di surat kabar San Francisco Examiner, 18 Maret 1959, Harold Horstmeyer menulis secara singkat perjalanan Lumakeki dari awal hingga sampai ke Amerika Serikat. Lumakeki bercerita, pada awal perjalanan dari kota tempat tinggalnya, Makassar hanya berbekal ongkos Rp3.000. Dengan uang saku seadanya, gitar pun dibawa agar ia bisa mencari penghidupan dengan mengamen. 

“Saya memainkan gitar dan menyanyikan lagu daerah di banyak kafe, restoran, dan sekolahan demi mendapatkan uang atau makan,” kata Lumakeki.

Sungai Irrawaddy. (study.com).

Bolak-balik Menyeberang Sungai Irrawaddy

Lumakeki menempuh jarak 40 ribu kilometer di daratan menggunakan sepeda. Salah satu ujian terberatnya datang saat menembus rimba Myanmar ketika musim hujan. 

Dalam artikel “Berkelana Mengelilingi Dunia dengan Sepeda dan Guitar” di majalah Star Weekly, 25 Juli 1959, Lumakeki bercerita melintasi hutan di Myanmar adalah kenekatan demi sampai ke India. Padahal, penduduk setempat sudah memperingatkannya untuk tidak coba-coba melewati daerah tersebut karena banyak hewan buas dan lumpur isap. Ia mengaku tak menjumpai lumpur isap tetapi sempat sekali bertemu harimau.

Kesulitan terbesar kala melintasi hutan Myanmar rupanya bukan hewan buas atau lumpur isap, melainkan Sungai Irrawaddy. Ketika sampai di sungai tersebut, Lumakeki tak menemukan sampan atau jembatan. Ia pun harus menyeberangi sungai dengan berenang.

Situasinya rumit karena Lumakeki membawa sepeda dan gitar. Berenang membawa gitar bisa ia lakukan, tetapi sambil mengangkut sepeda itu lain soal. Akhirnya, ia mempereteli sepedanya menjadi beberapa bagian dan bolak-balik berenang Sungai Irrawaddy sampai belasan kali.

“Dua belas kali bolak-balik, barulah sepeda dan semua barang saya selesai diseberangkan,” ucap Lumakeki.

Makanan Sisa Anjing di India

Lumakeki tiba di India dengan rasa lapar luar biasa. Maklum, selama 19 hari menembus hutan Myanmar ia lebih sering menyantap bekal perjalanan susu bubuk dan vitamin.

Lumakeki merasakan pengalaman pahit di negeri Mahatma Gandhi ini. Akar masalahnya karena kasta. Ia mengaku tidak memiliki kasta kepada polisi setempat yang memberikan ruang sel untuknya menginap. Lumakeki yang kelaparan pun mendapat jamuan tak mengenakkan dari tuan rumah.

Makanan yang diberikan ke Lumakeki berupa nasi untuk ukuran lima orang dengan campuran tulang-tulang ikan dan diberi saus yang rasanya pahit. Lumakeki kaget karena polisi itu memberikan makanan sisa anjing.

“Itu makanan untuk diberikan ke anjing. Polisi berasumsi karena saya tidak mempunyai kasta saya lebih rendah dari yang terendah,” ujar Lumakeki.

Penobatan Paus Yohanes XXIII pada 4 November 1958. (Associated Press/Wikimedia Commons).

Cium Cincin Paus di Vatikan

Pengalaman Lumakeki berkeliling dunia dengan sepeda dan gitar tentu tak melulu pahit. Mimpi-mimpinya melihat negara lain lebih dekat banyak menciptakan kenangan manis. Salah satu mimpi yang terwujud ialah bertemu Paus di Vatikan 

Lumakeki adalah seorang Katolik dan anggota Catholic Youth Organization (CYO) di Sulawesi. Jadilah bertemu Paus menjadi misi suci dalam pengembaraannya keliling dunia. Pertemuan dengan pemimpin umat Katolik itu terjadi beberapa hari setelah Paus baru yakni Paus Yohanes XXIII dinobatkan pada 4 November 1958.

Lumakeki sadar bertemu dengan sang Bapak Suci tidak mudah. Oleh karena itu, sesampainya di Vatikan, ia berusaha mendekati Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, Mayor Jenderal TNI Bambang Sugeng. Dubes tak keberatan membantu, izin Lumakeki untuk hadir di istana Paus pun dipersiapkan.

Dalam artikel Aneka, 1 Oktober 1959, diceritakan proses Lumakeki masuk kediaman Paus memerlukan waktu sepekan. Pada waktu yang lowong itu, ia melakukan visum sebagai persyaratan untuk bertamu. Akhirnya, izin dikabulkan dan kabar baik itu disampaikan pihak Kedutaan kepada Lumakeki yang sedang menginap di rumah wartawan Antara, Adisantoso di Kota Roma. 

“Audiensi ini terjadi tiga hari setelah Sri Paus dinobatkan dan pada waktu itu sangat sukar. Akan tetapi beliau berkenan juga menerima saya. Kami tidak bercakap-cakap, beliau hanya memberi berkatnya kepada saya dan bagi saya, itulah sudah cukup,” kata Lumakeki yang juga mendapat kesempatan mencium cincin Paus.

Presiden Sukarno dan Fidel Castro di Havana, Kuba tahun 1960. (Wikimedia Commons).

Dikira Fidel Castro

Dari Vatikan, Lumakeki meneruskan perjalanan ke destinasi berikutnya antara lain Monako, Prancis, Inggris, Belgia dan menyeberang ke Amerika Serikat. Saat tiba di Kota New York pada awal tahun 1959, ia disambut Konjen Indonesia, Sunaryo.

Sepeda dikayuh lagi. Lumakeki bertolak dari pantai timur menuju pantai barat AS. Sepanjang perjalanan ia menjumpai beragam kisah menarik, dari isu rasialisme yang membuatnya dianggap orang Amerika Latin sampai dikira Fidel Castro karena wajahnya berengosan.

Kebetulan Fidel Castro tengah menjadi bahan pembicaraan pada awal 1959 setelah berhasil menggulingkan diktator Kuba, Fulgencio Batista. Sosok satu ini terkenal pula karena janggut tebalnya. Imbasnya ke Lumakeki yang wajahnya ditumbuhi kumis dan janggut yang rimbun. Sewaktu di San Francisco, orang-orang sering kali mengiranya Fidel Castro sehingga berteriak kepadanya: “Viva Fidel Castro Kuba”. Sejurus kemudian Lumakeki membalas dengan lantang: “Viva Indonesia”.

Cerita menarik Lumakeki diintai FBI diberitakan Aneka, 1 Desember 1959. Lumakeki dicurigai anak buah Fidel Castro. Petugas FBI berpakaian preman mendatanginya saat tengah beristirahat di sebuah gerbong kereta api.

“Sepucuk pistol dihadapkan ke diri Lumakeki. Tetapi Lumakeki tak gentar atau gugup menghadapi orang-orang FBI itu, sebab dia bukan orang jahat. Orang yang pernah menyelundup tanpa paspor. Ia punya keterangan sah, surat-surat resmi. Orang-orang FBI itu berlalu,” tulis Aneka.

Petrus Jericho Lumakeki disambut hangat oleh Presiden Sukarno di Istana Merdeka. Ia bersalaman dengan Guruh Soekarnoputra. (Merdeka, 24 Juli 1959).

Disambut Sukarno di Istana

Kamis, 23 Juli 1959, menjadi hari yang menggembirakan bagi Lumakeki. Ia diundang ke Istana Merdeka untuk bertemu Presiden Sukarno. 

“Selamat datang pengeliling dunia. Saya merasa bangga,” kata Sukarno menyambut Lumakeki, dikutip harian Merdeka, 24 Juli 1959.

Dalam pertemuan selama setengah jam, Lumakeki menceritakan pengalamannya mulai dari disangka Fidel Castro sampai negara paling indah di matanya.

Dalam kesempatan itu, Lumakeki menawarkan sepeda kesayangannya kepada Sukarno. Hanya saja niat baik itu ditolak. Sukarno menyarankan sepedanya diserahkan ke Kementerian Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan sebagai bukti sportivitas pemuda Indonesia.

Usai sudah petualangan Lumakeki berkeliling dunia dengan sepeda dan gitar. Pengembaraan selama 18 bulan atau 540 hari membuatnya semakin mencintai Indonesia. Setelah dari Jakarta, Lumakeki pulang ke Makassar dengan istri dan ketiga anaknya. Ia berencana bekerja lagi di pekerjaannya yang lama sebagai staf Garuda Indonesian Airways.*

Penulis adalah lulusan ilmu sejarah Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis olahraga di sejumlah media online nasional. Penggemar sejarah olahraga nasional ini mengelola instagram @MemoriOlahraga.

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
658e26be08aa91f7adb412f8