KERUTAN di wajah. Kumis dan janggut lebat. Tatapan mata tajam. Suaranya yang berat dan tegas. Di usia 79 tahun, I Gusti Kompyang Manila masih memendam gairah terhadap persepakbolaan Indonesia. Dia ingin tim nasional (timnas) Indonesia kembali berjaya seperti dulu.
Ingatannya melayang ke masa 30 tahun silam. Pada SEA Games 1991 di Filipina, Manila menjadi manajer timnas sepakbola Indonesia. Di babak penyisihan grup, Indonesia menyapu kemenangan dengan mengalahkan lawan-lawannya: Malaysia, Vietnam, dan tuan rumah Filipina. Di semifinal, Indonesia berjibaku menghadapi Singapura. Pertandingan berjalan ketat dan harus diselesaikan dengan adu penalti.
Dewi fortuna berpihak pada Indonesia. Tinggal selangkah lagi Indonesia untuk menjadi juara. Lawan yang dihadapi: Thailand.
Di final, Indonesia yang diarsiteki Anatoli Fyodorovich Polosin kembali harus menghadapi lawan tangguh. Saking sengit laga, dua babak waktu normal dan perpanjangan waktu menghasilkan skor kacamata. Pemenang ditentukan lewat adu penalti.
Dalam adu penalti, kekuatan mental amat menentukan. Thailand berada di atas angin karena tiga penendang pertama melakukan tugas dengan baik. Sementara di pihak Indonesia, Ferril Hattu dan Heriansyah berhasil menyarangkan bola ke gawang tapi Maman Suryaman sebagai penendang kedua gagal. Posisi 3-2.