Manunggaling Kawula ABRI

Selain membangun desa, tujuan ABRI Masuk Desa juga untuk mencegah ideologi ekstrem kanan dan kiri. Dikritik karena menjadi sarana memenangkan Golkar.

OLEH:
Aryono
.
Manunggaling Kawula ABRIManunggaling Kawula ABRI
cover caption
Program ABRI Masuk Desa. (Repro Sewindu TNI-ABRI Masuk Desa 1980-1988).

MENJELANG Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1978, Menteri Perindustrian Jenderal TNI Mohammad Jusuf mendapat telepon dari ajudan presiden untuk menghadap Presiden Soeharto di Jalan Cendana. Ketika bertemu, Soeharto meminta Jusuf menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), menggantikan Jenderal TNI M. Panggabean. Soeharto memberi satu pesan khusus: “Perkuat dan bangkitkan kemanunggalan ABRI dengan Rakyat.” ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Jusuf, yang orang Bugis, kurang memahami arti kata kemanunggalan. Dia menghubungi kolega-koleganya untuk meminta masukan. Dari situlah dia mencanangkan program ABRI Masuk Desa (AMD).

MENJELANG Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1978, Menteri Perindustrian Jenderal TNI Mohammad Jusuf mendapat telepon dari ajudan presiden untuk menghadap Presiden Soeharto di Jalan Cendana. Ketika bertemu, Soeharto meminta Jusuf menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), menggantikan Jenderal TNI M. Panggabean. Soeharto memberi satu pesan khusus: “Perkuat dan bangkitkan kemanunggalan ABRI dengan Rakyat.” ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Jusuf, yang orang Bugis, kurang memahami arti kata kemanunggalan. Dia menghubungi kolega-koleganya untuk meminta masukan. Dari situlah dia mencanangkan program ABRI Masuk Desa (AMD).

Wartawan David Jenkins dalam Suharto And His Generals menilai Jusuf dipengaruhi makalah Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) yang merekomendasikan agar kedekatan ABRI dan rakyat ditingkatkan.

Jusuf menampiknya. “Makalah Seskoad adalah satu di antara banyak masukan, arahan utama dan pertama adalah datang dari Pak Harto,” sanggahnya dalam biografinya Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit, yang ditulis wartawan Atmadji Sumarkidjo. Atmadji sendiri menulis, AMD bukanlah program baru karena pernah dilakukan pada masa sebelumnya dengan nama civic mission atau Operasi Bhakti ABRI.

“Program ini dipakai untuk melawan Darul Islam dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan di masa Demokrasi Terpimpin dipakai untuk membendung pengaruh Partai Komunis Indonesia,” ujar Salim Said, pengamat militer, dalam wawancara via email.

Serah terima dan pelantikan Jenderal TNI M. Jusuf (kanan) sebagai Menhankam/Pangab di Parkir Timur Senayan, Jakarta, 17 April 1978. (Perpusnas RI).

Operasi Terselubung

Operasi Bhakti kali pertama dirumuskan Letnan Kolonel Suwarto ketika dia berada di Divisi Siliwangi untuk melawan Darul Islam. Di bawah Jenderal Ibrahim Adjie, Siliwangi berusaha mendekati masyarakat desa dengan memimpin kerja bakti sosial seperti berternak, usaha perikanan, penggergajian kayu, membetulkan jalan, masjid, sekolah, dan sebagainya.

Berbekal pengalaman itulah, setelah mendirikan Seskoad pada 1958, Suwarto membuat program civic action (CAP) atau Operasi Karya untuk seluruh Angkatan Darat (AD) yang mendapat bantuan dari Amerika Serikat. Menurut Bryan Evans, seorang perwira AD AS, CAP adalah pendekatan baru pemerintahan John F. Kennedy untuk Dunia Ketiga. Program ini ditawarkan kepada Indonesia dengan embel-embel membangun AD Indonesia dan mendekatkan hubungan AD Amerika dengan Indonesia. Mendapat tanggapan positif, program ini pun diluncurkan di Indonesia pada pertengahan 1962.

Pada 3 Desember 1962, Presiden Sukarno secara resmi meluncurkan Operasi Karya AD. Dengan Keputusan Presiden RI No. 371 tahun 1962, seluruh kesatuan ABRI diikutsertakan dalam proyek produksi dan distribusi.

“CAP difokuskan pada pengembangan teknik pertanian dan beberapa proyek khusus seperti transmigrasi dan koperasi... Selain itu, AD berupaya meningkatkan jalur komunikasi dan jalan raya... ,” tulis Bryan Evans dalam “The Influence of the United States Army on the Development of the Indonesian Army (1954–1964), yang dimuat majalah Indonesia tahun 1989.

Bantuan yang diberikan AS memperkenankan TNI menjalankan sebuah misi baru di desa-desa, untuk mengukuhkan kehadirannya di tengah masyarakat dan menghadapi PKI.

Pengadaan alat-alat berat dan pertanian, termasuk pelatihan pengoperasian dan perawatannya, merupakan bagian dari bantuan AD Amerika. Pelatihan penggunaan alat-alat berat atau konstruksi diadakan di Medan, Malang, Bogor, dan Jakarta. Dengan alat itu, di Sumatra, Operasi Karya di bawah komando Brigadir Jenderal TNI R.A. Kosasih, merintis jalan Lintas Sumatra.

Meski mengerjakan proyek-proyek sipil, Operasi Karya menjadi operasi terselubung AD untuk membangun infrastruktur politik yang di dalamnya terdapat unsur-unsur antikomunis. AD mendekati organisasi pemuda hingga keagamaan, bahkan partai politik, untuk menghadapi kekuatan PKI.

“Bantuan yang diberikan AS memperkenankan TNI menjalankan sebuah misi baru di desa-desa, untuk mengukuhkan kehadirannya di tengah masyarakat dan menghadapi PKI,” tulis Bryan Evans.

Dengan kata lain, CAP sudah membantu AD mengembangkan doktrin Jalan Tengah yang dirumuskan Nasution tahun 1958. Luasnya peranan ABRI dalam bidang-bidang nonmiliter diakui Sukarno sebagai sesuatu yang belum pernah berjalan seluas ini.

Operasi Bhakti tak sepenuhnya mati setelah kejatuhan Sukarno sebagai dampak peristiwa 1965. Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Panggabean melanjutkannya, dengan nama Operasi Bhakti ABRI. Di sisi lain, bisnis militer kian menggurita. Laksamana Harjono, dikutip Richard Robison dalam Indonesia: The Rise of Capital, menjelaskan bagaimana kegiatan ekonomi militer dapat dibagi menjadi civic missions untuk meningkatkan infrastruktur (Operasi Bhakti) dan upaya menutup kesenjangan antara alokasi anggaran resmi dan kebutuhan keuangan militer (Operasi Karya), yang meliputi kegiatan ekonomi militer lokal dalam transportasi dan konstruksi.

KSAD Jenderal TNI Poniman meninjau kesiapan pelaksanaan ABRI Masuk Desa. (Repro Sewindu TNI-ABRI Masuk Desa, 1980–1988).

Mitraliur Berganti Cangkul

Pada April 1978, upacara serah terima jabatan dihelat di Parkir Timur Senayan. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto berpesan: “... perkuatlah tekad untuk memelihara dan meningkatkan kemanunggalan ABRI dengan rakyat. Sebab, di sinilah rahasia kekuatan dan keberhasilan bangsa kita.”

Soeharto kembali menyatakan kemanunggalan pada peringatan Hari Ulang Tahun ABRI, 5 Oktober 1978, bahwa “Sekarang dan seterusnya, kemanunggalan itu harus makin diperkuat demi suksesnya tugas sejarah yang diletakkan di pundak ABRI.”

M. Jusuf lalu meluncurkan program AMD pada Agustus 1980. Dia mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Menhankam/Pangab No. Skep/569/1980 tanggal 30 Mei 1980 tentang Pola Operasi Masuk Desa. Berdasarkan SK tersebut, di tingkat pusat dibentuk penanggung jawab operasional (PJO), dijabat seorang perwira tinggi senior yang ditunjuk Pangab. Tugasnya mengendalikan operasional AMD. Struktur di bawahnya, Kodam mengoordinasikan program dengan unsur pemerintah di wilayahnya, sementara Korem menyiapkan satuan-satuan tugas untuk pelaksanaan AMD.

“Pelaksana lapangan biasanya diambil dari bagian zeni, tentara kuli, mereka kuat-kuat, mampu mengangkat balok-balok besar, dan ini potensi besar untuk digerakkan dalam kegiatan fisik,” kelakar Saleh As’ad Djamhari, sejarawan militer dari Universitas Indonesia, dalam pembicaraan lewat telepon.

Sebelum dijalankan, dengan koordinasi Kementerian Dalam Negeri, instansi maupun pemerintah di daerah mendapatkan penjelasan dan petunjuk pelaksanaan AMD. Program ini juga disosialisasikan melalui TVRI, radio, dan media cetak. Di tahun pertamanya, program ini dilaksanakan pada Agustus-September 1980 meliputi 49 kabupaten, 101 kecamatan, dan 125 desa.

Di masa Orde Baru, pembinaan teritorial dan aparat teritorial dipakai untuk memenangkan Golkar. AMD adalah bagian dari kegiatan tersebut.

Menurut Atmadji, dalam tiga tahun setelah AMD dicanangkan, puluhan kilometer saluran air diperbaiki, jalan-jalan desa terpencil dibuat dan bisa dilalui kendaraan bermotor, masjid didirikan. “Ketika program itu semakin meluas, dan dana ABRI tak mencukupi lagi, formatnya lalu diubah. Pemerintah melalui anggaran departemen terkait menyediakan dana menurut proyek yang dikerjakan dan ABRI hanya menyediakan anggota dan peralatan yang mereka punyai untuk mengerjakan program yang disepakati,” tulisnya.

Kritik terhadap AMD bukan tak ada. AMD dituding menjadi bagian dari pemenangan Golkar di masa Orde Baru. “Di masa Orde Baru, pembinaan teritorial dan aparat teritorial dipakai untuk memenangkan Golkar. AMD adalah bagian dari kegiatan tersebut,” ujar Salim Said.

Keberpihakan ABRI terhadap Golkar mendapat kritikan bukan hanya dari kalangan sipil tapi juga militer. Salah satunya datang dari Forum Studi dan Komunikasi (Fosko), kelompok yang didirikan para perwira purnawirawan. Pendirian Fosko tak lepas dari kecaman para perwira Seskoad terhadap dukungan ABRI terhadap Golkar dalam pemilihan umum 1977. Jusuf mendukung sikap Fosko. Dampaknya, hubungan mesranya dengan Soeharto kemudian pecah. Bahkan, popularitas Jusuf di kalangan tentara dan masyarakat berkat program AMD –selain memperbaiki persenjataan dan peningkatan kesejahteraan prajurit– merupakan ancaman bagi Soeharto.

Suatu malam, pada 1982, Soeharto mengumpulkan sejumlah pejabat tinggi di kediamannya di Jalan Cendana untuk membahas masalah kenegaraan. Menteri Dalam Negeri Amir Machmud, yang berbicara kali pertama, melontarkan dugaan ambisi tertentu dari popularitas Jusuf. Tiba-tiba Jusuf menggebrak meja.

“Bohong! Itu tidak benar semua! Saya diminta untuk jadi Menhankam/Pangab karena perintah Bapak Presiden. Saya ini orang Bugis. Jadi saya sendiri tidak tahu arti kata kemanunggalan yang bahasa Jawa itu. Tapi saya laksanakan perintah itu sebaik-baiknya tanpa tujuan apa-apa,” ujar Jusuf, dikutip Atmadji.

Kecurigaan Soeharto menyakiti Jusuf. Dia pun tak pernah menghadiri rapat kabinet hingga diberhentikan dari jabatannya pada April 1983.

Antusiasme masyarakat menyambut kedatangan ABRI Masuk Desa. (Repro Sewindu TNI-ABRI Masuk Desa, 1980–1988).

Status Quo

AMD juga dikritik sebagai cara ABRI untuk mempertahankan status quo. Selain desa miskin, desa rawan dari segi stabilitas nasional mendapat prioritas. Tujuannya, seperti ditulis Sewindu TNI-ABRI Masuk Desa, 1980–1988, yang diterbitkan Dinas Penerangan AD, demi memastikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dan asas, serta mencegah masuknya ideologi lain, termasuk ekstrem kanan dan kiri. Militer juga berupaya mencegah infiltrasi, subversi, dan pemberontakan dari kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat. Tak heran jika programnya bukan hanya pembangunan fisik, tapi juga peningkatan kesadaran bernegara, bela negara, serta keamanan dan ketertiban masyarakat.

Salah satu daerah yang dianggap rawan adalah Timor Timur –setelah merdeka bernama Timor Leste. Di sana, selama 1982–1986, AMD membangun 92 sekolah dasar, menata desa dan lingkungan, serta membuat perumahan rakyat. “Sebagai provinsi termuda, masyarakat Timor Timur telah menampilkan jiwa persatuannya...” tulis Sewindu TNI-ABRI Masuk Desa, 1980–1988.

Inilah salah satu bentuk kritik. Untuk menyukseskan program AMD, sejumlah pasukan di sebuah desa terpencil di pinggiran Ainaro, Timor Timur, dikerahkan untuk mendirikan gedung sekolah dan mengajak anak-anak agar mau bersekolah. Soares, berusia 10 tahun, dipaksa tentara bersekolah. Di sekolah dia mendapat pelajaran dari guru tentara tentang sejarah proklamasi, perjuangan kemerdekaan, pahlawan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, era kejayaan Majapahit, dan pemberontakan komunis pada September 1965.

Setelah satu minggu ikut pelajaran sekolah tentara, ibunya bertanya: “Nak, apa pengalamanmu selama seminggu di bangku sekolah?”

“Saya hanya buang-buang waktu. Saya tidak bisa membaca, saya tidak menulis, dan saya tidak diperbolehkan bicara...”

Begitulah penggalan kisah satir yang dimuat dalam Mati Ketawa Cara Daripada Soeharto. Kritik terhadap AMD ibarat anjing menggongong. Program ini tetap berjalan. Menurut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita, berdasarkan laporan yang diterimanya, sejak 1980 hingga saat ini, program AMD sudah dilakukan sebanyak 45 kali di sekira 8.600 desa dengan hasil yang menggembirakan.

“Pengalaman dalam penyelenggaraan AMD selama ini...memungkinkan bagi ABRI melalui AMD-nya untuk berperan secara aktif dalam pelaksanaan IDT,” tulis Ginandjar dalam makalah yang disampaikan dalam Rapat Paripurna XIV Manunggal TNI ABRI Masuk Desa di Denpasar, Bali, 28 Maret 1994. IDT atau Inpres Desa Tertinggal merupakan program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup rakyat.

Tumbangnya Orde Baru membuat dwifungsi ABRI dipreteli. Militer harus kembali masuk barak. UU No. 34 tahun 2004 melarang prajurit TNI terlibat dalam partai politik, terjun dalam politik praktis, turut kegiatan bisnis, maupun menjadi anggota legislatif melalui Pemilu. UU tersebut juga mengatur aspek-aspek nonmiliter melalui konsepsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Kemanunggalan dengan rakyat diaplikasikan dengan program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD). Untuk kesekian kali, program kemanunggalan militer dengan rakyat berganti kulit.*

Majalah Historia No. 7 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
6470756e7d120de0b9e48dc7
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID