Media Massa Murba

Partai Murba disuarakan oleh banyak media massa. Partai juga memiliki penerbitan untuk menerbitkan karya-karya Tan Malaka.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Media Massa MurbaMedia Massa Murba
cover caption
Tan Malaka dan karyanya, Gerpolek.

SEBELUM Partai Murba didirikan, para pengikut Tan Malaka berjibaku menyediakan corong bagi suara mereka. Malelo Siregar, pengikut Tan Malaka dan pendiri Partai Rakjat yang kemudian berfusi menjadi Partai Murba, memulainya dengan mingguan Murba yang terbit pada November 1947.  

“Untuk pertama kalinya kelompok Tan Malaka mempunyai surat kabarnya sendiri,” tulis Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 3.

Pimpinan Pusat Sarekat Buruh Gula (SBG), organisasi yang bersimpati pada Tan Malaka, mengikutinya lewat Murba: Harian Merdeka untuk Murba yang nomor resminya keluar pada 1 Maret 1948. Sjamsu Harja Udaja menjadi redaktur utamanya. Tan Malaka dengan nama samaran A.R. Dasoeki menulis serangkaian tulisan yang menentang kebijakan pemerintah berunding dengan Belanda.

SEBELUM Partai Murba didirikan, para pengikut Tan Malaka berjibaku menyediakan corong bagi suara mereka. Malelo Siregar, pengikut Tan Malaka dan pendiri Partai Rakjat yang kemudian berfusi menjadi Partai Murba, memulainya dengan mingguan Murba yang terbit pada November 1947.  

“Untuk pertama kalinya kelompok Tan Malaka mempunyai surat kabarnya sendiri,” tulis Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 3.

Pimpinan Pusat Sarekat Buruh Gula (SBG), organisasi yang bersimpati pada Tan Malaka, mengikutinya lewat Murba: Harian Merdeka untuk Murba yang nomor resminya keluar pada 1 Maret 1948. Sjamsu Harja Udaja menjadi redaktur utamanya. Tan Malaka dengan nama samaran A.R. Dasoeki menulis serangkaian tulisan yang menentang kebijakan pemerintah berunding dengan Belanda.

Menurut Poeze, Murba dilarang terbit pada 30 November 1948 karena sebuah tulisan kolom yang menentang kompromi pemerintah dengan Belanda. Murba tak terbit lagi kendati diberikan kesempatan mulai tanggal 11 Desember 1948.

Selain itu, terdapat sejumlah surat kabar yang bersimpati pada kelompok Tan Malaka seperti surat kabar Kedaulatan Rakjat, Pacific, dan Bekerdja.

Salah satu sosok yang memainkan peranan penting adalah Soemantoro. Dia mendirikan surat kabar Massa di Surabaya sebelum Peristiwa Madiun. Ketika bergerilya akibat agresi militer Belanda II, Soemantoro bersama saudaranya, Soegiono dan Moeljono, menerbitkan surat kabar Siaran Gerilja Rakjat sebagai organ Murba. Pada 1951, Soemantoro menghidupkan kembali surat kabarnya, Massa, di Malang.  

Setelah Massa mati, menurut Kurniawan Junaedhie dalam Ensiklopedi Pers Indonesia, Soemantoro mengemudikan harian Rakyat Berdjuang di Ujung Pandang (Makassar) selama 1952-1954.

Soemantoro kemudian hijarah ke Jakarta dan bergabung dengan kantor berita Antara, yang didirikan pada 13 Desember 1937. Dalam perkembangannya, Antara dikendalikan orang-orang Murba sebelum disingkirkan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Soemantoro kemudian memimpin Berita Indonesia, yang dianggap corong Murba. Koran ini dibredel karena terlibat Badan Pembela Sukarnoisme (BPS), gerakan anti-PKI yang disokong Murba.

Sukarni membaca harian Murba. (Repro Sukarni dalam Kenangan Teman-temannya).

Media Partai

Menurut Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 5, majalah resmi Partai Murba untuk para anggotanya adalah Genderang Murba yang diterbitkan Biro Agitasi dan Propaganda. Bulanan ini mulai penerbitan ketiga pada April 1951. Alamsuddin dan Moerbantoko memimpin redaksi. Cabang Cirebon punya majalahnya sendiri, Suara Murba.

Genderang Murba menyebut beberapa berkala yang sehaluan: Suara Buruh (Semarang), Massa (Surabaya), Pelita Murba (Banjarmasin), dan Pacific yang terbit lagi di Solo.

Selain Genderang Murba, Biro Agitasi dan Propaganda juga menerbitkan Bulletin Murba pada Juni 1955. Ia terbit dua minggu sekali dalam bentuk majalah stensilan. Pada April 1964 ia menjadi majalah bulanan. Pemimpin redaksinya Wasid Soewarto. Menurut Anwar Bey, Bulletin Murba terbit selama sepuluh tahun (1955-1965).

“Majalah ini merupakan majalah untuk anggota dan kader, yang sangat banyak menuntut pengetahuan umum dan juga pengetahuan dari sudut ideologi,” tulis Poeze.

Di dalam Bullein Murba pernah disebut Pembela Proklamasi, majalah mingguan untuk kalangan pembaca yang lebih luas. Wasid Soewarto menyebut majalah populer ini terbit lebih dari setahun, tak membawa latar belakang Partai Murba secara langsung dan dipimpin tenaga profesional dengan peranan penting dari Moerbantoko.  

Pembela Proklamasi memuat iklan-iklan dari penerbitan berkala yang sehaluan: Pacific (Samarinda), Tekad (Balikpapan), Pelita Rakjat (Medan) yang dipimpin Malelo Siregar, dan bulanan Tifa (Medan).

Pada Mei 1955, terbit nomor perdana stensilan berkala Kader Murba yang diterbitkan Departemen Pendidikan Kader. Mula-mula terbit bulanan, sejak Juli 1955 dua kali setiap bulan. Para redaktur, penerjemah, dan penulis sebagian besar anonim, kecuali Wasid Soewarto dan Wiro S. Miardjo.

“Ini merupakan sebuah organ pendidikan yang ditujukan untuk didiskusikan dan dipelajari oleh kalangan partai. Memuat terutama artikel bersambung tentang teori murni (Marx, Engels, Lenin, Stalin, Mao Zedong, dan Liu Shao-chi) yang bertaraf tinggi, tanpa hubungan langsung dengan realitas Indonesia,” tulis Poeze.

Djamaludin Tamin (kanan) bersama tokoh Murba, Sjuaib, Adam Malik, Sumardo, Kamaludin, dan Abdul Hakim. (Repro Ayahku Maroeto Nitimihardjo).

Penerbitan

Dalam pertemuannya, Djamaluddin Tamin mengkritik cara Tan Malaka menerbitkan tulisan-tulisannya yang terlepas dari ikatan partai dan bergantung pada bantuan pribadi kawan-kawan seperjuangannya. Dari sinilah Tamin mendirikan Pustaka Murba bersamaan dengan pendirian Partai Rakjat. Penerbit ini menerbitkan karya-karya Tan Malaka seperti Dari Pendjara ke Pendjara pada Juli 1950.

“Penerbitan dan penerbitan ulang tulisan-tulisan Tan Malaka harus merupakan tujuan penting bagi Partai Murba. Pustaka Murba, yang dipimpin oleh Djamaluddin Tamin, menjadi sarana untuk itu,” tulis Poeze.  

Penerbitan ulang oleh penerbit lain harus berkonsultasi dengan Pustaka Murba. Salah satunya penerbit Widjaya di Jakarta yang dikelola Lutan Madjid, seorang Murba. Pada 1951 dan 1952-1953 Widjaya menerbitkan Madilog dan dua jilid Dari Pendjara ke Pendjara. Jilid ketiga hanya terbit separuh dengan judul Pandangan Hidup.

Menurut Poeze, Tamin dituduh salah urus keuangan dan tanpa sepengetahuannya pada November 1961 Pustaka Murba sebagai badan penerbit Partai Murba digantikan Jajasan Massa. Jajasan Massa merupakan badan hukum mandiri. Pengganti Tamin sebagai pengelola penerbit ialah Maramis, yang diserang oleh Tamin.

Jajasan Massa memulai kinerjanya dengan menerbitkan P.K.I.- Sibar contra Tan Malaka: Pemberontakan 1926 & Kambing Hitam Tan Malaka karya Soedijono Djojoprajitno. Lebih banyak buku kemudian diterbitkan, tapi sebagian besar dalam bentuk stensilan. Termasuk terjemahan Ongko D, Naar de Republiek-Indonesia yang terbit tahun 1963. Terjemahan itu terbit dalam satu berkas dengan pidato Sukarno di depan Kongres Partai Murba; serta tulisan Muhammad Yamin, Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia.

Jajasan Massa mempunyai perwakilan di Surabaya dan Balikpapan. Perwakilan Surabaya mencetak ulang Gerpolek tahun 1962. Tahun 1964 menyusul penerbitan yang tercetak bagus oleh kantor pusat di Jakarta. Demikian juga dicetak ulang Islam dalam Tindjauan Madilog. Jajasan Massa bertahan hingga akhir kekuasaan Orde Baru.*

Majalah Historia No. 34 Tahun III 2016

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
673294e0cf6c1cf1a38d41f7