Litografi Masjid Agung Banten dan menara di Karang Antu karya Josias Cornelis Rappard, 1882. (Wikimedia Commons).
Aa
Aa
Aa
Aa
BANTEN LAMA memiliki arti penting bagi Negeri Belanda. Dalam buku catatan perjalanannya, Neêrlands-Oost-Indië (1867), Menteri Belanda Steven Adriaan Buddingh menyebut situs Oud-Bantam (Banten Lama) melambangkan “kepemilikan pertama kami di Jawa” yang “penuh kenangan indah”.
Saat itu kondisi Banten Lama mengenaskan. Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) menghancurkan Keraton Surosowan atau disebut juga Gedong Kedaton Pakuwon yang dikelilingi benteng berbentuk berlian –disebut oleh orang Belanda dengan nama Fort Diamant. Namun, ia mengecualikan Masjid Agung dan makam kesultanan. Sementara Benteng Speelwijk dibiarkan hingga terlantar.
Keprihatinan disuarakan oleh Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg setelah berkunjung ke sana pada 1911. Idenburg memerintahkan untuk membersihkan dan merawat sisa-sisa Benteng Speelwijk dan pemakaman Eropa. Museum van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional Indonesia), Departemen Pekerjaan Umum (Openbare Werken), dan Bupati (Regent) Serang Achmad Djajadiningrat berkolaborasi untuk mengambil tindakan guna menghentikan kerusakan.
BANTEN LAMA memiliki arti penting bagi Negeri Belanda. Dalam buku catatan perjalanannya, Neêrlands-Oost-Indië (1867), Menteri Belanda Steven Adriaan Buddingh menyebut situs Oud-Bantam (Banten Lama) melambangkan “kepemilikan pertama kami di Jawa” yang “penuh kenangan indah”.
Saat itu kondisi Banten Lama mengenaskan. Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) menghancurkan Keraton Surosowan atau disebut juga Gedong Kedaton Pakuwon yang dikelilingi benteng berbentuk berlian –disebut oleh orang Belanda dengan nama Fort Diamant. Namun, ia mengecualikan Masjid Agung dan makam kesultanan. Sementara Benteng Speelwijk dibiarkan hingga terlantar.
Keprihatinan disuarakan oleh Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg setelah berkunjung ke sana pada 1911. Idenburg memerintahkan untuk membersihkan dan merawat sisa-sisa Benteng Speelwijk dan pemakaman Eropa. Museum van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional Indonesia), Departemen Pekerjaan Umum (Openbare Werken), dan Bupati (Regent) Serang Achmad Djajadiningrat berkolaborasi untuk mengambil tindakan guna menghentikan kerusakan.
“Namun, fokus utamanya diarahkan pada arsitektur kolonial di lokasi tersebut,” catat M. Bloembergen dan M. Eickhoff dalam “Re-embarking for ‘Banten’: The Sultanate that Never Really Surrendered”, termuat pada What’s Left Behind: The Lieux de Mémoire of Europe beyond Europe suntingan M. Derks dkk. Atas usulan Djajadiningrat, proyek itu meluas hingga mencakup Keraton Surosowan, termasuk Fort Diamant, dan makam kesultanan.
Banten Lama kemudian menjadi salah satu perhatian Dinas Purbakala (Oudheidkundige Verslag), yang didirikan tahun 1913. Pada 1913, J. Perquin, inspektur teknis dari Dinas Purbakala, memulai pekerjaan restorasi makam-makam.
Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda mulai tertarik mengembangkan pariwisata. Pada April 1908, pemerintah mendirikan Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV), organisasi semi pemerintah yang bertujuan mempromosikan dan mengembangkan pariwisata di Hindia Belanda. Namun, Banten Lama masih belum mendapatkan perhatian serius.
Dalam buku panduan Come to Java, yang diterbitkan kali pertama pada 1916 kemudian dicetak ulang tahun 1922 dan 1926, VTV menyebut beberapa tempat penting di Banten. Namun, VTV mencatat kurangnya minat terhadap objek wisata di Banten.
“Meskipun pemukiman orang-orang Belanda tertua di Jawa berada di karesidenan ini dan pemandangannya sangat indah, tempat ini jarang dikunjungi dan bahkan penduduk Jawa sendiri hampir tak mengetahui keberadaannya.”
Perkumpulan Oud Banten
Upaya memperkenalkan Banten Lama dilakukan oleh Kepala Dinas Purbakala V.I. van de Wall. Ia menyusun buku panduan singkat tentang Banten Lama berjudul Korte Gids voor Oud Banten yang terbit tahun 1930. Isinya menjelaskan sejarah Banten Lama dan bangunan-bangunan di sana. Van de Wall menggambarkan Banten saat itu sebagai kota yang “sunyi dan terbengkalai” dan “penduduknya hanya hidup dari kejayaan masa lalu”.
Setiap tahun Dinas Purbakala rutin membuat laporan mengenai upaya inventarisasi, dokumentasi dan penyelamatan (pemeliharaan dan pemugaran) peninggalan-peninggalan purbakala oleh pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah setempat.
Mengenai Banten, Oudheidkundig Verslag 1930 menyebut pengambilalihan Benteng Speelwijk dan pemakaman selesai tahun ini, belum termasuk reruntuhan Fort Diamant (Pakuwon). Karena dana yang dimiliki pemerintah kabupaten tak cukup untuk memelihara reruntuhan yang menarik selain makam dan masjid, diputuskan untuk menyediakan biaya pemeliharaan kediaman sultan tua ini melalui iuran tahunan. Penelitian juga mengungkapkan bahwa peninggalan purbakala lainnya dalam kondisi baik.
“Merupakan fenomena yang menggembirakan bahwa peninggalan-peninggalan purbakala ini akhir-akhir ini semakin menarik minat masyarakat.”
Upaya mengangkat sejarah dan peninggalan sejarah Banten juga dilakukan oleh H.E. Meijer, kepala sekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS) Serang. Dalam ceramahnya di pendopo kediaman Bupati Serang R.T.A. Soeria Nata Atmadja pada 4 Mei 1931, Meijer menyampaikan keinginannya untuk mendirikan sebuah perkumpulan untuk tujuan itu.
Residen Banten J.S. de Kanter, yang hadir dalam pertemuan itu, menyambut baik inisiatif Meijer. Ia bahkan melakukan pendekatan terhadap beberapa tokoh yang akan mengisi posisi pengurus.
Dalam pertemuan pada 15 Juni 1931, perkumpulan bernama Oud Bantenresmi didirikan. Pengurusnya terdiri dari R.T.A. Soeria Nata Atmadja sebagai ketua, H.E. Meijer sebagai sekretaris sekaligus kepala redaksi majalah Oud Banten, Asisten Residen Serang J.F. van Duuren sebagai bendahara, serta Bupati Pandeglang R.T.A. Wiria Atmadja, Bupati Lebak R.T.A. Gondo Sepoetro, Ir. Sissingh, dan Hr. Phoa Tjong Kee sebagai anggota. Sementara de Kanter sebagai pelindung.
Tujuan perkumpulan diuraikan dalam majalah bulanan Oud Banten edisi perdana 15 Juli 1931. Yang pertama dan utama adalah mempelajari sejarah Banten dan mencatatnya. Sedangkan tujuan lainnya adalah mempromosikan wisata Banten Lama.
Selanjutnya, perkumpulan Oud Banten akan melacak peninggalan-peninggalan sejarah dan memperbaikinya jika diperlukan. Peninggalan-peninggalan sejarah akan diberi petunjuk yang jelas (papan nama, peta). Pulau di tengah danau buatan Tasikardi akan dibuat tempat persinggahan bagi wisatawan. Selain itu, perkumpulan berencana menerbitkan panduan kecil untuk mengunjungi peninggalan-peninggalan sejarah dan apa saja yang bisa dinikmati di Banten.
“Bagi kami, perkumpulan ini tampaknya dapat memberikan banyak manfaat,” catat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21 Juli 1931, yang mengulas isi majalah dan perkumpulan Oud Banten.
Majalah Oud Banten memuat lampiran sejarah, dalam bahasa Belanda dan Melayu, sehingga setelah lebih kurang 2 tahun akan terbit sejarah Banten yang lengkap. Pengantar dewan redaksi majalah secara singkat menguraikan nilai pengetahuan sejarah. “Negara tanpa sejarah yang terdokumentasi ibarat orang tanpa identitas.”
“Kami tidak ingin,” lanjut majalah tersebut, “mendorong chauvinisme dengan cara apa pun, karena patriotisme berlebihan seperti itu akan menimbulkan permusuhan terhadap negara lain dan penduduknya. Namun, kami percaya bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk mengetahui perbuatan nenek moyang mereka dan, jika ada alasan untuk melakukannya, mengenang mereka dengan bangga.”
Majalah Oud Banten edisi perdana juga memuat anggaran dasar dan undangan untuk menjadi anggota perkumpulan. Anggota dikenai iuran 1 gulden per bulan dan akan mendapatkan majalah Oud Banten.
Kegiatan-kegiatan perkumpulan tentu membutuhkan dana. Selain berharap dari iuran anggota, perkumpulan Oud Banten melakukan beberapa upaya untuk menggalang dana. Di awal terbentuk, Meijer memanfaatkan festival tahunan HIS Serang yang diisi dengan nyanyian, paduan suara, pertunjukan film dan drama lima babak. Untuk pertunjukan drama, ia menyusun naskah drama dengan judul De Roos van Banten yang dimainkan oleh murid-muridnya.
Acara tersebut berlangsung meriah. Bintang Timoer, 17 Juni 1931, melaporkan pertunjukan diadakan dua malam berturut-turut di halaman HIS Serang. Sekitar 1.000 orang menyaksikan pertunjukan tersebut. Residen Banten dan nyonya serta bupati Pandeglang dan Serang hadir pada pertunjukan kedua.
“Suatu jumlah dari pendapatan itu yang mana kurang lebih f100 banyaknya dapat diberikan pada perk. Oud Banten,” catat Bintang Timoer, 17 Juni 1931.
Oud Banten juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana bantuan dari Regentschapraad (Dewan Kabupaten) Lebak, Pandeglang, dan Serang. Dewan Kabupaten Serang mempertimbangkan pemberian bantuan jika perkumpulan sudah mulai bekerja.
Kekurangan Dana
Ketika dibentuk, perkumpulan Oud Banten sudah menjalankan aktivitasnya. Atas ide H.E. Meijer, Oud Banten merevitalisasi Danau Tasikardi.
“Pekerjaan berat sedang dilakukan untuk membersihkan danau buatan tua Tassicardi. Danau itu akan dibuka untuk umum dalam waktu sekitar 1½ bulan. Akan ada sebuah tenda di pulau itu, di mana beberapa minuman tersedia, sementara perahu siap untuk melayani penyeberangan,” catat De Locomotief, 18 Juni 1931.
Tasikardi dalam bahasa Sunda artinya “danau buatan”. Lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Banten. Menurut Juliadi dkk. dalam Ragam Pusaka Budaya Banten, danau ini dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf (1570-1580). Di tengah danau dibangun sebuah pulau yang disebut Pulau Kaputren yang semula diperuntukkan khusus bagi ibu sultan untuk bertafakur. Selanjutnya digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga kesultanan. Danau Tasikardi juga berfungsi menampung air dari Sungai Cibanten yang kemudian disalurkan ke sawah-sawah dan Keraton Surosowan.
Lokasi danau yang cukup bagus memberikan ide kepada Meijer untuk mengubahnya menjadi tempat pemberhentian bagi wisatawan. “Atas inisiatifnya, danau tersebut dibersihkan dan sudah menarik pengunjung yang gemar berenang dan mendayung,” catat Bataviaasch Nieuwsblad, 11 Januari 1932.
Perkumpulan Oud Banten juga menyiapkan suguhan kesenian untuk para wisatawan. Sebagai kepala sekolah, Meijer kerap mengajak murid-muridnya pentas. “Tooneel-tooneel dari bocah-bocah sekolah sering dipertunjukan atas inisiatif ini perkumpulan meski banyak orang-orang tua menggerutu (mengomel dalam hati) karena tidak senangnya anak-anaknya dididik sebagai orang opera, terutama ditakutkan pelajarannya mundur,” catat Bintang Timoer, 10 Juli 1931.
Keberadaan perkumpulan Oud Bantensegera memberi dampak positif. Menurut Bataviaasch Nieuwsblad, 26 September 1931, perkumpulan ini berhasil mendorong pemerintah Regentschap (Kabupaten) Serang untuk meningkatkan alokasi dana untuk pemugaran dan pemeliharaan peninggalan-peninggalan sejarah Banten dari f1.000 menjadi f5.500.
Saat itu hanya jalan menuju peninggalan purbakala yang diperhatikan, sementara peninggalan purbakala sedikit-banyak mengalami kerusakan. Dengan penambahan alokasi dana, diharapkan ada perbaikan di sana-sini. Sebab, sangat disayangkan jika peninggalan purbakala yang banyak dan beragam, khususnya di Banten, hilang ditelan zaman.
“Kini setelah inisiatif swasta telah diambil ke arah ini, pemerintah kabupaten tak bisa diam dan sangat antusias untuk mendukung upaya ini,” catat Bataviaasch Nieuwsblad.
Namun, kiprah perkumpulan Oud Banten ternyata tak bisa bertahan lama lebih dari setahun. Ada banyak faktor yang menyebabkan kemunduran perkumpulan ini.
Menurut Bataviaasch Nieuwsblad, 21 Mei 1932, meski jumlah pelanggan majalah Oud Banten pada awalnya sangat baik, tapi mereka tak berani menerbitkannya lagi. Karena keadaan sekarang (termasuk malaise atau krisis ekonomi dunia), terjadi penurunan jumlah anggota –yang berarti menurun pula jumlah pelanggan. Di sisi lain, Dewan Kabupaten Lebak dan Pandeglang menolak permintaan subsidi kecil sebesar 25 gulden per bulan, “dan dengan demikian menunjukkan mereka tidak menghargai kerja perkumpulan khusus Banten ini.”
Dewan Kabupaten Serang memang setuju untuk mempertimbangkan pemberian subsidi jika perkumpulan sudah mulai bekerja. Namun, janji ini tampaknya terlalu samar untuk direalisasikan.
Dengan penghentian kegiatan Oud Banten, sejarah Banten untuk sementara tidak akan ditulis. “Namun pengerjaan peninggalan purbakala tersebut tetap dilanjutkan oleh Pemerintah Kabupaten Serang.”
Suratkabar tersebut juga mencatat jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Banten, terutama pada hari Minggu, akhir-akhir ini meningkat pesat. Hal ini mungkin sebagian merupakan akibat dari kampanye “Oud-Bantam“. Di sisi lain mungkin juga timbul dari keadaan saat itu.
“Dulu orang-orang pergi ke resor pegunungan pada akhir pekan atau hari libur. Kini orang-orang tahu bahwa Banten dekat, indah dan menarik, dan perjalanan ke sana bersama rombongan hanya perlu mengeluarkan biaya beberapa gulden,” catat Bataviaasch Nieuwsblad, yang memberikan gambaran singkat tentang objek-objek wisata di Banten demi menarik perhatian pembaca pada "Oud-Bantam" serta membangkitkan minat terhadap Mooi-Bantam.
Dalam edisi lainnya, koran tersebut mengulas peran Meijer dan perkumpulan Oud Banten. Sebagai penggagas perkumpulan, Meijer melakukan banyak hal demi kemajuan perkumpulan. Bahkan, catat Bataviaasch Nieuwsblad 17 Juni 1932, “perkumpulan mengalami masa kejayaan di bawah kepemimpinannya.”
Sayangnya, karena kesulitan dana, Meijer terpaksa membubarkan perkumpulan ini. “Namun gagasannya cukup berpengaruh, karena setelah itu Dewan Kabupaten mulai lebih memperhatikan peninggalan-peninggalan purbakala. Hal ini juga sejalan dengan tujuan lain dari perkumpulan tersebut di atas, yakni untuk meningkatkan kunjungan wisata...”
Sarana dan Prasarana
Selain objek peninggalan sejarah, perhatian diarahkan pada sarana dan prasarana yang menunjang pariwisata. Perjalanan dari Batavia ke Banten sebenarnya makin mudah setelah perusahaan Staatsspoorwegen (SS) membangun jalur kereta api. Mula-mula ke Rangkasbitung yang selesai pada Oktober 1899. Setahun kemudian diteruskan hingga Serang, dekat Pelabuhan Anyer Kidul (termasuk membuka Stasiun Karangantoe). Pada 1914, dibuat jalur percabangan di Stasiun Krenceng yang mengarah ke Merak. Namun, itu tak ada artinya jika jalanan di Banten rusak dan sulit dilalui.
Sejak September 1931, pemerintah KabupatenSerang memelihara jalan menuju lokasi objek-objek wisata sejarah. Pada tahun yang sama membangun ruas jalan beraspal di sepanjang Serang dan Pandeglang. Setahun kemudian perbaikan jalan diperluas, seperti jalan menuju Gunung Kencana, Jasinga, dan Mauk.
Penginapan tak bisa diabaikan dalam mendukung pariwisata. Terdapat Hotel Serang yang dibangun awal 1900-an dan merupakan hotel tertua di Serang. Hotel ini sudah mengalami renovasi dan bahkan dilengkapi dengan restoran. Pada 1935, hotel ini dijual dan dibeli oleh Belle, kerabat pemilik sebelumnya, Heyerdaal, dengan harga ƒ6.000.
“Hotel ini mungkin akan terus berlanjut seperti sebelumnya di bawah pemilik baru,” catat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27 November 1935.
Hotel Serang dibayang-bayangi oleh kehadiran Wisma Vos yang diresmikan tahun 1932. Suratkabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië edisi 2 November 1932 melaporkan fasilitas yang dimiliki Wisma Vos, “yang membedakan Wisma Vos dari hotel-hotel lain di sana dengan perabotannya yang rapi.” Akibatnya, wisma ini mendapatkan kepuasan yang baik dari para tamu.
Lokasi Wisma Vos ini sangat strategis karena berada di jalan utama dan tengah-tengah alun-alun kota. Saat ini, bangunan Wisma Vos telah berganti fungsi menjadi kantor bupati Serang.
Dengan perbaikan infrastruktur dan akomodasi, kunjungan wisata ke Banten mengalami peningkatan. Promosi wisata juga punya andil.
Pada 1933, VTV menerbitkan brosur dua bulanan Tourism in Netherland-India Vol. IX No. 5, yang antara lain menyebut objek-objek wisata penting di Banten. “Ada beberapa peninggalan Banten lama yang masih ada. […] Reruntuhan Benteng Speelwijk menunjukkan bahwa tempat itu dulunya cukup luas dan terdapat reruntuhan istana yang setengah jadi serta keraton atau istana para sultan. Di sini juga terdapat sebuah masjid kuno dan di dekat Speelwijk terdapat sebuah kuil Cina yang lebih tua, keduanya layak untuk dikunjungi.”
Pemerintah KabupatenSerang tak mau ketinggalan. Pada 1935, pemerintah Kabupaten Serang dan G.J. Vos selaku pemilik Wisma Vos memprakarsai penerbitan ulang buku Korte Gids voor Oud Banten karya V.I. van de Wall. Kepala Dinas Purbakala yang baru, K.C. Crucq, turut terlibat dalam penerbitan ulang buku ini.
Buku panduan ini mengulas berbagai tempat wisata yang menarik di Banten. Antara lain Teluk Banten, Danau Tasikardi, wisata tepi pantai Sangkanila dan Pasauran serta cagar alam. Kemudian ada penggambaran sejarah Banten Lama yang dibahas secara singkat: Benteng Speelwijk, reruntuhan kediaman sultan, sisa-sisa bekas peristirahatan Tasikardi dan masjid-masjidnya. Versi cetak ulang dilengkapi 12 foto (dua kali lipat lebih banyak) dan dua peta.
“Saat menyusun rencana perjalanan bagi wisatawan, kita terlalu fokus pada kontur pegunungan Preanger yang mengagumkan serta Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan banyak candinya, sehingga melupakan fakta bahwa sangat mudah untuk mencapai Banten dari Batavia, yang memiliki begitu banyak keindahan dan hal menarik untuk ditawarkan kepada setiap pengunjung yang tertarik. Dalam hal ini Banten tentu saja tidak kalah dari daerah lain di Insulinde yang diberkati ini,” tulis Bupati Serang R.T.A Soeria Nata Atmadja dalam kata pengantarnya. Insulinde adalah sebutan lain untuk Hindia Belanda yang memiliki arti “Kepulauan Hindia”.
Soeria Nata Atmadja juga menyebut bahwa tempat-tempat indah di Banten dapat dicapai dari Batavia melalui jalan beraspal yang baik. Jika menginginkannya, tur ke Banten dapat diselesaikan dalam satu hari. Jika ingin bermalam, wisatawan bisa melakukannya di Serang dan tempat lainnya.
Namun, semua upaya itu terhenti karena perang berkecamuk. Banten Lama kembali terbengkalai.*
Penulis adalah peneliti sejarah, lulusan Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.