Menguak Dokumen Tentara

Jepang mengelak terlibat mendirikan rumah bordil dan merekrut paksa ianfu di sejumlah negara. Namun, peran militernya terungkap dalam dokumen.

OLEH:
Budi Setiyono
.
Menguak Dokumen TentaraMenguak Dokumen Tentara
cover caption
Jenderal Iwane Matsui (paling depan) memasuki Nanjing. (Wikimedia Commons).

PADA 1931 tentara Jepang menyerbu daratan China dan akhirnya menduduki kota Shanghai dan Nanjing. Tapi bertahun-tahun berperang membuat militer Jepang kehabisan persediaan makanan. Mereka menjarahi rumah-rumah penduduk, membunuh rakyat sipil, dan … memperkosa perempuan. Dalam buku yang menghebohkan pada 1997, The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II, Iris Chang mengisahkan secara rinci tentang perempuan-perempuan China yang diperkosa di setiap lokasi dan di setiap waktu.

Dampak buruk menyergap militer Jepang: banyak tentaranya mengidap penyakit kelamin. Kabar itu sampai ke Tokyo. Markas Besar Militer Jepang lalu mengirimkan dr. Aso Tetsuo untuk melakukan penyelidikan. Tetsuo merekomendasikan agar menyediakan rumah bordil (ianjo) yang berisi perempuan-perempuan “bersih”. Alasannya, selain mencegah penyebaran penyakit kelamin, moral, efektivitas dan disiplin tentara Jepang akan meningkat. Perempuan-perempuan bersih itulah yang kini dinamakan ianfu.

PADA 1931 tentara Jepang menyerbu daratan China dan akhirnya menduduki kota Shanghai dan Nanjing. Tapi bertahun-tahun berperang membuat militer Jepang kehabisan persediaan makanan. Mereka menjarahi rumah-rumah penduduk, membunuh rakyat sipil, dan … memperkosa perempuan. Dalam buku yang menghebohkan pada 1997, The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II, Iris Chang mengisahkan secara rinci tentang perempuan-perempuan China yang diperkosa di setiap lokasi dan di setiap waktu.

Dampak buruk menyergap militer Jepang: banyak tentaranya mengidap penyakit kelamin. Kabar itu sampai ke Tokyo. Markas Besar Militer Jepang lalu mengirimkan dr. Aso Tetsuo untuk melakukan penyelidikan. Tetsuo merekomendasikan agar menyediakan rumah bordil (ianjo) yang berisi perempuan-perempuan “bersih”. Alasannya, selain mencegah penyebaran penyakit kelamin, moral, efektivitas dan disiplin tentara Jepang akan meningkat. Perempuan-perempuan bersih itulah yang kini dinamakan ianfu.

Namun, menurut sejarawan Universitas Chuo, Jepang, Yoshiaki Yoshimi, adanya fasilitas ianjo bukan solusi untuk masalah itu. Ia memperburuk masalah. “Tentara Kekaisaran Jepang sangat takut bahwa ketidakpuasan yang bergejolak di antara para tentara bisa meledak menjadi kerusuhan dan pemberontakan. Itulah mengapa disediakan perempuan.”

Ianjo pertama didirikan di Shanghai pada 1932. Awalnya berisi pelacur Jepang yang melayani secara sukarela. Namun, karena Jepang terus melakukan ekspansi militer, muncul kekurangan relawan sehingga berpaling pada penduduk lokal. Mereka merekrutnya lewat cara-cara konvensional seperti iklan lowongan hingga penculikan.

Dari pengalaman di Shanghai inilah, Jepang membikin fasilitas ianjo di berbagai wilayah yang didudukinya seperti China, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Filipina, Malaysia, Indonesia, dan Timor Leste. Ketika kalah perang, Jepang melepaskan ianfu atau membiarkannya telantar begitu saja. Selama bertahun-tahun, pemerintah Jepang mengelak keterlibatan militernya dalam pembangunan ianjo dan perekrutan paksa ianfu

Kim Hak-soon, mantan ianfu dari Korea Selatan. (awf.or.jp).

Pada 1991, untuk kali pertama mantan ianfu buka suara. Dengan keberaniannya, Kim Hak-soon, perempuan asal Korea Selatan berusia 68 tahun, membagi pengalamannya sebagai korban perbudakan seksual militer Jepang. Langkah Kim Hak-soon diikuti mantan ianfu lainnya dari berbagai negara. 

Mendengar kisah Kim di televisi Jepang, Yoshimi segera meneliti arsip Departemen Pertahanan Jepang di Tokyo dan menemukan dokumen yang menunjukkan peran militer Jepang dalam pembangunan dan pengelolaan ianjo.

Publikasi dokumen-dokumen ini menyebabkan keluarnya pernyataan pengakuan oleh Kepala Kabinet: Sekretaris Koichi Kato pada 12 Januari 1993 dan Yohei Kono pada 4 Agustus 1993. Pemerintah Jepang juga melakukan penyelidikan soal isu ianfu

Namun, pernyatan itu bukan akhir dari kisah sedih ianfu. Penolakan datang dari politisi Partai Liberal Demokratik (LDP) Shinzo Abe, yang kemudian menjadi perdana menteri. Dia mengatakan tak ada bukti yang menunjukkan peran militer dalam memaksa perempuan menjadi budak seks. 

“Ada hal-hal yang tidak pernah ditulis dalam dokumen resmi,” kata Yoshimi kepada New York Times, 31 Maret 2007. “Apakah mereka direkrut secara paksa? Itu hal yang tak akan pernah ditulis di tempat pertama.”

Rekannya, Hirofumi Hayashi, sejarawan dari Kanto Gakuin University, mengumumkan penemuan dokumen dalam sebuah konferensi pers. Arsip Pengadilan Tokyo itu menunjukkan bahwa Tokkeitai memaksa perempuan Indonesia, Indochina, dan China ke dalam perbudakan seksual.

“Ini adalah kasus yang jelas bagaimana perempuan dipaksa masuk ke rumah bordil,” kata Hayashi dalam sebuah konferensi pers yang dihadiri sejarawan lainnya, dikutip Washington Post, 17 April 2007. “Dokumen ini sudah lama diketahui pemerintah Jepang. Saya tak tahu bagaimana mereka dapat mengabaikannya.”*

Majalah Historia No. 3 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
64ad270250bb1f8657deb1ab