Gajah kecil Denta berjalan bersama Benjamin Galstaun (kedua kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (kanan) diiringi oleh para undangan. (Repro Sahabat Ragunan 001/September 2014).
Aa
Aa
Aa
Aa
SUATU malam, ketika hendak masuk kamar, Benjamin Galstaun dan istrinya, Henriette Esche, kaget. Kasur berantakan, dengan kapuk awut-awutan, dan di sana pula Nora, si macan kecil, membenamkan diri. Pasangan itu akhirnya menggelar tikar di lantai dan tidur bersama Nora. Lain lagi ulah Denta, si gajah kecil. Ingin meniru polah majikannya, ia mendudukki kursi rotan dan... jebol! Sementara Dora, seekor kera, memporak-porandakan seluruh isi lemari dapur.
Ulah para binatang kecil itu tak membuat Galstaun kapok. Dia tetap membiarkan satwa-satwa kecil berkeliaran di rumah sebelum tumbuh besar dan dimasukkan ke kandang.
Galstaun adalah seorang ahli zoologi (ilmu hewan). Sejak 1938 dia bekerja di kebun binatang yang menempati areal seluas 10 hektar di lahan pemberian pelukis Raden Saleh di kawasan Cikini, Jakarta. Sementara istrinya seorang arsitek lanskap dan botanis.
SUATU malam, ketika hendak masuk kamar, Benjamin Galstaun dan istrinya, Henriette Esche, kaget. Kasur berantakan, dengan kapuk awut-awutan, dan di sana pula Nora, si macan kecil, membenamkan diri. Pasangan itu akhirnya menggelar tikar di lantai dan tidur bersama Nora. Lain lagi ulah Denta, si gajah kecil. Ingin meniru polah majikannya, ia menduduki kursi rotan dan... jebol! Sementara Dora, seekor kera, memporak-porandakan seluruh isi lemari dapur.
Ulah para binatang kecil itu tak membuat Galstaun kapok. Dia tetap membiarkan satwa-satwa kecil berkeliaran di rumah sebelum tumbuh besar dan dimasukkan ke kandang.
Galstaun adalah seorang ahli zoologi (ilmu hewan). Sejak 1938 dia bekerja di kebun binatang yang menempati areal seluas 10 hektar di lahan pemberian pelukis Raden Saleh di kawasan Cikini, Jakarta. Sementara istrinya seorang arsitek lanskap dan botanis.
Sejak 1964 Galstaun menjabat direktur Kebun Binatang Cikini. Ketika kebun binatang itu akan dipindahkan ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Galstaun dibantu istrinya merancang sebuah kebun binatang yang menyatu dengan alam. Hasilnya: sebuah kebun binatang yang modern.
Pada 1977, Galstaun menerima Ramon Magsaysay Award untuk Layanan Pemerintah. Bagi para panitia, dikutip rmaf.org, “Galstaun adalah salah satu pelopor kebun binatang modern di Asia.”
Dekat dengan Alam
Benjamin Galstaun lahir di Klakah, Jawa Timur, pada 30 April 1913. Dia anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Paulus Johanes Galstaun, orang Armenia, dan Djainah Mariam Rahardjo dari Jawa. Ayahnya memiliki perkebunan seluas 3.500 hektar yang ditanami kopi, tembakau, dan nanas. Di lingkungan seperti inilah Benjamin Galstaun tumbuh.
Sejak kecil, Galstaun sudah berkenalan dengan satwa liar. Dia mengamati fauna di perkebunan keluarga serta kebun binatang Surabaya di mana ayahnya memberikan dukungan. Minatnya pada zoologi tumbuh.
Selepas menyelesaikan pendidikan di HBS Surabaya, dia membantu mengurus perkebunan keluarga. Tapi pada akhirnya dia memutuskan mandiri. Dia bekerja di NV Carl Schlieper Handelsgesellschaft, sebuah firma dagang Jerman yang menjual peralatan untuk pabrik dan perkebunan tebu.
Menjelang pecah Perang Dunia II, Galstaun menjadi kapten artileri di Dutch Home Guard. Ketika pendudukan Jepang, dia ditawan dan dikirim ke Kamioka, dekat Toyama di pantai barat Pulau Honshu di Jepang, untuk menjalani kerja-paksa di tambang tembaga. Ketika Jepang kalah perang, dia dipindahkan ke Okinawa dan kemudian Manila, Filipina, di mana dia menghabiskan sembilan bulan untuk membantu U.S. Prisoners of War Administration dalam rehabilitasi dan repatriasi tawanan perang Australia, Amerika, Inggris, dan Belanda. Pada April 1946 dia dipulangkan ke Jakarta.
Begitu tiba di Jakarta dia bertemu dengan Henriette, putri seorang administratur sebuah onderneming di Cibadak. Keduanya punya minat yang sama pada flora dan fauna. Mereka juga menaruh keprihatinan atas nasib kebun binatang di Cikini, dan juga penghuninya, yang rusak karena perang.
Pindah dari Cikini
Kebun binatang itu, mulanya bernama Planten-en Dierentuin (Tanaman dan Kebun Binatang), didirikan dan dikelola Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna yang tergabung dalam Vereniging Planten-en Dierentuin te Batavia pada 1864. Demi memulihkan kondisi kebun binatang, pada akhir 1946 Galstaun menerima penunjukan sebagai komisaris. Delapan tahun kemudian diangkat sebagai direktur Kebun Binatang Cikini, nama yang dipakai sejak 1949.
Tugas terberatnya adalah mendesain dan membangun kebun binatang baru di lahan seluas 30 hektar yang dihibahkan Pemerintah DKI Jakarta. Dia kadang jengkel dan kecewa ketika proses pembangunan berjalan tak semestinya. Tanpa ragu dia melaporkan mismanajemen dan korupsi kepada Gubernur Ali Sadikin. “Saya tidak takut dan tidak akan mundur karena saya membela kebenaran. Tidak peduli siapapun saya sikat,” ujarnya kepada Djaja, 2 Desember 1967.
Pada September 1964, bulan perayaan seratus tahun kebun binatang ini, Galstaun mengawasi eksodus lebih dari 450 mamalia, reptil dan burung ke lokasi baru yang diberi nama Taman Margasatwa tapi lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Ragunan. Gubernur Ali Sadikin meresmikannya tahun 1966.
Galstaun berupaya menambah koleksi satwa dengan, misalnya untuk binatang-binatang dari luar negeri dengan cara tukar-menukar. Sistem dan manajemen pengelolaannya diperbaiki. Para stafnya diajarkan merawat dan memperlakukan binatang dengan baik dan benar. Tak jarang, karena kekurangan dana, Galstaun merogok kocek sendiri dengan menjual harta benda atau lukisan-lukisannya.
“Salah satu tujuan utama dari program kebun binatang kami adalah memberikan pengunjung sebanyak mungkin wawasan mengenai dunia alam selama mereka bersama kami,” ujar Galstaun dalam pidato penerimaan Ramon Magsaysay.
Pentingnya Mengenal Alam
Galstaun adalah sosok yang komplet. Dia bukan hanya ahli zoologi (ilmu hewan), yang rajin berkeliling daerah untuk melakukan pengamatan binatang. Dia juga ahli kynologi (ilmu anjing), bahkan pernah menjabat komisaris Perkumpulan Kynologie (1947-1958). Selain itu, dia ahli entomologi (ilmu serangga), biologi, arkeologi, serta seorang seniman lukis. Tak heran banyak ahli dari berbagai negara berkorespondensi dengannya ihwal binatang dan tumbuhan tropis.
“Bahkan dari kebun binatang terbesar di Jerman Barat ia pernah mendapat tawaran untuk bekerja di sana dengan jaminan-jaminan yang sangat memuaskan, tapi ia menolaknya dengan hormat,” tulis Djaja.
Galstaun juga tak bosan mengingatkan pentingnya mengenal flora dan fauna sejak dini. Anak-anak tak boleh mempunyai rasa takut terhadap binatang. Mereka mesti dididik menjadi sahabat binatang, sahabat alam. Bahkan untuk itu, sebelum masa perang, dia membuat dua buku ilustrasi mengenai kehidupan binatang tropis yang diterbitkan di Belanda. “Buku-buku semacam itu sebetulnya harus lebih banyak diterbitkan di Indonesia,” ujarnya kepada Intisari, Maret 1968.
Benjamin Galstaun meninggal dunia pada 3 April 1989. Sebagai penghargaan atas jasanya, patungnya yang berukuran setengah dada berdiri tegak di tengah-tengah Kebun Binatang Ragunan.*