Menteri Agama Menolak Rumah Negara

Alih-alih memperkaya diri, Menteri Agama masa Presiden Sukarno ini malah menolak jatah rumah dinas. Bahkan, ia menghibahkan rumahnya untuk kepentingan umat.

OLEH:
Martin Sitompul
.
Menteri Agama Menolak Rumah NegaraMenteri Agama Menolak Rumah Negara
cover caption
Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri saat bersama Presiden Sukarno setelah upacara pelantikan pada 2 Maret 1962. (Repro Berangkat dari Pesantren).

SATU lagi menteri Presiden Joko Widodo tersandung kasus korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka. Status tersangka SYL menambah deretan menteri koruptor dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) setelah Menkominfo Johnny G. Plate.

SYL disebut-sebut melakukan pungutan terhadap anak buahnya dari eselon I dan II untuk menyetorkan sejumlah dana. Totalnya mencapai belasan miliar rupiah. KPK menelusuri dana korupsi itu mengalir untuk berbagai kepentingan sang menteri. Mulai dari kepentingan pribadi, keluarga, hingga Partai Nasdem. Praktik korupsi ini berlangsung dari 2020 hingga 2023.  

“Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui oleh KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya mencapai miliaran rupiah,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/23) dikutip dari detik.com.

SATU lagi menteri Presiden Joko Widodo tersandung kasus korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka. Status tersangka SYL menambah deretan menteri koruptor dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) setelah Menkominfo Johnny G. Plate.

SYL disebut-sebut melakukan pungutan terhadap anak buahnya dari eselon I dan II untuk menyetorkan sejumlah dana. Totalnya mencapai belasan miliar rupiah. KPK menelusuri dana korupsi itu mengalir untuk berbagai kepentingan sang menteri. Mulai dari kepentingan pribadi, keluarga, hingga Partai Nasdem. Praktik korupsi ini berlangsung dari 2020 hingga 2023.  

“Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui oleh KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya mencapai miliaran rupiah,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/23) dikutip dari detik.com.

Sebagai pejabat tinggi pemerintah, Menteri SYL tega mengentit uang negara. Apalagi ia menggunakannya untuk kepentingan pribadi sampai keluarga. SYL tercatat menjadi menteri koruptor keenam selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebelumnya Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, dan Johnny G. Plate.

Kalau sekarang ada menteri tilap uang negara untuk cicilan rumah pribadi, maka dulu ada menteri yang justru menolak rumah pemberian negara. Ialah KH Saifuddin Zuhri, Menteri Agama dalam pemerintahan Presiden Sukarno pada dekade 1960-an.

“Ketika dulu aku dilantik menjadi Menteri Agama, aku tidak pindah ke rumah yang telah disediakan Sekneg di daerah Menteng, Jalan Diponegoro dan sekitarnya, bagi para menteri baru,” ungkap Saifuddin dalam otobiografinya Berangkat dari Pesantren.

Lha, kalau begitu aku serakah namanya. Kalau Menteri Agama sudah serakah, bagaimana yang lain?

Saifuddin Zuhri lahir pada 1 Oktober 1919 di Banyumas, Jawa Tengah. Pada usia 35, ia menjabat sebagai sekretaris jenderal (sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Selain menjadi sekjen PBNU, Saifuddin juga memimpin redaksi harian Duta Masjarakat –yang berafiliasi dengan NU– merangkap anggota DPRS.

Pada 6 Maret 1962, Presiden Sukarno menunjuk Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama pada Kabinet Kerja III. Saifuddin menggantikan KH Muhammad Wahid Wahab yang sama-sama dari NU karena mengundurkan diri. Ketika para menteri mendapat fasilitas rumah dinas di kawasan elite di Menteng, Saifuddin justru menolaknya. Dia lebih memilih menetap di rumah lamanya yang terletak di Jalan Darmawangsa Raya No. 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sementara jatah rumah dinasnya diberikan Saifuddin kepada menteri yang belum punya rumah.

“Rumah Bapak kan bisa dikontrakkan, dan Bapak menempati saja rumah yang sudah disediakan,” bujuk petugas Setneg (Sekretariat Negara) suatu kali kepada Saifuddin.

“Lha, kalau begitu aku serakah namanya. Kalau Menteri Agama sudah serakah, bagaimana yang lain?” jawab Saifuddin.

KH Saifuddin Zuhri (kedua dari kiri) mengikuti acara Persiapan Nasional Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di Jakarta tahun 1964. (ANRI).

Selama menjabat Menteri Agama, Saifuddin tetap tinggal di rumahnya sendiri. Pada masa itu ada ketentuan, menteri yang menempati rumah pemerintah boleh membelinya menjadi milik sendiri. Adapun yang menempati rumah sendiri diberi kesempatan membeli satu rumah yang dikuasai pemerintah dengan keringanan mencicil. Atas bantuan Departemen Agraria, Saifuddin membeli sebuah rumah di Jalan Hang Tuah I No. 6 dengan cara diangsur. Pada 1966, pembayarannya sudah lunas. Saifuddin menghibahkan rumah itu pada hari lahir NU ke-40 pada 31 Januari 1966.

Menurut Saifuddin, alangkah bahagia dirinya dan keluarga kalau dapat membuat sesuatu yang monumental pada hari kelahiran NU. Bersama istrinya, Saifuddin sepakat menghadiahkan kediaman di Jalan Hang Tua itu kepada NU. Rumah itu kemudian difungsikan menjadi Rumah Bersalin Muslimat NU (kini Klinik Utama Muslimat NU Cipta Husada).

Saifuddin menjabat Menteri Agama pada empat kabinet pemerintahan Sukarno, yakni Kabinet Kerja III, Kabinet Kerja IV, Kabinet Dwikora I, dan Kabinet Dwikora II atau Kabinet 100 Menteri. Meski dipercaya Sukarno, Saifuddin berperan dalam mencegah pembubaran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang acap bersuara lantam terhadap Sukarno dan PKI.

Pada 1965, Sukarno pernah hampir membubarkan HMI karena dianggap kontra revolusi dan condong kepada Masyumi, partai yang sudah dibubarkan pada 1962. Namun, Saifuddin tidak sependapat dengan Sukarno soal kebijakan pembubaran HMI. Dia bahkan mengancam mundur kalau sampai HMI dibubarkan.

“Rupanya, Sukarno takut kehilangan menterinya yang terkenal cerdas dan jenaka itu. Akhirnya, ia memang urung membubarkan HMI,” ulas Ahmad Gaus A.F dalam Api Islam Nurcholis Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner.

Aktivis HMI Sulastomo dalam Hari-Hari yang Panjang: Orde Lama ke Orde Baru Sebuah Memoar membenarkan dialog yang terjadi antara Bung Karno dengan Saifuddin Zuhri tentang wacana pembubaran HMI. Konfirmasi diperoleh dari tokoh sezaman seperti pengusaha Hasjim Ning yang menyaksikan pembicaraan tersebut.

Saifuddin Zuhri menjabat Menteri Agama hingga 17 Oktober 1967 pada Kabinet Ampera I. Inilah masa peralihan pemerintahan dari Presiden Sukarno ke Soeharto. Setelahnya, Saifudin bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saifuddin Zuhri wafat pada 25 Februari 1966 dalam usia 66 tahun. Kelak, anaknya, Lukman Hakim Saifuddin mengikuti jejaknya menjadi Menteri Agama (2014–2019).*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
652e5974f71b04a1e5fa2093