Sebuah buku kesaksian dari Jenderal Vo Nguyen Giap, inisiator pertempuran menentukan bagi rakyat Vietnam melawan Prancis dalam mempertahankan kemerdekaan.
Vo Nguyen Giap and Pham Van Dong di Hanoi, Vietnam, 1945. (Wikimedia Commons).
Aa
Aa
Aa
Aa
JENDERAL Vo Nguyen Giap begitu bersemangat. Di persinggahan tepi Sungai Da, dia merasakan kondisi moril para prajuritnya, dan juga rakyat, amat tinggi. Meski harus menempuh medan berat dan perjalanan masih jauh, dia tak mendengar sedikit pun keluhan. Mereka semua bulat tekad berperang untuk mengusir imperialis Prancis.
Kejadian yang berlangsung sekitar Oktober 1953 itu meninggalkan kesan mendalam dalam benak Giap. Dia menuliskannya dalam memoar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Letjen TNI (Purn.) M Munir dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas pada 2017.
Dien Bien Phu, yang dikelilingi lembah dan perbukitan, adalah tujuan mereka. Ia merupakan tempat paling strategis di Indochina barat-laut, memiliki akses menuju Laos di barat dan Tiongkok di utara. Di sana pulalah Prancis membangun basis pertahanannya.
JENDERAL Vo Nguyen Giap begitu bersemangat. Di persinggahan tepi Sungai Da, dia merasakan kondisi moril para prajuritnya, dan juga rakyat, amat tinggi. Meski harus menempuh medan berat dan perjalanan masih jauh, dia tak mendengar sedikit pun keluhan. Mereka semua bulat tekad berperang untuk mengusir imperialis Prancis.
Kejadian yang berlangsung sekitar Oktober 1953 itu meninggalkan kesan mendalam dalam benak Giap. Dia menuliskannya dalam memoar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Letjen TNI (Purn.) M Munir dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas pada 2017.
Dien Bien Phu, yang dikelilingi lembah dan perbukitan, adalah tujuan mereka. Ia merupakan tempat paling strategis di Indochina barat-laut, memiliki akses menuju Laos di barat dan Tiongkok di utara. Di sana pulalah Prancis membangun basis pertahanannya.
Pertempuran Dien Bien Phu amat menentukan dalam perjuangan rakyat Vietnam mempertahankan kemerdekaannya, yang diproklamasikan Ho Chi Minh atau biasa dipanggil Paman Ho pada 2 September 1945.
Sejatinya, Konferensi Postdam yang diadakan Sekutu di Berlin pada Juli dan Agustus 1945 membagi Vietnam menjadi Utara dan Selatan. Pascaperang, administrasi Vietnam Utara untuk sementara diberikan kepada Nasionalis China di bawah Jenderal Chiang Kai-shek, sedangkan Vietnam Selatan kepada Inggris. Mao Tse Tung kemudian menyingkirkan Chiang Kai-shek serta memberikan pengakuan dan bantuan kepada Paman Ho. Sementara Inggris membiarkan Prancis untuk kembali bercokol di bekas koloninya.
Paman Ho mulanya berkompromi dengan Prancis, yang dianggapnya lebih lemah. Namun, karena Prancis melanggar perjanjian, dia membacakan dekrit Pernyataan Perang melawan Prancis pada Desember 1946. Dengan bantuan China, Jenderal Vo Nguyen Giap mengubah para gerilyawannya menjadi tentara modern dan memimpinnya dalam pertempuran demi pertempuran.
Melumpuhkan Landak
Vo Nguyen Giap memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pertempuran. Dia juga belajar dari Pertempuran Na San pada 1952, di mana pasukannya melancarkan serangan frontal besar-besaran yang berujung kekalahan. Ini membuatnya lebih berhati-hati dalam membuat strategi dan taktik. Terlebih sejak militer Prancis di Indochina dipimpin Jenderal Henri Navarre.
Berbeda dari para pendahulunya yang hanya menerapkan strategi pasif, Navarre memiliki konsep dan strategi yang jelas dan mantap untuk memenangi perang, dikenal dengan Navarre Plan. Untuk mencapai tujuan itu, dia menerapkan taktik “landak” yang bertumpu pada konsep pertahanan udara.
Dengan membagi pertahanan menjadi tiga sektor, yang masing-masing diperkuat dengan benteng dan artileri-artileri kaliber besar maupun sedang, Prancis ingin membuat satu basis kuat yang kecil kemungkinan diserang lawan yang bertumpu pada taktik gerilya. Di tengahnya, sebuah lapangan udara memungkinkan hubungan dengan dunia luar terjaga dan cepat.
Tak mudah bagi Giap menemukan cara untuk menaklukkan Dien Bien Phu. Berkali-kali dia berdiskusi dengan jajaran komandonya, penasihat militer China, maupun Paman Ho. Dia kemudian mengambil keputusan untuk mengurung Dien Bien Phu dan menyerangnya secara masif dengan artileri. Untuk membawa kanon-kanon ke perbukitan yang mengelilingi Dien Bien Phu dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.
Strategi itu lantas mentah. Karena Paman Ho berpesan agar Giap bertempur hanya jika yakin, Giap menunda penyerangan. Masalahnya, pasukan dan artileri sudah siap di pos-pos mereka. Bila Giap tiba-tiba memerintahkan serangan diundur, moril pasukan bisa runtuh. Giap akhirnya mengubah keputusan.
Di hadapan sidang rapat, Giap mengemukakan, “untuk menjaga prinsip kunci ‘Bertempur yakin menang’, saya simpulkan, kita harus mengubah dari Fast strike, fast victory menjadi Steady attack, steady advance. Jadi kita sekarang sebaiknya menunda serangan,” ujar Giap.
Meski banyak yang kecewa, pasukan tetap menjalankan perintah.
Bagi Giap, Dien Bien Phu ibarat mangkuk. Untuk menghancurkannya, ia mesti dibombardir dari tempat-tempat yang lebih tinggi di pinggirannya. Titik sentral musuh yang mesti ditaklukkan adalah lapangan udara. “Jika kami bisa membatasi atau memotong rute udaranya, maka pertahanan mereka akan cepat kehilangan kemampuan bertempurnya. Menguasai lapangan udara atau menghancurkannya sekaligus tidak terlalu sulit bagi kami,” ujarnya.
Baru setelah jalur udara musuh lumpuh, pasukan Vietnam bisa merangsek ke jantung pertahanan lawan via parit-parit yang telah mereka persiapkan.
Pada 12 Maret, wakil panglima Tentara Prancis Jenderal Rene Cogny mengakhiri kunjungan ke Dien Bien Phu. Setelah melambaikan tangan kepada para pengantar, dia masuk pesawat DC-3 Dakota yang akan membawanya pulang. Ketika mesin sudah dihidupkan, gelegar kanon memecah siang di landas pacu Lanud Muong Thanh. Pilot yang membawa Cogny langsung mempercepat lepas landas. Pertempuran Dien Bien Phu dimulai.
“Cogny tidak tahu bahwa ia menyampaikan salam selamat tinggal untuk selamanya ke landak Dien Bien Phu,” tulis Giap.
Buku Tentang Panglima Jenius
Buku ini bukan hanya mengisahkan Pertempuran Dien Bien Phu dengan renyah, tapi juga memaparkan detail yang kaya. Dibandingkan memoar sejenis, memoar Giap lebih kaya informasi. Minusnya, miskin anekdot. Bisa dipahami mengingat karakter Giap yang agak kaku meski bersahaja, egaliter, dan menghormati lawan bicara.
Tak ada upaya membanggakan diri dalam memoar ini. Namun, kejeniusan Giap tetap tak bisa disembunyikan. Salah satunya keputusannya menggunakan taktik “Steady attack, steady advance”. Jenderal yang mantan jurnalis itu mengatakan, bukan perkara mudah menyampaikan gagasan itu kepada jajaran dan pasukannya, yang kala itu bernafsu untuk bertempur. Dengan penjelasan logis, dia meraih hati ribuan prajuritnya. Meski awalnya mendapat penentangan, keputusan Giap di kemudian hari mendapat pujian dari banyak perwiranya.
Pertempuran Dien Bien Phu memberi hasil yang membanggakan bagi rakyat Vietnam. Ia bukan hanya melepaskan Vietnam dari cengkeraman kolonialisme Prancis –kendati kemudian harus menghadapi invasi Amerika Serikat– tetapi juga menggugah semangat banyak bangsa terjajah di Asia dan Afrika pasca-Perang Dunia II.
Bagi kalangan militer, buku ini amat penting untuk dijadikan bahan ajar. Untuk kalangan umum, buku ini berharga sebagai bahan informasi.*