Misi Murba dalam PDI

Misi Murba dalam partai hasil fusi, Partai Demokrasi Indonesia (PDI), gagal karena wakilnya terlibat konflik internal.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Misi Murba dalam PDIMisi Murba dalam PDI
cover caption
Pimpinan Partai Murba setelah bertemu Presiden Sukarno, 1966. Kiri-kanan: Wasid Suwarto, Prijono, Bambang Singgih, J.B. Andries, Anwar Bey, dan Maroeto Nitimihardjo. (Dok. Harry A. Poeze).

SEBAGAI respons atas gagasan Presiden Soeharto mengenai pengelompokan partai-partai politik yang mengarah pada penyederhanaan kepartaian, pada 9 Maret 1970 lima pemimpin partai politik yang tergabung dalam kelompok Demokrasi Pembangunan mengadakan pertemuan di Gedung MPRS Jalan Teuku Umar, Jakarta.

Melanton Siregar (Partai Kristen Indonesia/Parkindo), Achmad Soekarmawidjaja (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia/IPKI), Sukarni (Partai Murba), VB da Costa (Partai Katolik), dan Hardi (Partai Nasional Indonesia/PNI) lalu menandatangani pernyataan bersama untuk mengadakan kerjasama.

“Papa merangkul partai-partai ke dalam Partai Murba untuk Pemilu 1971 dan mendorong penggabungan partai-partai,” kata Emalia Iragilati Sukarni, anak Sukarni, kepada Histroria. Namun, Sukarni tak menyaksikan fusi karena meninggal sebelum Pemilu 1971.

SEBAGAI respons atas gagasan Presiden Soeharto mengenai pengelompokan partai-partai politik yang mengarah pada penyederhanaan kepartaian, pada 9 Maret 1970 lima pemimpin partai politik yang tergabung dalam kelompok Demokrasi Pembangunan mengadakan pertemuan di Gedung MPRS Jalan Teuku Umar, Jakarta.

Melanton Siregar (Partai Kristen Indonesia/Parkindo), Achmad Soekarmawidjaja (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia/IPKI), Sukarni (Partai Murba), VB da Costa (Partai Katolik), dan Hardi (Partai Nasional Indonesia/PNI) lalu menandatangani pernyataan bersama untuk mengadakan kerjasama.

“Papa merangkul partai-partai ke dalam Partai Murba untuk Pemilu 1971 dan mendorong penggabungan partai-partai,” kata Emalia Iragilati Sukarni, anak Sukarni, kepada Histroria. Namun, Sukarni tak menyaksikan fusi karena meninggal sebelum Pemilu 1971.

Setelah pemilu, kelima partai politik itu mengumumkan rencana fusi. Namun, fusi baru terlaksana pada 10 Januari 1973. Partai Murba, diwakili Moerbantoko dan Djon Pakan, meneken keputusan fusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Menurut Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 5, setelah fusi, kelima partai harus membubarkan diri. Partai Murba gagal menyelenggarakan kongres pembubaran, tapi mengadakan referendum pada April-Juli 1973 dengan hasil positif dan mendapat pengesahan dari Dewan Partai. Dalam sidangnya pada 1-3 Agustus 1973, Partai Murba secara resmi dibubarkan.

Murba dalam PDI

Di dalam Dewan Pimpinan Pusat PDI, Partai Murba menempatkan empat wakilnya: Moerbantoko, Djon Pakan, J.B. Andries, dan Zakaria Raib. Namun, menurut Harry A. Poeze dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, pengaruh Partai Murba menipis di dalam aliansi yang tidak nyaman ini karena perselisihan internal dan tak punya dukungan rakyat.

Tak seperti wakil empat partai lainnya, wakil Partai Murba dalam PDI tak menjaga hubungan baik dengan bekas anggota partai. Konsultasi berjalan insidental. Moerbantoko juga lebih banyak menempuh kebijakan sendiri serta ikut campur dalam konflik internal PDI yang melibatkan mantan anggota-anggota PNI.  

Sejumlah anggota Dewan Partai, yang beberapa kali bersidang atas nama “Partai Murba dalam likuidasi”, pun bereaksi. Mereka menandatangani sebuah pernyataan yang menuntut Moerbantoko bertanggung jawab kepada Dewan Partai. Merasa terpukul, Moerbantoko meletakkan jabatannya. Posisinya digantikan Muhidin Nasution yang ditunjuk Dewan Partai dan disetujui PDI.  

Pada 1977, sembilan orang mantan pimpinan Partai Murba membentuk Keluarga Besar Bekas Partai Murba sebagai wadah eks anggota Partai Murba. Setahun kemudian namanya diganti menjadi Forum Komunikasi Unsur Murba dalam PDI. Forum yang dipimpin Maroeto ini dibentuk di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra Barat.  

Bersamaan dengan peringatan Tan Malaka pada 19 Februari 1980, ditandatangani sebuah Ikrar Kebulatan Tekad oleh sekira 36 anggota pimpinan Partai Murba lama. Ikrar ini menyebutkan bahwa “Forum Komunikasi harus berfungsi sebagai badan musyawarah dan sebagai papan suara wakil-wakil Partai Murba di dalam PDI, yang telah ditunjuk oleh Forum Komunikasi dan pendirian mereka sesuai dengan pendirian Forum Komunikasi.”

Muhidin Nasution ikut menandatangani Ikrar. Namun, dia mendapat kritik karena gagal membawa misi Murba dalam PDI, memihak salah satu pihak dalam konflik internal PDI, bertindak sendiri tanpa berkomunikasi dengan Forum Komunikasi, serta menolak usul Forum Komunikasi untuk menempatkan Bambang Singgih sebagai pengganti J.B. Andries yang meninggal dunia.

Jalan Tanah Abang II No. 80. Di kawasan ini dulu kantor Sekretariat DPP Partai Murba. (Nugroho Sejati/Historia.ID).

Sebuah delegasi terdiri dari Zakaria Raib, Rasjid Noor, dan Wasid Soewarto mengunjungi Muhidin untuk membicarakan penggantian tersebut. “Yang terjadi tukar pikiran yang sengit di mana Muhidin melontarkan seribu satu caci maki atas Maroeto,” tulis Poeze.

Pada Mei 1980 Forum Komunikasi bersidang dan memutuskan menyingkirkan Muhidin sebagai ketua dan digantikan Zakaria Raib, J.B. Andries digantikan Bambang Singgih, dan Djon Pakan oleh Rasjid Noor, dan Royani sebagai anggota baru. Usulan ini dilaporkan kepada Ketua PDI Sanusi Hardjadinata yang berhati-hati menanggapinya. Muhidin melawan dan bertahan. Pada Juli 1980, sekali lagi Forum Komunikasi memberitahukan bahwa Muhidin dan Djon Pakan tak lagi diakui sebagai wakil golongan Murba.  

Muhidin menanggapinya dengan surat yang diedarkan tertanggal 1 Agustus 1980. Dia mempersalahkan “Forum Komunikasi karena sebagai organisasi politik berfungsi selaku partai di dalam partai.” Bahkan, dengan mengklaim sebagai mandataris eks pimpinan Partai Murba, Muhidin memutuskan untuk membubarkan Forum Komunikasi.

Sebagai responsnya, Forum Komunikasi menyebut istilah “mandataris” tak ada dalam peraturan Partai Murba. Forum Komunikasi meminta Sanusi turun tangan. Namun, Sanusi mengikuti pendapat Mh. Isnaeni, anggota pimpinan PDI yang lain, agar tak ikut campur.  

Pada Oktober 1980, Forum Komunikasi minta campur tangan Soedomo, panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), untuk menekan Sanusi. Beberapa hari kemudian Sanusi mengundurkan diri sebagai korban perselisihan internal PDI.

Muhidin dan Djon Pakan bertahan dan membentuk Unsur Murba dalam Partai Demokrasi Indonesia. Muhidin tetap aktif sebagai pimpinan dan anggota parlemen PDI hingga mengundurkan diri pada November 1985 karena sakit dan dua minggu kemudian meninggal dunia. Penggantinya, Yahya Nasution, menjadi anggota fraksi PDI sampai 1990-an. Djon Pakan tetap aktif sebagai anggota pimpinan dan anggota parlemen PDI hingga mengundurkan diri pada 1988.  

“Hubungan Forum Komunikasi dengan PDI sama sekali putus. Muhidin dan Djon Pakan tidak bersedia untuk menyerahkan kedudukan mereka, demikian juga pimpinan PDI tidak bersedia membantu kedua belah pihak yang saling bertikai,” tulis Poeze.

Beralih ke Golkar

Pada 1981, Forum Komunikasi menarik diri dari PDI dan mengubah namanya menjadi Forum Komunikasi Keluarga Besar Murba. Forum ini membentuk pimpinan harian pusat dengan ketua Maroeto dan sekretaris Tanak Purba, dewan musyawarah, serta cabang-cabang daerah.

Menurut Poeze, Forum Komunikasi memiliki 30 hingga 40 anggota aktif, ditambah barangkali 100 orang yang terdiri dari pengikut setia partai dengan ikatan pribadi pada Tan Malaka. “Kegiatan-kegiatan mereka sengaja tidak ditonjolkan karena Tan Malaka dianggap seorang komunis,” tulis Poeze.  

Dengan sumber daya terbatas, Forum Komunikasi melakukan kegiatan antara lain menerbitkan kembali tulisan-tulisan Tan Malaka oleh penerbit Yayasan Massa.

Pada Pemilu 1982 sejumlah pemimpin Forum Komunikasi memutuskan bergabung dengan Golkar. Setelah Pemilu 1982, Forum Komunikasi menghadapi jalan buntu. Kegiatannya merosot. Forum hanya giat dalam arisan yang bernama Kelompok Arisan 19 Februari. Setiap sebulan sekali mereka berkumpul di rumah salah seorang anggota untuk bertukar pikiran mengenai berbagai persoalan.*

Majalah Historia No. 34 Tahun III 2016

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
67484f76760aabfe25def818