Omar Barack Selamat dari Bom Atom

Omar Barack kuliah di Jepang menjelang Perang Pasifik. Kuliahnya terganggu perang yang berujung dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Mertua Surya Paloh ini kemudian sukses sebagai pebisnis.

OLEH:
Petrik Matanasi
.
Omar Barack Selamat dari Bom AtomOmar Barack Selamat dari Bom Atom
cover caption
Ilustrasi Omar Barack. (M.A. Yusuf/Historia.ID).

BEGITU sauh ditarik, kapal Bandung Maru berjalan meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada Agustus 1940. Dua puluh hari lamanya Bandung Maru akan mengarungi Samudera Pasifik melewati Taipei dan Shanghai untuk mancapai tujuan akhir, Kobe di Negeri Sakura.

Dari sekian penumpang Bandung Maru, terdapat dua pemuda asal Samarinda, Kalimantan Timur berpaspor Hindia Belanda. Mereka adalah Arden Mulia Noor dan Omar Barack. Mereka hendak menuntut ilmu di Jepang yang kala itu sudah menjadi “macan Asia”.

“Ayah setuju sekali saya melanjutkan pelajaran ke Jepang, mengingat ayah saya ada hubungannya dengan perusahaan Jepang BPC (Borneo Produce Company),” kata Omar Barack, yang saat itu berusia sekitar 23 tahun, dalam Suka Duka Pelajar Indonesia di Jepang Sekitar Perang Pasifik 1942–1945.

Omar kuliah ekonomi di Universitas Waseda. Namun, Perang Asia Timur Raya membuat masa studinya harus diselesaikan dalam waktu lama, dari 1940 hingga 1948. Meski penuh liku, dari sanalah dia memulai hidup dan sebenarnya tradisi keluarganya juga.

BEGITU sauh ditarik, kapal Bandung Maru berjalan meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada Agustus 1940. Dua puluh hari lamanya Bandung Maru akan mengarungi Samudera Pasifik melewati Taipei dan Shanghai untuk mancapai tujuan akhir, Kobe di Negeri Sakura.

Dari sekian penumpang Bandung Maru, terdapat dua pemuda asal Samarinda, Kalimantan Timur berpaspor Hindia Belanda. Mereka adalah Arden Mulia Noor dan Omar Barack. Mereka hendak menuntut ilmu di Jepang yang kala itu sudah menjadi “macan Asia”.

“Ayah setuju sekali saya melanjutkan pelajaran ke Jepang, mengingat ayah saya ada hubungannya dengan perusahaan Jepang BPC (Borneo Produce Company),” kata Omar Barack, yang saat itu berusia sekitar 23 tahun, dalam Suka Duka Pelajar Indonesia di Jepang Sekitar Perang Pasifik 1942–1945.

Omar kuliah ekonomi di Universitas Waseda. Namun, Perang Asia Timur Raya membuat masa studinya harus diselesaikan dalam waktu lama, dari 1940 hingga 1948. Meski penuh liku, dari sanalah dia memulai hidup dan sebenarnya tradisi keluarganya juga.

Omar Barack.

Anak Tajir dari Samarinda

Keluarga Barack adalah keluarga kaya di Samarinda. Itulah sebabnya Omar bisa sekolah tinggi untuk kebanyakan orang Kalimantan. Keluarga Barack konon berasal dari selatan Kalimantan sebelum hidup di Samarinda.

Sudah beberapa generasi keluarga Barack berdagang. Di kawasan Kesultanan Kutai, mereka dikenal sebagai pedagang. Agus Suprapto dalam Perang Berebut Minyak menyebut keluarga Barack adalah pedagang antarpulau yang memasok sejumlah barang yang dibutuhkan oleh Kesultanan Kutai.

Leluhur Omar Barack adalah Samsoedin Barack. Bisnis Samsoedin diteruskan anaknya, Muhammad Barack. Hamdani dan Untoro Raja Bulan dalam Kampoeng HBS: Kampung Pejuang dan Saudagar menyebut Muhammad Barack menikah dengan Maryam. Mereka punya lima anak: Ali Barack, Aluh Ayu, Aluh Bintang, Sari Bulan, dan Ahmad Barack.

Ali dan Ahmad melanjutkan orangtua mereka jadi pedagang. Ali kemudian berkongsi dengan bebearapa pedagang pribumi mendirikan Handel Maatschappij Borneo Samarinda (HBS) pada 14 November 1908 dengan akte notoris Benjamin ter Kuille Nomor 76. Berkat mereka, berdiri Kampung HBS di Pasar Pagi, Samarinda. HBS, yang terkait dengan Sarikat Islam (SI), mengelola lahan pertanian di Sungai Pinang.

Ahmad, yang dikenal sebagai Haji Achmad bin Haji Mohamad Barack, menikahi Hajjah Sa’diah binti Haji Mohamad Hasan. Dari pernikahan itulah Omar Barack lahir sebagai anak keenam dari sepuluh bersaudara.

Ketika Omar tumbuh dewasa, bisnis yang dijalankan HBS melemah. Menurut Hamdani dan Untoro, pemerintah Hindia Belanda melarang HBS melakukan ekspor barang. Omar tahu pengusaha pribumi di Samarinda merasa dizalimi penguasa Hindia Belanda. Cukup lama Omar memendam kecewa pada negara.

Kendati begitu, Omar serius dalam studinya. Masa kuliah tak hanya dihabiskannya di kampus, meski uang kiriman ayahnya cukup membuatnya hidup di Jepang.

“Saya bekerja di NHK (Nippon Hosho Kyoku) sebagai penyiar dalam bahasa Indonesia,” kata Omar.  

Gaji yang didapatkan Omar lumayan untuk seorang bujangan. Dengan uang itu cukup buatnya nonton bioskop bersama pacar Jepangnya.

Selain itu, Omar menulis tentang Indonesia di majalah Asahi. Omar juga ikut membantu membuat kurikulum dan kamus bahasa Indonesia-Jepang bersama Mr. Soejono.

Mahasiswa Indonesia yang belajar di Hiroshima, 1943-1944. (Repro Suka-Duka Pelajar Indonesia di Jepang).

Namun, belum sampai dua tahun Omar di Jepang, armada udara Angkatan Laut Jepang menyerbu Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Sehari kemudian, balatentara Jepang sudah menduduki Hindia Belanda.

Sebagai penyiar NHK yang kebetulan tak suka Belanda, pemuda Omar pun dilibatkan untuk memerangi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Siarannya cukup menggelegar untuk membakar perlawanan terhadap Belanda ketika tentara Jepang menyerbu Indonesia. Namun, perang tetaplah menganggu hidupnya lantaran kuliahnya juga terganggu.

“Di sekolah, sejak memuncaknya peperangan pada awal tahun 1944, hampir-hampir tak ada kuliah. Mahasiswa-mahasiswa dipekerjakan di pabrik senjata, misalnya di Tachikawa. Juga untuk latihan ketentaraan banyak mahasiswa yang dikirim ke medan perang,” kata Omar.

Omar pun mengalami masa sulit. Ada masa dia ikut pembagian roti sekali sehari. Perang membuat bahan pangan sulit didapat. Bersama kawan-kawannya, Omar juga harus bergantian mencari sayur dan buah ke desa-desa. Tomat kadang bisa ditukar dengan pakaian. Bahkan, keadaan memaksanya untuk mencuri.

“Pernah suatu saat saya bernasib sungguh sial. Sewaktu merangkak mau mengambil tomat terambil pula oleh saya kotoran manusia,” kata Omar.

Sementara di medan perang Sekutu kesulitan mengalahkan Jepang. Kendati sudah dikeroyok dan dalam banyak pertempuran kalah, Jepang tak kunjung menyerah. Sekutu seolah kehabisan akal hingga harus menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima pada 6 dan 9 Agustus 1945 guna melemahkan Jepang.

Akan tetapi kami bukan mencari perlindungan, malah sebaliknya. Kami lebih senang menyaksikan B-29 membomi kota Tokyo.

Omar beruntung ada di sekitar Waseda, Tokyo sehingga jauh dari bom atom. Namun, setelah Agustus 1945, kehadiran pesawat pengebom B-29 milik Amerika Serikat jadi pemandangan umum di Jepang. Semua yang berada di kota diharuskan bersembuyi di lubang perlindungan jika pesawat itu muncul.

“Kami semua harus bersembunyi di tempat perlindungan tersebut. Akan tetapi kami bukan mencari perlindungan, malah sebaliknya. Kami lebih senang menyaksikan B-29 membomi kota Tokyo,” kata Omar.

Bom yang dijatuhkan di Tokyo daya rusaknya berbeda dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Tentara Sekutu sengaja tak membuat Tokyo sebagai pusat Jepang sehancur Hiroshima dan Nagasaki. Waktu Sekutu menyerang, Omar ingat orang Islam yang berada di Jepang sedang menjalani puasa Ramadan. Omar hanya mendengar tentang hancurnya Hiroshima dan Nagasaki ketika akan menjalankan salat tarawih di Masjid Yoyogi Uehara bersama Abdullah Kamil, Suwanto, dan Umarjadi. Mereka hanya bisa ikut doa bersama di masjid tempat mereka salat.

Kaisar Jepang Hirohito kemudian berpidato yang membuat banyak rakyat Jepang sedih. Di antaranya bahkan ada yang bunuh diri. Begitu yang didengar Omar.

“Seluruh Jepang kacau balau, persediaan bahan makanan kurang. Soal ekonomi dan keuangan berantakan setelah diadakan perjanjian perdamaian,” ingat Omar.  

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, keadaan membaik bagi pemuda macam Omar dan pelajar asal Indonesia lainnya. Tanpa perang, belajar bisa kembali tenang. Sejak 1946, kuliah perlahan normal kembali.

Begitu tentara Sekutu masuk ke Jepang, Omar bekerja sebagai petugas keuangan untuk tentara Sekutu. Omar juga sempat berdagang bersama Hasan Rahaya hingga punya banyak uang di masa-masa kekalahan Jepang itu.

Mahasiswa Indonesia di Jepang berfoto bersama Sukarno dan Mohammad Hatta. (persada.or.id).

Terus Dekat Jepang

Jepang tak hanya menjadi tempat menggali ilmu bagi Omar. Jodoh pun dia temukan di Jepang. Istrinya seorang Jepang yang diberi nama Islam, Aisyah. Mereka menikah secara Islam.

“Saya menikah di masjid Yoyogi Uehara setelah bersembahyang Jumat,” kenang Omar.

Dalam pernikahan itu, hadir Umarjadi, Trasno, Hasan Rahaya, dan Ismail Nazir. Sorenya, sebuah resepsi diadakan. Dari pernikahan itu, Omar mendapatkan tiga anak. Rosita yang tertua, disusul Rosano, dan si bungsu Rossana.

Setelah menikah, Omar pindah ke Kyoto sehingga jauh dari anak-istrinya. Meski jauh, akhirnya tradisi keluarga Barack diteruskan Omar dengan menjadi pengusaha. Ketika tinggal di Osaka, Omar mendirikan perusahaan yang namanya mencerminkan akar keluarga Barack, Kalimantan Trading Co. Ltd.

Ketika mulai berbisnis sekitar 1949, seingat Omar banyak pengusaha Indonesia mulai dekat dengan perusahaan Jepang. Di antaranya Firma Djohan Djohor, PT Tambunan atau Firma Fasco. Mereka menjual kopra ke Jepang. Bersama mereka, Omar bersekutu dalam Copra Selling Pool Japan. Omar duduk sebagai ketuanya. Pada 1950, Omar pulang ke Indonesia untuk mencari kontak bisnis.

“Alhamdulillah setiap bulannya tidak kurang dari 5000 ton kopra dikirim ke Jepang,” kata Omar.

Namun, setelah 1952 persekutuan itu bubar. Omar kembali fokus berbisnis dalam Kalimantan Trading Co. Ltd. Dua orang Jepang, Fujita dan Izumi, membantu bisnisnya.

Pada 1952 itu pula Omar memboyong keluarganya ke Jakarta. Kala itu Omar sudah punya putri, Rosita, yang lahir pada 1949.

Omar lalu mendirikan Firma Kalimantan yang berkantor di Jalan Malaka, sebelum akhirnya pindah ke Jalan Kali Besar Timur. Bisnis impor barangnya cukup ramai. Bersama Yusuf Odang, pada 1953 Omar mendirikan NV Kalimantan Lumber Co. Ltd. yang bermitra dengan Nampo Ranggo dalam bidang perkayuan.

“Dengan dibantu oleh ahli-ahli Departemen Kehutanan, kami bersama-sama meninjau konsesi kami seluas 150.000 hektar di Berau,” kata Omar.

Bisnis perkayuan NV Kalimantan Lumber berhasil. Tiga kali perusahaan itu ekspor kayu ke Jepang. Namun, NV Kalimantan Lumber kemudian bubar karena bisnis kayu dipermasalahkan orang-orang di sekitar Berau.

Setelah bisnisnya mandek di Berau, Omar bekerja sama dengan beberapa pengusaha di daerah Pintu Kecil Jakarta. Sejak 1956, Omar bergabung dengan PT Dunia Metal Works dan pada 1958 dia menjadi direkturnya.

Omar mendirikan PT Universal Metal Works pada 1972. Empat tahun kemudian perusahaan itu membuka pabrik di Jawa Timur di bawah PT Sidoarjo Universal Metal Works. Bisnis itu bergerak di bidang pengolahan logam dan baja.

Di luar bisnis, Omar aktif dalam dunia pendidikan. Pada 1958, dia ikut mendirikan lembaga kursus bahasa Jepang, Nippon Bunka Gakuin (NBG). Bersama Hasan Rahaya, Omar juga mendirikan Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang pada 1965. Tak hanya itu bentuk hubungan baik Omar dengan Jepang, anak laki-lakinya, Rosano Barack juga kuliah di Universitas Waseda seperti dirinya.

Setelah kuliah, Rosano berbisnis dengan Bambang Triatmodjo, anak Presiden Soeharto, dalam PT Bimantara Group. Selain punya anak pebisnis, Omar juga punya menantu pebisnis. Pada 1984, Rosita menjadi istri dari pebisnis media Surya Paloh. Keluarga Barack cukup terkenal di Jakarta. Omar punya cucu, Reno Barack yang beristrikan penyanyi dan aktris Syahrini. Reno Barack juga pebisnis seperti kakeknya, Omar Barack.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
6667a5283cee70fb1f9bcbd3