Pameran Soviet Jelang Asian Games

Kesalahpahaman mengenai penguasaan lahan terjadi di tengah pembangunan Proyek Asian Games IV di Jakarta.

OLEH:
Zalfaa Rizqi Nuraulia
.
Pameran Soviet Jelang Asian GamesPameran Soviet Jelang Asian Games
cover caption
Ilustrasi Pekan Raya Industri Soviet. (Betaria Sarulina/Historia.ID).

BEGITU terpilih sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962, pemerintahan Sukarno bergegas membangun sarana dan prasarana olahraga yang modern. Angkatan Darat dilibatkan. Salah satunya dalam urusan tanah. Yang diberi tanggung jawab untuk memimpin adalah Mayor Sutikno Lukitodisastro, kepala Seksi V Kodam V Djaja.

Sutikno memimpin Seksi Penguasaan Pembebasan atau Seksi Urusan Tanah. Tugasnya merealisasikan pembebasan tanah untuk pembangunan Kompleks Asian Games, kompleks olahraga terpadu yang kini dinamai Gelora Bung Karno. Seksi ini kemudian menjadi Bagian Urusan Tanah yang berada di bawah Biro III Lapangan dan Bangunan.

Biro III sendiri berada di bawah naungan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI), lembaga resmi persiapan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta. Untuk mempercepat pembangunan, pada 1961 dibentuk Komando Urusan Asian Games (KUPAG) yang langsung di bawah komando Presiden Sukarno.

BEGITU terpilih sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962, pemerintahan Sukarno bergegas membangun sarana dan prasarana olahraga yang modern. Angkatan Darat dilibatkan. Salah satunya dalam urusan tanah. Yang diberi tanggung jawab untuk memimpin adalah Mayor Sutikno Lukitodisastro, kepala Seksi V Kodam V Djaja.

Sutikno memimpin Seksi Penguasaan Pembebasan atau Seksi Urusan Tanah. Tugasnya merealisasikan pembebasan tanah untuk pembangunan Kompleks Asian Games, kompleks olahraga terpadu yang kini dinamai Gelora Bung Karno. Seksi ini kemudian menjadi Bagian Urusan Tanah yang berada di bawah Biro III Lapangan dan Bangunan.

Biro III sendiri berada di bawah naungan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI), lembaga resmi persiapan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta. Untuk mempercepat pembangunan, pada 1961 dibentuk Komando Urusan Asian Games (KUPAG) yang langsung di bawah komando Presiden Sukarno.

Proyek Asian Games dimulai dengan penyelesaian urusan tanah. Dan ini menjadi tugas Sutikno, yang jelas tak mudah. Dari penguasaan tanah, pemindahan penduduk, hingga relokasi rumah dan pemakaman.  

“Pekerjaan ini ialah pekerjaan yang paling sukar karena menghadapi masyarakat, salah di dalam mengambil tindakan rakyat ini dapat berontak,” tulis Kolonel Infanteri R. Md. Sudarman dalam Madjalah Sedjarah Militer Angkatan Darat edisi SA-12 tahun 1962.

Pembangunan Kompleks Asian Games antara lain didanai kredit lunak dari Uni Republik Sosialis Soviet (URSS) atau dikenal sebagai Uni Soviet.  

Di tengah pembangunan, muncul persoalan. Perwakilan Dagang URSS berencana menggelar pameran bertajuk Pekan Raya Industri Soviet dengan menyewa persil di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta. Pokok persoalannya, persil tersebut masuk dalam Proyek Asian Games dan akan dipakai untuk pembangunan jalan raya dan jembatan seluas 12 hektar.  

Persoalan tersebut terekam dalam Inventaris Arsip Soetikno Lukito Disastro 1959–1960 yang terdapat pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Arsip terkait penggunaan persil di Jalan Jenderal Sudirman untuk Pekan Raya Industri Soviet.

Izin yang Berbelit

Perwakilan Perdagangan URSS berencana menggelar pameran industri di Jakarta pada 1960. Lokasi pameran ditetapkan di sebuah persil atau halaman kosong Yayasan Rumah Sakit Jakarta di Jalan Jenderal Sudirman.  

Selain luas dan strategis, lokasi tersebut pernah dipakai untuk Pekan Raya Ekonomi Internasional (PREI) yang digelar 1953 hingga 1955. Dilansir Merdeka, 21 Agustus 1954, PREI I dan II diadakan di lapangan seluas 9 hektar dengan ruangan pameran tertutup, termasuk paviliun-paviliun luar negeri, dan bersifat sementara seluas tidak lebih dari 40.000 hingga 45.000 .

Yayasan Rumah Sakit Jakarta sendiri didirikan 10 Desember 1953 dengan maksud mendirikan dan mengelola rumah sakit umum swasta yang bersifat nasional. Lokasinya di tanah kosong bekas PREI. Presiden Sukarno memberikan dukungan dan memerintahkan Walikota Jakarta Soediro untuk memproses pemberian tanah seluas 9 hektar.

Untuk keperluan pameran, Wakil Kepala Perwakilan Perdagangan URSS Evgueni F. Manakhov meminta izin pemanfaatan persil dan pendirian bangunan sementara seluas 50x60 m untuk keperluan pameran.

Dr. Boentaran Martoatmodjo, salah satu pendiri dan kemudian jadi ketua Yayasan, tak keberatan. Yang terpenting, Boentaran berharap, pameran itu tak mengganggu aktivitas rumah sakit. Demikian isi surat Boentaran kepada Manakhov tanggal 21 Januari 1960.

Empat hari berselang, Manakhov mengirim surat permohonan izin ke pemerintah Kotapraja Jakarta Raya.

Jawaban datang dari Kepala Urusan Tanah Djawatan Pekerdjaan Umum (DPU) Kotapraja E.M. Joenoes. Pemanfaatan persil diizinkan dengan ketentuan membayar biaya sewa kepada pemerintah Kotapraja.

Apa yang disampaikan Joenoes bukan tanpa dasar. Yayasan Rumah Sakit Jakarta mendapat hibah tanah dari pemerintah Kotapraja sekitar 9 hektar. Namun, pada 1956 hanya tersisa 5 hektar karena 4 hektar diambil paksa oleh masyarakat sekitar. Di sisi lain, sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang menetapkan Jalan Jenderal Sudirman sebagai jalan protokol, bangunan di sepanjang jalan tersebut dikenai biaya sewa mulai tahun 1956 sampai 1962.

Dalam suratnya kepada kepala DPU terkait permohonan izin Manakhov, Sekretaris Daerah Kotapraja Mr. Soepangkat menjelaskan, pada kenyataannya Yayasan tak mampu membayar sewa.  

Yayasan Rumah Sakit Jakarta memiliki tanah seluas 5 hektar yang harus dibagi lagi dengan Yayasan Universitas Atma Jaya dan hanya menyisakan 1,9 hektar. Berbeda dari Yayasan Rumah Sakit Jakarta, Yayasan Universitas Atma Jaya sanggup membayar retribusi.

Soepangkat pun menyarankan: “Sebaiknya jika tanah yang hingga kini belum lagi dipergunakan untuk pameran, ditarik kembali saja persewaannya, sehingga dapat diberikan kepada peminat lain dan dipergunakan untuk keperluan lain oleh Kotapradja.”

Soepangkat juga setuju jika pemakaian tanah untuk pameran ditarik sewa langsung oleh Kotapradja dari Perwakilan Perdagangan URSS.  

Perwakilan Perdagangan URSS pun tak keberatan. Setelah memperoleh izin, mereka mulai mendirikan bangunan sementara untuk pameran. Namun, masalah lain muncul.

Sutikno Lukitodisastro sebagai sekjen Departemen Penerangan menyerahkan penghargaan kepada Ali Sadikin pada peringatan HUT III Perhimpunan Donor Darah DKI, 7 Desember 1977. (Perpusnas RI).

Penguasaan Negara

Persil di Jalan Jenderal Sudirman berada di dalam penguasaan negara, dalam hal ini Peperda Jakarta. Hal itu merujuk pada surat keputusan Kepala Staf Angkatan Darat selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu) tanggal 19 Mei 1959 No. Kpts/Peperpu/0733/1959 dan keputusan Penguasa Perang Daerah (Peperda) Jakarta Raya tanggal 26 Mei 1959 No. Prt./05/PPDSIDR/1959 mengenai penggunaan tanah-tanah yang dikuasai.  

Peraturan tersebut menentukan Daerah I (Bendungan Hilir) seluas 320 hektar untuk bangunan sportvenues, Daerah II (Tebet Pancoran) seluas 320 hektar untuk penampungan penduduk, Daerah III (Jalan Thamrin-Sudirman) seluas 10 hektar untuk perkampungan atlet, dan Daerah IV (Dukuh Atas) seluas 23 hektar untuk cadangan.

Jadi, pendirian bangunan untuk pameran industri Soviet dianggap sebagai pelanggaran. Atas dasar itulah, pada 2 Juli 1960, Panglima Daerah Militer V/Djaja selaku Peperda Jakarta Kolonel R. Umar Wirahadikusumah mengirim surat kepada Penguasa Perang Tertinggi (Peperti) dengan u.p. atau “untuk perhatian” ditujukan kepada Deputi II Peperti/Menteri Keamanan Nasional Jenderal TNI A.H. Nasution. Isinya laporan mengenai pekerjaan pembangunan untuk pameran industri Soviet.

Surat tersebut menyebutkan, setelah diperiksa oleh perwira yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan Peperpu, pembangunan tersebut belum ada izin dari Peperda Jakarta dan melanggar ketentuan yang berlaku. Selain itu, letak persil berada dekat dengan jalan besar dan poyek Asian Games, sehingga bisa mengganggu lalu lintas apabila banyak pengunjung datang dan pekerjaan Asian Games.

Dalam jawabannya tanggal 9 Juli, A.H. Nasution memerintahkan Peperda Jakarta untuk selekas mungkin mengadakan pengusutan dan penyelesaian. Umar menindaklanjutinya dengan mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada kepala Seksi Keamanan Staf Peperda Jakarta. Tembusan disampaikan kepada Sutikno, yang kemudian melakukan pemeriksaan ke persil lokasi pameran.

Pada 2 Juli, Peperda juga mengirim surat kepada Perwakilan Perdagangan URSS untuk menghentikan pekerjaan pembangunan pameran industri. Lalu, melalui surat perintah tertanggal 27 Juli 1960, Peperda meminta Perwakilan Perdagangan URSS melakukan pemindahan dalam jangka 14 hari. Jika belum diselesaikan, maka akan dilakukan pembongkaran terhadap bangunan pameran industri. Salinan surat ini juga diberikan kepada Sutikno.

Merespons hal tersebut, pada 5 Juli 1960, Ketua Perwakilan Perdagangan URSS M. Chekmarev mengirim surat kepada DAGI. Isinya menegaskan bahwa pembangunan paviliun untuk pameran industri sudah sesuai dengan nota Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan surat Kotapraja Jakarta Raya. Selain itu, karena penyelenggaraan sudah dekat, tak mungkin memindahkan pameran ke tempat lain.  

Perwakilan Perdagangan URSS meminta, tulis Chekmarev, “Dewan Asian Games IV menyelesaikan rintangan-rintangan yang timbul berhubung surat tersebut dari Panglima Daerah Militer V/Djaja selaku Penguasa Perang Daerah untuk Jakarta Raya dan Sekitarnya...”

Iklan pameran industri Soviet di suratkabar Merdeka, 27 September 1960.

Rekonsiliasi

DAGI tak tinggal diam. Willem Johannes Latumeten, salah satu anggota pimpinan pada Sekretariat Organizing Committee Asian Games IV, ditugaskan untuk menyelidiki soal pameran industri URSS ini. Hasilnya juga dikirimkan kepada Mayor Sutikno pada 7 Juli 1960.

Latumeten menyebut Perwakilan Perdagangan URSS tidak salah karena sudah memperoleh izin dari beberapa pihak. Kesalahan terjadi karena instansi-instansi tersebut dan Yayasan Rumah Sakit Jakarta tak meminta izin kepada Mayor Sutikno terlebih dahulu.  

“Kini soalnya sudah terlanjur. Mereka sudah jauh dalam persiapan/pembangunan. Jika harus dibongkar, maka akan memakan uang banyak dan pasti tidak akan siap bulan Oktober yang akan datang. Dari itu, jika macet di sini maka pastilah mereka akan terus ke atas melalui duta besar mereka. Dan dalam hal ini posisi kita (Asian Games) tidak begitu kuat, sebab dua instansi resmi telah membuat sendiri suatu kesalahan,” tulis Latumentan.

Latumeten menyarankan upaya rekonsiliasi. Misalnya, mereka harus menghadap Mayor Sutikno untuk minta maaf. Kemudian, kendati berada di Jalan Sudirman, pintu keluar-masuk gedung pameran dipusatkan di belakang. Harus disediakan pula tempat parkir. Untuk mencapai tempat parkir, mereka harus membuat jalan.

“Instansi-instansi yang bersangkutan diperingatkan sekali lagi (secara keras) adanya keputusan Peperti mengenai penguasaan tanah tersebut,” tulis Latumentan.

Setelah membaca surat dari Latumeten, dan sesuai dengan instruksi Peperti, Mayor Sutikno melakukan pemeriksaan pada tempat bangunan pameran.  

Pada 1 Agustus 1960, Peperda Jakarta melaporkan kepada Peperti bahwa “Atase Perdagangan URSS telah menghadap Peperda Jakarta Raya dan petugas Peperda Jakarta Raya Mayor CKH Sutikno Lukitodisastro, Bc. Hk. telah melakukan pemeriksaan pada tempat bangunan pameran.”

Dari hasil pemeriksaan, ditetapkan bahwa pihak URSS harus membangun tempat parkir dan jalan keluar-masuk bagi kendaraan pengunjung.

Persoalan ini akhirnya terselesaikan. Pekan Raya Industri Soviet dibuka pada 17 Oktober 1960 dan terbuka untuk umum alias gratis. Pameran ini memperkenalkan secara luas kemajuan-kemajuan Soviet di bidang industri, pertanian, ilmu dan kebudayaan.

Sutikno Lukitodisastro sendiri kemudian tercatat sebagai asisten Atase Militer di Washington DC dan penasihat militer Indonesia di New York pada 1963–1966, staf perwira senior Angkatan Darat, dan Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
66612da773c70098ea52a877