Pemakaman yang Klasik nan Unik

Demi kenangan akan kematian, sebuah pemakaman yang luas nan indah dibangun di London Utara. Primadonanya makam Karl Marx.

OLEH:
Ikra Yedija
.
Pemakaman yang Klasik nan UnikPemakaman yang Klasik nan Unik
cover caption
Gerbang bagian barat pemakaman Highgate, London, Inggris.

SELAIN ikon wisata seperti Big Ben dan Istana Buckingham, London masih menyimpan beberapa daya tarik yang tak biasa. Salah satunya terletak di London Utara: Highgate Cemetery, sebuah kompleks pemakaman di puncak bukit Highgate dengan makam Karl Marx sebagai primadonanya.

Cara terenak mencapai kompleks pemakaman ini dengan alat transportasi yang paling lazim di London: tube, kereta cepat bawah tanah yang namanya diambil karena bentuk terowongannya.

SELAIN ikon wisata seperti Big Ben dan Istana Buckingham, London masih menyimpan beberapa daya tarik yang tak biasa. Salah satunya terletak di London Utara: Highgate Cemetery, sebuah kompleks pemakaman di puncak bukit Highgate dengan makam Karl Marx sebagai primadonanya.

Cara terenak mencapai kompleks pemakaman ini dengan alat transportasi yang paling lazim di London: tube, kereta cepat bawah tanah yang namanya diambil karena bentuk terowongannya.

Highgate Cemetery, tempat peristirahatan terakhir sebagian orang ternama London, sangat luas. Ia meliputi area seluas 17 ekar dan menyimpan sekitar 170 ribu jenazah dalam lebih kurang 53 ribu makam. Bersama Kensal Green, West Norwood, Abney Park, Brompton Nunhead, dan Tower Hamlets, Highgate adalah anggota The Magnificent Seven, sebutan yang dicetuskan sejarawan Hugh Meller bagi tujuh kompleks pemakaman besar yang dibuka pada abad ke-19 untuk mengantisipasi ledakan penduduk London dan tingkat kematian yang tinggi.

Kala itu, Revolusi Industri menjadikan London tujuan utama urbanisasi dan imigrasi. Penduduk London meningkat tajam. Karena sistem sanitasi kota yang buruk, beragam penyakit seperti kolera, tipus, dan TBC mewabah. Sampah dan kotoran manusia mencemari sungai Thames yang menjadi sumber air minum penduduk London. Kematian pun menjadi akrab. Namun, keterbatasan area pemakaman menyebabkan jenazah terpaksa dikuburkan di antara toko-toko, ditumpuk di atas makam lain, atau dibungkus dengan bahan murah agar cepat membusuk –praktik yang kian memperburuk kesehatan publik. Menyadari hal ini, pada awal 1830-an, parlemen Inggris mengumumkan inisiatif untuk membuka area pemakaman baru.

Deretan makam bergaya Victoria yang memiliki ciri khas dengan patung di atasnya.

Highgate Cemetery dibuka di Swains Lane pada 20 Mei 1839 oleh Bishop London, di atas manor (lahan milik bangsawan) Sir William Ashurst, mantan Lord Mayor London yang juga pernah menjabat direktur Bank of England. Wilayah itu dibeli London Cemetery Company yang didirikan Stephen Geary, seorang arsitek. Kerja sama Geary dan David Ramsey, seorang perancang taman terkenal, menghasilkan arsitektur unik dan mengagumkan.

Highgate adalah saksi pemujaan era Victoria demi kenangan akan kematian, pemujaan yang berpangkal dari sikap Ratu Victoria sendiri atas kematian suaminya, Pangeran Albert. Sejak suaminya wafat pada 1861, Ratu Victoria tak pernah menanggalkan pakaian berkabungnya. Para pelayan konon diperintahkan tetap menyiapkan air panas yang biasa digunakan Pangeran Albert untuk bercukur setiap pagi. Cangkir terakhir yang digunakan Pangeran Albert juga bergeming dari tempatnya. Sikap Sang Ratu inilah yang membentuk kesukaan masyarakat zaman itu, terutama kelas atasnya, terhadap berbagai adat ritual terkait kematian dan pemakaman mewah. Status sosial orang yang meninggal dinyatakan oleh makamnya. Highgate, dengan letaknya yang ideal di puncak bukit dan arsitekturnya yang indah, menjadi kompleks pemakaman favorit warga kelas atas London.

Egyptian Avenue di tengah area West Side.

Dua Sisi

Awalnya kompleks pemakaman Highgate hanya punya satu bagian, West Side. Lima belas ekar dari wilayah Highgate diperuntukkan bagi pengikut gereja Anglikan, sisanya diperuntukkan bagi para Dissenter (non-Anglikan).

Di tengah area West Side terdapat Egyptian Avenue dengan gerbang dari obelisk bergaya era Firaun dan berukirkan bunga teratai di kakinya. Kedua sisi Egyptian Avenue masing-masing memuat 16 kamar dengan rak-rak yang memuat peti-peti mati. Pada pintu masing-masing kamar terpahat obor menyala terbalik yang melambangkan padamnya kehidupan.

Di ujung Egyptian Avenue terdapat Circle of Lebanon, sebuah lingkaran bangunan 20 kamar yang mengelilingi sebuah pohon cedar berusia lebih tua dari pemakaman itu yang menjadi inspirasi nama lingkaran ini. Salah satu kamar di sini adalah columbarium, kamar untuk menyimpan guci-guci abu jenazah hasil kremasi. Columbarium Highgate baru dibuka pada 1902 setelah parlemen Inggris menyetujui undang-undang yang melegalkan kremasi –sebelumnya kremasi jenazah di tempat terbuka dianggap melanggar hukum.

West Side menyimpan jenazah banyak orang terkenal. Antara lain keluarga Dickens (minus Charles Dickens yang dimakamkan di Poet’s Corner Westminster’s Abbey), petinju terkenal Tom Sayers, fisikawan Michael Faraday, hingga mantan agen intelijen Rusia (KGB) Alexander Litvinenko. Di antara semuanya, pemakaman Tom Sayers paling ramai, dihadiri puluhan ribu pelayat. Makam Tom Sayers pun tergolong tak biasa karena dijaga patung anjing setianya, Lion.

Circle of Lebanon di ujung Egyptian Avenue.

Pada 1854, untuk memenuhi minat publik, dari akumulasi keuntungan West Side, London Cemetery Company membeli 20 ekar area di sisi lain Swains Lane; East Side. Ada lorong penghubung antara West Side dan East Side di bawah Swains Lane. Berbagai tokoh tenar dunia dimakamkan di East Side seperti George Eliot dan Herbert Spencer. George Eliot adalah novelis zaman Victoria dengan novel klasiknya The Mill on The Floss. Mereka yang pernah sangsi apakah George Eliot seorang perempuan atau lelaki, dapat menemukan jawaban di makamnya. Sementara Herbert Spencer adalah seorang filsuf, evolusionis, yang melontarkan istilah “survival of the fittest” berdasarkan buku The Origin of Species Darwin.

Mengikuti mangkatnya Ratu Victoria pada 1901 dan peralihan takhta kepada Raja Edward VII, pemujaan masyarakat London terhadap kematian mulai berkurang. Memasuki abad ke-20, pamor Highgate meredup seiring meluasnya pilihan kremasi pada masyarakat London.

Meski mampu bertahan melalui dua Perang Dunia, perawatan terhadap kompleks pemakaman Highgate semakin minim seiring menurunnya keuntungan. Pada 1975, Friends of Highgate Cemetery, organisasi filantropis yang peduli pada Highgate, mengambil alih pengelolaan kompleks pemakaman dari United Cemetery Company, induk perusahaan London Cemetery Company. Siapa pun bisa menjadi anggota dengan biaya keanggotaan tahunan dan donasi £13,5-20 per tahun.

Saat ini kompleks pemakaman Highgate masih terbuka untuk pemakaman warga umum dan kunjungan siapa pun. Karena arsitektur bangunannya yang menyeramkan, beberapa film bertemakan vampir pernah dibuat di sini. Demi keamanan, untuk melindungi bangunan dan floranya, area West Side hanya dapat dikunjungi melalui tur yang diselenggarakan Friends of Highgate Cemetery, sementara East Side bebas dikunjungi dengan membeli tiket masuk.

Makam Tom Sayers dengan patung anjing kesayangannya.

Modernitas Karl Marx

Di gerbang East Side terdapat foto kecil Karl Marx, satu-satunya foto di gerbang itu, yang menegaskan bahwa makam Karl Marx memang primadona kompleks pemakaman. Untuk menuju Karl Marx, pada tikungan pertama setelah melalui gerbang, kita harus mengambil arah, tentu saja, ke kiri.

Bersama Egyptian Avenue, makam Karl Marx dikategorikan sebagai bangunan bersejarah grade I di Inggris yang berdasarkan definisinya adalah “of exceptional interest, sometimes considered to be internationally important”. Bangunan yang masuk kategori ini dilarang untuk dirusak, ditambah-tambahi, atau diubah tanpa seizin pihak berwenang.

Makam Karl Marx lebih menyerupai tugu ketimbang makam yang lazim di Indonesia. Dibandingkan bangunan sekitarnya yang didominasi malaikat dan atribut Kristiani bergaya gotik, makam Karl Marx lebih menyuarakan modernitas, kebaruan, penolakan pada gaya Victoria. Patung dadanya, dibuat Lawrence Bradshall, menyertai kepindahan makamnya dari West Side ke sini pada 1954. Makam itu dipayungi beberapa pohon yang tak besar, pohon-pohon yang sepertinya mencoba memberikan keteduhan peristirahatan terakhir baginya. Tapi ketenangan tampaknya sulit dimiliki Karl Marx, bahkan lama setelah ajalnya.

Karl Marx menghabiskan 34 tahun hidupnya di London setelah menanggalkan kewarganegaraan Jerman pada 1844 dan diusir dari Paris dan Belgia pada 1849. Hampir seluruh episode hidup Karl Marx dan keluarganya di London berada dalam kemiskinan dan penyakit. Keuangan Karl Marx terus-menerus didukung Friedrich Engels, sahabat karibnya yang mewarisi pabrik tekstil keluarga di Manchester. Catatan resmi menyebutkan keluarga Karl Marx dan istrinya, Jenny von Westphalen, memiliki enam anak, namun ada rumor yang menyebut Karl Marx juga punya seorang anak lelaki dari Lechen, pelayan keluarganya. Karena kemiskinan yang begitu parah, tiga anak Karl Marx meninggal dalam usia bayi dan anak-anak. Pada 14 Maret 1883, sebelum Das Kapital rampung, Karl Marx meninggal dunia di usia 65 tahun karena komplikasi berbagai penyakit seperti bronkitis dan pleuritis, dengan status tanpa kewarganegaraan.

Makam Karl Marx menjadi salah satu makam yang banyak dikunjungi wisatawan.

Awalnya Karl Marx dimakamkan di West Side dengan makam yang sederhana. Prosesi pemakamannya konon hanya dihadiri sekitar sepuluh orang. Namun pada 1954, atas prakarsa Partai Komunis Inggris dengan pertimbangan kemudahan bagi orang dari seluruh penjuru dunia yang berniat berkunjung, makam Karl Marx dipindahkan ke East Side. Konon, untuk menghindari kontroversi, pemindahan makam dari West Side dilakukan pada jam 3 dini hari. Setelah itu, makam ini pernah mengalami dua kali percobaan pengeboman yang gagal, pada 1965 dan 1970. Pada September 2011, makam ini kembali menjadi sasaran aksi vandalisme berupa pengecatan warna biru.

Selain Karl Marx, di makam yang sama juga bersemayam istri (Jenny von Westphalen), putri bungsu (Eleanor Marx), cucu (Harry Longuet), serta pelayan keluarga (Helena Demuth, nama asli Lechen).

Epitaf pada makam itu terdiri atas dua kalimat: Kalimat masyhur dalam Manifesto Komunis: “Workers of all lands, unite!” (kaum buruh di seluruh dunia bersatulah!) Juga kesimpulan dari Thesis on Feuerbach, tulisan Karl Marx muda yang baru diterbitkan Engels setelah Karl Marx meninggal: “The philosophers have only interpreted the world in various ways, the point however is to change it” (Para filsuf telah menafsirkan dunia dalam berbagai cara. Padahal yang lebih penting lagi adalah mengubah dunia).

Bunga-bunga kering berserakan di kaki makam Karl Marx. Dua buket kecil bunga segar, mungkin dari peziarah sebelumnya, seorang bapak dan anak perempuannya, tergeletak manis. Serombongan orang Asia berkulit kuning, sebagian masih muda, datang dan berfoto-foto. Setelah pecahnya Uni Soviet dan keruntuhan tembok Berlin, serta menjamurnya gerai McDonalds, makam Karl Marx masih terus dikunjungi orang. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia, bersusah payah mendaki bukit, mendatangi petak kecil itu, demi sebuah penghormatan kepada salah seorang pemikir terbesar dunia.*

Foto-foto oleh E. Adela

Majalah Historia No. 7 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
646cafe35abf546bdb802577