Perjalanan Terakhir Henk Sneevliet

Henk Sneevliet menggalang perlawanan bawah tanah terhadap Nazi. Berakhir karena pengkhianatan. Dia bersama tujuh kawannya dieksekusi mati.

OLEH:
Bonnie Triyana
.
Perjalanan Terakhir Henk SneevlietPerjalanan Terakhir Henk Sneevliet
cover caption
Sima Sneevliet di depan makam ayahnya di Driehuis Westerveld. (Keluarga Henk Sneevliet/Historia.ID).

USAHA Belanda untuk memposisikan netral dalam situasi Perang Dunia II sia-sia belaka. Pada 10 Mei 1940, Nazi menyerang dan menduduki Belanda. Keluarga kerajaan dan pemerintah Belanda mengungsi ke London, Inggris. Di sana pula mereka menjalankan roda pemerintahannya. 

Di Belanda, Nazi berkolaborasi dengan Nationaal-Socialistische Beweging (NSB, Gerakan Nasional Sosialistis) pimpinan Anton Mussert. Di tengah merebaknya ketakutan terhadap Nazi dan kampanye antisemitnya, NSB melarang orang Yahudi di Belanda untuk bekerja dan menempati posisi penting di pemerintahan. 

Kekerasan merebak di mana-mana. Pada 11 Februari 1941 sejumlah buruh di Amsterdam menyerang sekelompok Nazi. Satu orang Nazi tewas dalam serangan itu. Tak lama berselang, polisi Nazi menyerang seorang pemilik kafe warga Yahudi di Amsterdam. Aksi kekerasan itu diikuti dengan penangkapan sekira 400 warga Yahudi Belanda yang kemudian dibawa ke kamp konsentrasi Buchenwald, Jerman, menyusul 3000 buruh galangan kapal yang telah terlebih dulu ditahan pada akhir 1940. 

USAHA Belanda untuk memposisikan netral dalam situasi Perang Dunia II sia-sia belaka. Pada 10 Mei 1940, Nazi menyerang dan menduduki Belanda. Keluarga kerajaan dan pemerintah Belanda mengungsi ke London, Inggris. Di sana pula mereka menjalankan roda pemerintahannya. 

Di Belanda, Nazi berkolaborasi dengan Nationaal-Socialistische Beweging (NSB, Gerakan Nasional Sosialistis) pimpinan Anton Mussert. Di tengah merebaknya ketakutan terhadap Nazi dan kampanye antisemitnya, NSB melarang orang Yahudi di Belanda untuk bekerja dan menempati posisi penting di pemerintahan. 

Kekerasan merebak di mana-mana. Pada 11 Februari 1941 sejumlah buruh di Amsterdam menyerang sekelompok Nazi. Satu orang Nazi tewas dalam serangan itu. Tak lama berselang, polisi Nazi menyerang seorang pemilik kafe warga Yahudi di Amsterdam. Aksi kekerasan itu diikuti dengan penangkapan sekira 400 warga Yahudi Belanda yang kemudian dibawa ke kamp konsentrasi Buchenwald, Jerman, menyusul 3000 buruh galangan kapal yang telah terlebih dulu ditahan pada akhir 1940. 

Henk Sneevliet cum suis tak tinggal diam dengan kondisi itu. Dua bulan setelah pendudukan Nazi di Belanda, Henk Sneevliet, Ab Menist dan Willem Dolleman mendirikan Marx Lenin Luxemburg Front (MLL Front). Organisasi bawah tanah bagian dari Revolutionaire Sociaal Arbeider Partij (RSAP), partai yang didirikan oleh Sneevliet. MLL Front bertugas menggalang kekuatan antifasis untuk melawan Nazi yang semakin gencar mempropagandakan kebencian terhadap Yahudi. 

Pada Februari 1941, MLL Front menerbitkan buletin dua mingguan Spartacus. Pada terbitan perdananya Sneevliet menulis sebuah artikel berjudul “Untuk Kebebasan dan Peradaban”. Artikel di halaman muka Spartacus itu ditujukan kepada pemimpin polisi rahasia Nazi, Gestapo, Heinrich Himmler dan Anton Mussert, kolaborator Nazi di Belanda. 

Mereka bekerja secara klandestin. Menebar pengaruh dan menggalang solidaritas antifasisme. Sneevliet cs. menyokong aksi demonstrasi pelajar Belanda menentang pendudukan Nazi di Belanda. MLL Front juga berhasil menggalang kekuatan buruh galangan kapal di Amsterdam Utara untuk melakukan pemogokan pada 17 Februari 1941. Sejak saat itu pemogokan buruh menentang Nazi semakin meluas, bahkan sampai ke Belgia. 

Iring-iringan pemakaman kembali Henk Sneevliet dan tujuh kawannya di pemakaman umum Driehuis, 10 November 1945. (Keluarga Henk Sneevliet/Historia.ID).

Pihak otoritas Nazi mengendus aksi Sneevliet cs. Sejak saat itu dia dan kawan-kawannya jadi buruan SD (Sicherheitsdienst, Dinas Rahasia Nazi). Tak ada tempat yang aman buat Sneevliet. Agen SD memburunya ke segala penjuru Belanda. Dia dan istrinya tak lagi tinggal di rumahnya di Overtom dan harus hidup berpindah-pindah menghindari kejaran Nazi. 

Selama beberapa pekan Nazi menelusuri tempat persembunyian pemimpin MLL Front. Menurut Max Perthus, penulis biografi Henk Sneevliet, terciumnya jejak persembunyian Sneevliet bermula dari pengkhianatan yang dilakukan oleh salah seorang mantan ketua partai Onafhankelijke Socialistische Partij (OSP, kelak partai ini bergabung dengan partai RSP yang didirikan Sneevliet dan kemudian berubah menjadi RSAP). Pengkhianat yang tak disebutkan namanya itu ternyata telah bergabung dengan NSB, kolaborator Nazi, dan menunjukkan kepada agen SD di mana rumah Cornelis Gerritsen, salah satu pemimpin MLL Front. 

Gerritsen sendiri tak mengetahui jika orang yang dianggapnya masih satu kubu itu telah menyeberang ke pihak Nazi. Maka, pada 24 Februari, agen rahasia Nazi menggerebek kediamannya dan menyita tumpukan buletin Spartacus. Hari itu juga Gerritsen ditahan, dibawa ke kantor SD di Amsterdam dan disiksa selama sembilan jam tanpa henti. 

Jalan Menuju Kematian

Menyusul penangkapan Cornelis Gerritsen, satu per satu pemimpin MLL Front dibekuk. Jan Edel, Jan Koeslag, Abraham Menist, Willem Dolleman, Jan Schriefer, R. Witteveen dan K. Barten berhasil diringkus polisi Nazi. Mereka ditahan di Amstelveen kemudian dibawa ke kamp konsentrasi di Amersfoort. Tak tahan dengan penyiksaan dan penangkapan terhadap dirinya, Gerritsen kemudian bunuh diri. 

Perburuan yang dilakukan para agen rahasia Nazi belum berhenti sebelum Sneevliet, pemimpin MLL Front, ditemukan. Ketika Gerritsen ditangkap Nazi, Sneevliet dan Mien berada di Vught, kota kecil 93 kilometer di selatan Amsterdam. Mengetahui Gerritsen ditangkap, pada 3 Maret 1941 Sneevliet memutuskan untuk meninggalkan Vught menuju Roosendal lewat Tillburg. Sebelum berangkat, dia meninggalkan alamat tujuan pada beberapa koleganya di Vught. 

Selang beberapa jam setelah kepergian Sneevliet dan Mien, agen rahasia Nazi datang ke Vught. Mereka mendatangi keluarga Sneevliet dan menanyakan keberadaanya. Ada beberapa kolega Sneevliet yang memiliki haluan politik berbeda dengan Sneevliet. Merekalah yang justru membocorkan informasi ke arah mana Sneevliet dan istrinya pergi. Tak menunggu lama, mereka langsung memburunya ke Roosendaal. Sejumlah penggeledahan dilakukan terhadap hotel, restoran, dan rumah yang diduga menjadi tempat persembunyian Sneevliet. Sejumlah orang ditanyai seputar kesaksian mereka atas keberadaan Sneevliet. 

Setelah berjam-jam melakukan pencarian intensif, agen SD mendapatkan kabar bahwa Sneevliet dan istrinya bersembunyi di sebuah rumah di Bergen op Zoom, 15 kilometer ke arah barat daya Roosendaal. Tepat pukul 3 pagi, 6 Maret 1941, agen rahasia Nazi menggerebek rumah persembunyian Sneevliet dan Mien. Mereka ditangkap dan kemudian dibawa ke penjara di Amstelveen. “Ini perjalanan terakhir saya,” bisik Sneevliet kepada istrinya. 

Iring-iringan pemakaman kembali Henk Sneevliet dan tujuh kawannya di pemakaman umum Driehuis, 10 November 1945. (Keluarga Henk Sneevliet/Historia.ID).

Sejumlah proses persidangan digelar terhadap Sneevliet dan tujuh pemimpin MLL Front lainnya. Pada persidangan itu Sneevliet dan rekannya menyatakan siap dengan hukuman apapun yang bakal dijatuhkan kepadanya. Namun, dia meminta kepada hakim agar istrinya dan juga istri pemimpin MLL Front lainnya dibebaskan dari segala tuduhan. “Tapi persidangan itu palsu belaka, Mien dan yang lain tetap dikirim ke kamp konsentrasi di Ravensbruck,” kata Bart Santen, cucu tiri Henk Sneevliet. 

Sementara itu, Sneevliet dan kawan-kawannya dibawa ke kamp konsentrasi di Amersfoort. Setelah melalui proses persidangan, hakim pengadilan Nazi menjatuhan hukuman mati kepada Sneevliet dan tujuh aktivis MLL Front. Mereka sempat mengajukan grasi namun ditolak. Hukuman mati tak bisa dihentikan. 

Menjelang eksekusi matinya, pagi hari 13 April 1942, Sneevliet mengajukan permohonan agar ditembak mati secara bergandengan tangan dengan tujuh kawannya. Tapi permohonan itu ditolak. Kemudian Sneevliet memohon agar dia ditembak terakhir karena dialah pemimpin dari kelompok itu dan meminta agar mata mereka tak ditutup. Permohonan ini dikabulkan. 

P. Pluyter, saksi detik-detik eksekusi mati terhadap Sneevliet cs., menuturkan satu jam sebelum eksekusi mati, Sneevliet dan kawan-kawannya menyanyikan lagu “Internasionale” dengan semangat menyala-nyala. “Dramatis...Sungguh melodi dan syair yang luar biasa. Saya telah menonton konser berkali-kali tapi tak pernah saya mendengar lagu yang dinyanyikan dengan penuh penghayatan seperti itu,” kata Pluyter dikutip dari buku biografi Sneevliet karya Max Perthus. 

Tepat pukul 09:20 pagi, tembakan pertama meletus, memecah keheningan pagi di Leusderheide, Amersfoort. Nyawa Sneevliet dan ketujuh kawannya melesat pergi meninggalkan jasad mereka yang lunglai. 

Sebelum mati, Sneevliet sempat meninggalkan surat untuk Mien Draaijer, istrinya dan anak-mantunya, Bep Blaauw dan Sal Santen. “Jangan bersedih,” kata dia kepada istrinya. Kepada Bep dan Sal, Sneevliet menulis, “Anakku, tentu saja aku masih berharap bisa melanjutkan cita-citaku di kehidupan ini. Tapi itu takkan pernah terjadi lagi,” tulis Sneevliet. 

Untuk terakhir kalinya, Sneevliet membubuhkan judul pada kedua surat itu dalam bahasa Indonesia: “Berani Karena Benar”.*

Majalah Historia No. 13 Tahun II 2013

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65195cdb6f17c1e67c7fb4e1