ISTRI-istri dari anggota terkemuka Murba tak mau tinggal diam. Pada 17 September 1950, mereka memprakarsai terbentuknya Persatuan Wanita Murba (Perwamu). Ny. Maroeto Nitimihardjo terpilih sebagai ketua. Selain mendukung kegiatan Partai Murba, Perwamu bergerak dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Menurut sejarawan Harry A. Poeze, Perwamu tak punya kantor sendiri. Di kantor Partai Murba di Jalan Tanah Abang No. 85, ada dua kamar disediakan untuk Perwamu, dan di sanalah para pemimpin Perwamu bersidang setiap bulan.
Dalam The Women’s Movement in Postcolonial Indonesia, Elizabeth Martyn menyebut Perwamu bergiat dalam sektor pendidikan, sosial, dan ekonomi. Aktivitasnya termasuk indoktrinasi dan pendidikan politik tentang “masalah-masalah yang berhubungan dengan perjuangan rakyat” dan pendidikan umum untuk kaum perempuan. Untuk itu mereka mendirikan sekolah dan taman bacaan. Di bidang sosial, Perwamu bekerja untuk “mengurangi prostitusi” dan “memperbaiki nasib mereka yang menjadi korban prostitusi”. Mereka juga menampung “anak-anak dan perempuan terlantar” dan dilibatkan dalam kerja-kerja kemanusiaan.
Perwamu, tulis Martyn, juga aktif mengembangkan industri rumah tangga seperti menenun atau membatik, membantu perempuan mengumpulkan modal, memberikan saran tentang bagaimana mendapatkan kredit dari pemerintah, dan bekerja untuk “meringankan beban perempuan dalam rumah tangga” dengan memperkenalkan tabungan dan kerangka kerja sama kemitraan.
Perwamu menggelar kongres pertama pada Februari 1954 di Jakarta. Ny. Lutan Madjid didapuk sebagai ketua. Sebagian besar keputusan kongres mengikuti haluan Partai Murba. Selebihnya berisi tuntutan untuk memberantas korupsi, penugasan dokter-dokter swasta di pusat kesehatan masyarakat, dan undang-undang perkawinan yang lebih baik.
Tak ada informasi tentang aktivitas Perwamu dalam gerakan massa. Namun, Saskia Wieringa dalam Sexual Politics in Indonesia, menyebut, “Dalam gerakan massa, sekutu lama Gerwani, Persatuan Wanita Murba (Perwamu) dan Wani (sayap perempuan Parkindo) sangat terwakili.” Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) sehaluan dengan PKI.
Seperti halnya Partai Murba, Perwamu ikut dalam aksi mengembalikan Irian Barat. Bahkan, ujar Siti Chamsinah yang menjabat bendahara Perwamu, dikutip Poeze, “Perwamu menjadikan dirinya sebagai Lasjkar Perwamu dan dilatih kemiliteran oleh tentara.”
Aktivitas sosial Perwamu kemudian diakomodasi dalam Yayasan Mekar Sari, yang dibentuk pada 16 Oktober 1959. Menurut Siti Chamsinah, yayasan ini memberikan bantuan bahan pangan bagi bayi dan anak-anak miskin. Perwamu menghilang setelah Peristiwa 1965. Beberapa pengurusnya seperti Nelly Adam Malik aktif di Golkar.
Yayasan Mekar Sari masih berjalan. Pada 4 Desember 1965, para pendiri yayasan mendirikan organisasi Wanita Satya Praja (WSP), dengan ketua Nelly Adam Malik. WSP bergabung dengan Sekber Golkar. “Program ormas ini moderat dan setia pada pemerintah,” tulis Poeze.
Tak hanya sampai di situ. Atas prakarsa Nelly Adam Malik, yayasan mendirikan Rumah Sakit Mekar Sari di Bekasi, Jawa Barat, yang diresmikan Ibu Negara Tien Soeharto pada 9 Februari 1977.
“Pada awal berdirinya RS Mekar Sari baru mempunyai 36 tempat tidur dan masih beroperasi sebagai Rumah Sakit Bersalin. Tetapi kemudian sesuai dengan kebutuhan masyarakat Bekasi pada saat itu maka pada tahun 1979, RS Mekar Sari berubah fungsinya sebagai Rumah Sakit Umum,” tulis laman RS Mekar Sari.*
Majalah Historia No. 34 Tahun III 2016