Nurinwa Ki S. Hendrowinoto. (Nugroho Sejati/Historia.ID).
Aa
Aa
Aa
Aa
NURINWA Ki S. Hendrowinoto dikenal sebagai penulis bermacam buku biografi. Pria berusia 64 tahun itu tak menduga akan menemukan lembar Supersemar yang semula disangkanya asli. Saat napak tilas ke petilasan Majapahit di Surabaya pada 2012, kepentingannya hanyalah penelitian untuk penulisan bukunya bertajuk Kitab Emas Wali Songo.
Saat meriset, Nurinwa bersua dengan Indra Musafah, teman lamanya semasa SD Seruni di Surabaya. Perhatian Nurinwa terusik tatkala Indra, anak juru kunci petilasan itu, memperlihatkan sesuatu padanya.
“Dia menunjukan kepada saya, iki loh [Supersemar]. Ayahnya Indra itu bernama Ahmad Musafah,” tutur Nurinwa.
NURINWA Ki S. Hendrowinoto dikenal sebagai penulis bermacam buku biografi. Pria berusia 64 tahun itu tak menduga akan menemukan lembar Supersemar yang semula disangkanya asli. Saat napak tilas ke petilasan Majapahit di Surabaya pada 2012, kepentingannya hanyalah penelitian untuk penulisan bukunya bertajuk Kitab Emas Wali Songo.
Saat meriset, Nurinwa bersua dengan Indra Musafah, teman lamanya semasa SD Seruni di Surabaya. Perhatian Nurinwa terusik tatkala Indra, anak juru kunci petilasan itu, memperlihatkan sesuatu padanya.
“Dia menunjukan kepada saya, iki loh [Supersemar]. Ayahnya Indra itu bernama Ahmad Musafah,” tutur Nurinwa.
Menurut Nurinwa, Ahmad Musafah bekerja sebagai pegawai Pemda Jawa Timur. Namun, dia juga dikenal sebagai paranormal. Kabarnya Ahmad Musafah adalah orang kepercayaan Soeharto untuk meruwat benda-benda yang diserahkan oleh presiden RI kedua itu kepadanya.
Lebih jauh, kata Nurinwa, surat yang didapatnya ditemukan di dalam makam yang ditengarai sebagai pusara Panglima Majapahit (Pangeran Yudho Kardhono, red.). Surat itu tersimpan dalam pigura kecil yang berada di balik gapura makam. Menurutnya, Soeharto percaya betul pada kekuatan panglima tersebut.
“Secara simbolik, Pak Harto lebih percaya hal-hal spiritual daripada para jenderalnya. Demikian halnya dengan Supersemar, Pak Harto lebih mempercayakannya pada hal yang sifatnya transenden daripada menyerahkannya ke Arsip Nasional,” kata Nurinwa yang dikenal dekat dengan adik tiri Soeharto, Probosutedjo.
Nurinwa meyakini lembar surat yang didapatnya sebagai naskah Supersemar yang otentik. Alasannya, surat tersebut dipegang oleh salah satu paranormal yang pernah berfoto bersama Pak Harto, Ibu Tien, dan Soedjono Hoemardani yang disebut-sebut berperan sebagai penasihat spiritual Soeharto.
Secara kronologis, alur perpindahan tangan pemegang naskah asli Supersemar tidak begitu panjang. Tetapi sarat praktik klenik. Sebagaimana direkonstruksi Nurinwa, dari Soeharto, surat dibawa oleh sebuah rombongan dari Jakarta yang dipimpin oleh Soedjono Hoemardani. Ahmad Musafah menerima surat tersebut di Surabaya, lalu meruwatnya di Trowulan, Mojokerto. Terakhir, disimpan di makam panglima Majapahit di petilasan Surabaya.
“Setelah Pak Ahmad meninggal, tidak ada lagi beritanya. Surat itu menjadi misterius sampai saya temukan pada 2012 ketika meriset tentang Walisongo,” pungkas Nurinwa.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam membenarkan keberadaan naskah Supersemar yang berasal dari Jawa Timur tersebut. Asvi mengakui, dirinya juga pernah diperlihatkan lembar Supersemar oleh putra seorang kiai di Surabaya.
Seperti halnya penuturan Nurinwa, Asvi menjelaskan, pada 1966, Soedjono Hoemardani yang kala itu menjabat Asisten Pribadi Soeharto mengantarkan Supersemar kepada sang kiai untuk mendoakan pengemban surat tersebut. Surat itu ditinggalkan, kemudian oleh pemilik rumah dibuatkan pigura dan dipajang di ruang tamu.
Meski surat itu pada akhirnya dinyatakan tidak otentik, “Imajinasi masyarakat yang berbaur dengan klenik akan berkembang terus kalau pemerintah tidak mendudukan perkara [Supersemar] secara benar,” kata Asvi.*