Pulau Onrust Pulau Tanpa Istirahat

Sesuai namanya, Pulau Onrust seakan tak pernah istirahat, mulai dari menjadi galangan kapal, benteng pertahanan, hingga tempat karantina bagi pelancong dan jemaah haji.

OLEH:
Amanda Rachmadita
.
Pulau Onrust Pulau Tanpa IstirahatPulau Onrust Pulau Tanpa Istirahat
cover caption
Lukisan Pulau Onrust karya Abraham Storck tahun 1699. (Rijksmuseum).

KEPULAUAN Seribu, yang meliputi gugusan pulau di Teluk Jakarta, menjadi objek wisata yang ramai ditawarkan melalui media sosial maupun platform penyedia jasa travel. Tak hanya menikmati keindahan alam yang memesona, wisatawan juga dapat menemukan berbagai peninggalan sejarah di beberapa pulau, salah satunya di Pulau Onrust.

Pulau Onrust dinamai dari bahasa Belanda yang berarti unrest atau tanpa istirahat. Pada zaman kolonial Belanda, kegiatan bongkar muat barang-barang komoditas dan perbaikan kapal-kapal di pulau ini seakan tidak pernah berhenti. Banyaknya kapal yang beraktivitas di Pulau Onrust membuat pulau ini dinamai Pulau Kapal oleh nelayan dan penduduk sekitar pulau.

KEPULAUAN Seribu, yang meliputi gugusan pulau di Teluk Jakarta, menjadi objek wisata yang ramai ditawarkan melalui media sosial maupun platform penyedia jasa travel. Tak hanya menikmati keindahan alam yang memesona, wisatawan juga dapat menemukan berbagai peninggalan sejarah di beberapa pulau, salah satunya di Pulau Onrust.

Pulau Onrust dinamai dari bahasa Belanda yang berarti unrest atau tanpa istirahat. Pada zaman kolonial Belanda, kegiatan bongkar muat barang-barang komoditas dan perbaikan kapal-kapal di pulau ini seakan tidak pernah berhenti. Banyaknya kapal yang beraktivitas di Pulau Onrust membuat pulau ini dinamai Pulau Kapal oleh nelayan dan penduduk sekitar pulau.

Sebelum dikuasai Belanda, Pulau Onrust dan pulau-pulau lain di Teluk Jakarta pernah menjadi tempat peristirahatan keluarga raja-raja Banten. Namun, Banten dan Jayakarta kemudian bersengketa merasa berhak atas pulau tersebut. “Jayakarta merasa memiliki pulau ini karena lokasinya dekat (di hadapan kota Jayakarta), sedangkan Banten mempunyai hak atas pulau tersebut sebab seluruh Kepulauan Seribu merupakan bagian dari teritorial kekuasannya,” demikian dikutip dari Ensiklopedi Jakarta: Culture & Heritage Volume 2 yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sementara itu, Belanda mengalihkan perhatian ke Jayakarta setelah gagal memonopoli perdagangan di Banten. Belanda meminta izin untuk menggunakan salah satu pulau di Teluk Jakarta. Arkeolog Chandrian Attahiyyat dalam Onrust Island menyebut Belanda yang diwakili oleh L. Hermit membuat perjanjian dengan pihak Jayakarta yang diwakili oleh sang pangeran pada 10–13 November 1610. “Isi perjanjian itu adalah memperbolehkan orang-orang Belanda mengambil kayu untuk pembuatan kapal-kapalnya di Teluk Jakarta,” tulis Chandrian.

Bekas barak Belanda di Pulau Onrust tahun 1912. (Tropenmuseum).

Tempat Perbaikan Kapal

Kapal-kapal yang berlayar ke Asia, terutama Asia Tenggara, dan tinggal dalam kurun waktu lama, memerlukan perbaikan akibat perjalanan yang panjang. Atas dasar itu, VOC berniat membangun galangan kapal di Teluk Jakarta. Niat itu diutarakan kepada Pangeran Jayakarta yang memberikan izin kepada VOC untuk menggunakan salah satu pulau di perairan Teluk Jakarta. Pulau itu adalah Pulau Onrust.

VOC mulai membangun galangan kapal di Pulau Onrust pada 1613. Sebuah gudang kecil juga dibangun di pulau itu. Seiring berjalannya waktu, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen merencanakan pembangunan wilayah koloni di Pulau Onrust. Sejumlah keluarga Cina dikirim ke pulau tersebut dengan segala fasilitas pendukung. Namun, ancaman dari Banten dan Inggris membuat Coen menjadikan Pulau Onrust sebagai pulau pertahanan pada 1618. Benteng yang terbuat dari bata dan karang pun dibangun di Pulau Onrust.

Meski karantina bagi para jemaah haji lebih berat dari pelancong biasa, antusiasme untuk melaksanakan haji tetap tidak berkurang.

Tak hanya disibukkan dengan pembangunan sejumlah fasilitas seperti gudang penyimpanan barang hingga kincir angin, aktivitas galangan kapal di Pulau Onrust juga terus berlanjut. Menurut wartawan dan sejarawan Alwi Shahab dalam Batavia Kota Hantu, keterampilan galangan kapal di Pulau Onrust bahkan dipuji oleh James Cook, penjelajah dan navigator asal Inggris, saat kapalnya mengalami kerusakan besar pada pelayarannya mengeliling dunia tahun 1770.

Memasuki abad ke-19, tepatnya tahun 1800, Inggris memblokade Batavia dan mengepung Pulau Onrust serta wilayah sekitarnya. Seluruh bangunan di Pulau Onrust dimusnahkan. Setelah kejadian tersebut, pada 1803 Belanda merencanakan pembangunan kembali Pulau Onrust sesuai rencana Kolonel D.M. Barbier. Namun, baru saja selesai dibangun, Inggris kembali menyerang pada 1806 dan 1810 sehingga Pulau Onrust hancur. Inggris menduduki wilayah itu hingga tahun 1816.

Rencana pembangunan kembali Pulau Onrust yang porak-poranda usai dihancurkan Inggris muncul pada 1827. Namun, pembangunannya baru dimulai pada 1828 dengan mempekerjakan orang-orang Cina dan sejumlah tahanan hingga pada 1848 kegiatan di pulau itu dapat berjalan kembali.

Jemaah haji turun dari kapal menuju tempat karantina di Pulau Onrust sekitar tahun 1930. (Tropenmuseum).

Tempat Karantina dan Penjara

Pulau Onrust tak hanya dikenal sebagai tempat memperbaiki kapal dan pulau pertahanan. Alwi Shahab menyebut pada 1911 hingga 1933, Pulau Onrust juga pernah menjadi tempat karantina jemaah haji. “Para haji, setelah kembali dari Tanah Suci, dikarantina lebih dulu agar tidak membawa penyakit,” sebut Alwi.

Selain jemaah haji, para pelancong juga dikarantina di Pulau Onrust. Sejarawan Alison Bashford dalam Quarantine: Local and Global Histories menyebut bahwa sejak tahun 1909, Pulau Onrust telah disiapkan untuk menjadi tempat karantina bagi para pelancong yang tiba di Hindia Belanda. Selanjutnya saat Ordonansi Karantina yang baru mulai berlaku pada 1911, Pulau Onrust memiliki 35 barak terpisah yang masing-masing dapat menampung hingga 100 pelancong.

Terkait peraturan karantina yang baru berlaku, para penumpang kapal yang pernah berada di pelabuhan yang dinyatakan terjangkit demam kuning, kolera, atau wabah penyakit lainnya dalam lima hari terakhir, atau penumpang kapal yang menderita penyakit tersebut harus turun di Pulau Onrust dan tinggal di sana selama lima hari, dihitung sejak hari keberangkatan kapal dari pelabuhan terakhir atau hari dilaporkannya kasus sakit terakhir di atas kapal.

Peraturan khusus, yang termuat dalam Ordonansi Haji, berlaku untuk kapal yang mengangkut jemaah haji ke Hindia Belanda. Semua penumpang kapal harus tinggal di Pulau Onrust selama lima hingga sepuluh hari. “Meski karantina bagi para jemaah haji lebih berat dari pelancong biasa, antusiasme untuk melaksanakan haji tetap tidak berkurang,” sebut Alison.

Fungsi Pulau Onrust kembali berganti pada 1933–1940, di mana pulau itu sempat dijadikan tempat tawanan perang para pemberontak dalam Peristiwa Kapal Tujuh. Selain itu, saat Belanda diduduki Nazi pada Perang Dunia II, Pulau Onrust juga menjadi tempat menawan orang-orang Jerman yang berada di Batavia. Fungsi serupa tetap dipertahankan oleh Jepang di masa pendudukannya pada 1940-an. Menurut Alwi Shahab, Jepang yang menganggap Pulau Onrust dan pulau-pulau sekitarnya tak penting hanya menjadikannya sebagai penjara kecil bagi para penjahat kelas berat.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Pulau Onrust difungsikan sebagai rumah sakit karantina bagi penderita penyakit menular. Pada 1960–1965, Pulau Onrust dimanfaatkan untuk menampung gelandangan dan pengemis. Pulau ini juga pernah digunakan untuk latihan militer.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
649172852c6acc94a9759357