Raja Tekstil dari Medan

Di masa pendudukan Jepang, T.D. Pardede menjadi orang terkaya di Tapanuli. Di era Sukarno, dia menjadi satu-satunya menteri berdikari.

OLEH:
Martin Sitompul
.
Raja Tekstil dari MedanRaja Tekstil dari Medan
cover caption
Konferensi pers T.D. Pardede (kedua dari kiri) sebagai Menteri diperbantukan pada Menteri Koordinator Perindustrian Rakyat untuk Berdikari di Jakarta, 3 Februari 1966. (ANRI).

SEKALI waktu di masa akhir kekuasaannya, Presiden Sukarno mengalami kesulitan keuangan. Si Bung Besar lantas memanggil Mangil Martowidjojo. Diperintahkannya sang ajudan itu mengundang T.D. Pardede ke Istana.

“He, Pardede, aku butuh duit untuk bayar utang dan beli cat,” kata Sukarno.

Pardede lalu memberi Sukarno $1000 sembari menanyakan apakah jumlah tersebut masih kurang.

“Wah, banyak amat,” jawab Sukarno. Dia kemudian hanya mengambil seperlunya.

Kejadian itu membekas di hati Pardede. Kepada Mangil, Pardede berujar keheranan, “Ternyata Bung Karno telah minta duit sama aku,” sebagaimana ditulis Mangil dalam memoarnya, Kesaksian tentang Bung Karno, 1945–1967. Menurut Mangil, Pardede yakin tuduhan orang bahwa Sukarno koruptor sama sekali tak benar.

Pardede, pengusaha Batak ternama. Namanya pernah tercatat sebagai salah seorang konglomerat sukses di Indonesia. Kerajaan bisnisnya meliputi berbagai sektor: perkebunan, transportasi, perikanan, tekstil, hingga perhotelan. Sebagian masih bertahan hingga kini.

SEKALI waktu di masa akhir kekuasaannya, Presiden Sukarno mengalami kesulitan keuangan. Si Bung Besar lantas memanggil Mangil Martowidjojo. Diperintahkannya sang ajudan itu mengundang T.D. Pardede ke Istana.

“He, Pardede, aku butuh duit untuk bayar utang dan beli cat,” kata Sukarno.

Pardede lalu memberi Sukarno $1000 sembari menanyakan apakah jumlah tersebut masih kurang.

“Wah, banyak amat,” jawab Sukarno. Dia kemudian hanya mengambil seperlunya.

Kejadian itu membekas di hati Pardede. Kepada Mangil, Pardede berujar keheranan, “Ternyata Bung Karno telah minta duit sama aku,” sebagaimana ditulis Mangil dalam memoarnya, Kesaksian tentang Bung Karno, 1945–1967. Menurut Mangil, Pardede yakin tuduhan orang bahwa Sukarno koruptor sama sekali tak benar.

Pardede, pengusaha Batak ternama. Namanya pernah tercatat sebagai salah seorang konglomerat sukses di Indonesia. Kerajaan bisnisnya meliputi berbagai sektor: perkebunan, transportasi, perikanan, tekstil, hingga perhotelan. Sebagian masih bertahan hingga kini.

T.D. Pardede.

Kuli Menjadi Taipan

Balige, kota kecil tak jauh dari Danau toba. Di situlah Tumpal Dorianus Pardede lahir pada 16 Oktober 1916. Pardede merintis usahanya di usia muda pada masa kolonial Hindia Belanda.

Mengawali kariernya sebagai buruh kasar di perkebunan sisal (tumbuhan serat yang diolah jadi tali) milik tuan kebun Belanda di Dolok Ilir, Simalungun. Di sana, Pardede diupah 38 sen sehari. Menyaksikan kehidupan kuli kebun yang sengsara dan nestapa membuat Pardede membatin.

“Tunggu kau (Belanda). Kita suatu waktu mesti lebih dari kau,” kata Pardede dalam majalah Eksekutif, No. 11, Mei 1980.

Kariernya menanjak, pindah dari satu kebun ke kebun lain. Dari buruh lepas harian, Pardede naik tingkat menjadi kerani (juru tulis) setara administratur. Juragan Belanda bahkan mempercayakannya mengurusi perkumpulan sepak bola dan pasar malam. Kehidupan kebun terhenti tatkala bala tentara Jepang datang.

Kembali ke Balige, Pardede beralih profesi jadi pedagang keliling. Produk utama dagangannya adalah gula batak (gula merah) dan garam. Gula dan garam diambil dari Sibolga dan Tapanuli Utara kemudian dijual di Siantar dan Medan. Dari kampung ke kampung lintas kabupaten, Pardede menjajakan dagangannya. Sementara istrinya, Hermina boru Napitupulu mengelola lapo (warung) tuak dan rokok tradisional.

“Dari situlah saya jadi banyak uang, sehingga di zaman Jepang, yang dibilang paling kaya di Tapanuli, sayalah itu,” kata Pardede dikutip Eksekutif. Di Tapanuli, Pardede tercatat sebagai pemegang monopoli perdagangan gula merah dan garam.

Kebolehannya sebagai pedagang ulung diwakafkannya ketika perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pardede tergabung dalam laskar Pesindo yang bergerak di bidang logistik. Pardede diangkat sebagai Letnan I (Lettu). Tugasnya antara lain membawa beras dari Tapanuli ke Pekanbaru, dan pulangnya membawa pakaian. Kegiatan barter ini cukup sukses dalam mencukupi kebutuhan pejuang dan tentara.

Pardedetex musim 1982/1983 Galatama. (Dok. Tonggo Tambunan).

Pardedetex

Setelah pengakuan kedaulatan, Pardede pensiun dini dari dinas ketentaraan. Pindah ke kota Medan, dia membuka bisnis baru di bidang sandang. Alasannya sederhana. Selepas perang kemerdekaan, dia menyaksikan orang-orang di mana-mana menggunakan singlet (pakaian dalam laki-laki).

Pada 1953, Pardede dengan 40 karyawannya mendirikan pabrik perajutan “Kniting Factory T.D. Pardede”. Pabrik rajutan Pardede memproduksi kaus singlet yang diberi label cap “Surya”. Pada 1958, Pardede mengembangkan bisnis tekstilnya dengan membuka pertenunan “Hisar Sakti” yang memproduksi selimut. Produk pabrikan Pardede menguasai pasaran seluruh Indonesia. Industri tekstil Pardede kian maju dengan didirikanya pabrik pemintalan benang.

Pabrik tekstil Pardede kemudian dipindahkan ke luar kota Medan, yang berjarak 10,8 km ke arah kota Binjai yang dijadikan kawasan khusus industri Pardedetex. Sebanyak 3.000 karyawan ditampung di kompleks Pardedetex. Di kompleks itu pula Pardede membangun kesebelasan sepakbola dengan nama sama, Pardedetex.

Memasuki 1960-an, Pardedetex termasuk salah satu pabrik tekstil terbesar di Indonesia dengan nilai aset saat itu bernilai US$3 juta.

T.D. Pardede saat menjabat Menteri diperbantukan pada Menteri Koordinator Perindustrian Rakyat untuk Berdikari. (Repro Pengusaha Mandiri Pejuang Berani).

Menteri Berdikari

Reputasi Pardede sebagai raja tekstil dari Medan terdengar hingga Jakarta. Selain itu, Pardede juga dikenal sebagai kader senior PNI di Sumatra Utara. Namanya menjadi sorotan pemerintah pusat ketika terjadi gerakan PRRI di Sumatra Barat. Di masa penuh pergolakan itu, Pardede berada di belakang pemerintah dan memberikan banyak bantuan.

Menurut Abdul Haris Nasution yang saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Pardede adalah tokoh penting daerah Sumatra Utara yang mesti dirangkul pemerintah. “T.D. Pardede yang dewasa itu telah jadi pengusaha terkemuka, haruslah diajak bekerja sama,” ujar Nasution dalam “Sahabat dalam Perjuangan” termuat di kumpulan tulisan Pengusaha Mandiri Pejuang Berani: 75 Tahun Dr. T.D. Pardede suntingan Samuel Pardede.

“Pardede menjadi salah satu tokoh andalan kami di daerah ini untuk mendukung loyalitas daerah terhadap pusat,” kata Nasution.

Loyalitas Pardede tak hanya berkutat di Sumatra Utara. Ketika pemerintah memperjuangkan integrasi Irian Barat (kini Papua), ratusan instruktur Uni Soviet didatangkan untuk melatih pilot Indonesia mengoperasikan pesawat bomber TU-16. Pemusatan latihan dilakukan di Sarangan, kawasan yang dingin di kaki Gunung Lawu, Madiun. Karena kekurangan biaya, TNI AU tak mampu menyediakan selimut. Atas permintaan Nasution, Pardede segera mengirimkannya dalam jumlah besar dari pabriknya di Medan.

Berada di pusaran kekuasaan, Pardede pun merapat kepada Sukarno. Pada Juni 1965, Pardede menjadi pejabat pemerintah dalam Kabinet Dwikora. Presiden Sukarno mengangkatnya sebagai Menteri Perindustrian Rakyat urusan Berdikari diperbantukan kepada Menteri Koordinator Perindustrian Rakyat.

“Pardede adalah pendukung finansial terpercaya Sukarno,” tulis Masashi Nishihara dalam Sukarno, Ratna Sari Dewi & Pampasan Perang.

Presiden Sukarno melantik M. Jusuf (kanan) sebagai Menteri Perindustrian Ringan (kanan) dan T.D. Pardede (kanan) sebagai Menteri diperbantukan pada Menteri Koordinator Perindustrian Rakyat untuk Berdikari di Istana Negara, Jakarta. (Perpusnas RI).

Merambah Bermacam Bisnis

Tak hanya tekstil, bidang usaha Pardede merambah ke beragam sektor. Ketika dunia pertekstilan agak lesu pada dekade 1960-an, Pardede membuat terobosan: membuka usaha peternakan babi. Sebagian dari karyawannya dialihkan ke usaha peternakan babi. Dalam waktu singkat, peternakan babi ini cukup membantu Pardede mengangkat depresi perusahaan

Pada 1969, Pardede mendirikan PT Surya Sakti Fishery & Cold Storage, perusahaan perikanan dan pengawetan ikan. Tak berapa lama menyusul pembangunan hotel dan novotel. Pada 1970, mulai beroperasi Hotel Danau Toba di Medan. Dari Medan, Pardede membangun lagi cabang hotel dan novotelnya di berbagai kota, mulai dari Parapat, Tebing Tinggi, hingga Jakarta.

Menurut Pardede, usaha pembangunan hotel akan dapat membentu pemerintah mengurangi pengangguran dan menyerap tenaga kerja yang mengecap pendidikan di bidang perhotelan dan pariwisata. Dia pun melengkapi hotelnya dengan fasilitas internasional seperti steambeath (mandi uap) yang masih jarang di Indonesia dan kerap disalahgunakan jadi ajang mesum dan prostitusi terselubung.

“Hotel dan steambeath tidak dibenarkan menjadi arena permesuman,” kata Pardede dalam biografinya T.D. Pardede: Wajah Seorang Pejuang Wiraswasta karya Tridah Bangun.

Untuk menaungi anak-anak perusahaannya yang bergerak di aneka sektor, pada 1975 Pardede mendirikan T.D. Pardede Holding Company. Induk perusahaan Pardede ini menanungi lima grup bisnis: tekstil, perikanan, perhotelan, perbankan, dan yayasan. Pada tahun itu, Pardede Holding Company menampung 4.153 orang karyawan dari 28 perusahaan. Di tahun yang sama, untuk grup perhotelan saja, nilai asetnya ditaksir mencapai Rp3 miliar.

Bisnis Pardede yang kian menggeliat di sana-sini tak hanya mengangkat reputasinya sebagai industrialis ataupun taipan. Dia juga dikenal sebagai filantropis, pembina olahraga, dan politikus yang diperhitungkan.

Dalam membangun kerajaan bisnisnya, Pardede punya prinsip yang dinamakannya “Walutama”. Dalam arti yang lebih sederhana disebut 8 K: kejujuran, kelakuan, kemampuan, kerajinan, kebersihan, kesehatan, kewajiban, dan kepatuhan. Kedelapan nilai itu menjadi pegangan bagi setiap karyawan di perusahaan Pardede.

“Sedangkan falsafah hidupnya yang selalu dikemukakannya pada tiap kesempatan ialah: miskin belajar kaya, kaya belajar miskin,” tulis Tridah Bangun.

Tak hanya membangun perusahaan, Pardede juga menaruh perhatian di bidang pendidikan. Maka pada 1979, Pardede mendirikan Universitas Darma Agung di Medan. Namun, pendirian Darma Agung juga bersenarai dengan kepentingan bisnis Pardede sebagai cara agar tak kekurangan tenaga kerja. Kebanyakan lulusannya dapat diserap di berbagai anak perusahaan milik Pardede.

Dalam kostum Pardedetex tak ada logo sponsor atau iklan, hanya tertera tulisan “UDA” alias Universitas Darma Agung. Hingga kini, Universitas Darma Agung masih berdiri dan menjadi salah satu universitas swasta ternama di kota Medan.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
662344d78f127959726fee32