Revolusi Memakan Anaknya Sendiri

Para jago dan begundal memegang peran penting dalam revolusi sosial pasca kemerdekaan. Mereka juga jadi korban.

OLEH:
M.F. Mukthi
.
Revolusi Memakan Anaknya SendiriRevolusi Memakan Anaknya Sendiri
cover caption
Tokoh revolusi sosial di Tiga Daerah di Penjara Wirogunan, Yogyakarta, Desember 1946. Belakang kiri-kanan: Khambali, Sakhyani (Kutil), Dr. Muryawan, Kromo Lawi, Mohamad Nuh, Supangat. Depan kiri-kanan: Miad, Saleh Yusuf, Sapili, Moh. Salim, M.S. Widarta. (Koleksi Anton Lucas).

SUATU hari, segerombolan pemuda beringas di bawah pimpinan Kutil, seorang jago, mendatangi rumah Bupati Tegal R.M. Soenarjo. Karena tak mendapati sang bupati, mereka mengamuk dan mengobrak-abrik isi rumah. Mereka juga memaksa penghuninya mengganti pakaian dengan karung goni.  

Mereka mendombreng (mengarak) keliling kota lalu membawa keluarga bupati itu ke Talang, sebuah kecamatan di Pemalang, Jawa Tengah, dan menahannya di rumah wedana Adiwerna selama sepekan. Bukan hanya itu. Mereka juga melakukan aksi pendaulatan dengan mendudukkan KH Abu Suja’i sebagai bupati Tegal, menggantikan R.M. Soenarjo.  

Aksi Kutil dan gerombolannya, yang berpusat di Talang, memiliki gaung besar. Sampai-sampai banyak sejarawan menyebut Peristiwa Tiga Daerah, revolusi sosial yang terjadi di Pekalongan, Pemalang, dan Tegal, sebagai Gerakan Kutil. Presiden Sukarno sendiri dalam pidatonya di Tegal pada Desember 1945 menyebut peristiwa di Tiga Daerah sebagai “Negara Talang”.

SUATU hari, segerombolan pemuda beringas di bawah pimpinan Kutil, seorang jago, mendatangi rumah Bupati Tegal R.M. Soenarjo. Karena tak mendapati sang bupati, mereka mengamuk dan mengobrak-abrik isi rumah. Mereka juga memaksa penghuninya mengganti pakaian dengan karung goni.  

Mereka mendombreng (mengarak) keliling kota lalu membawa keluarga bupati itu ke Talang, sebuah kecamatan di Pemalang, Jawa Tengah, dan menahannya di rumah wedana Adiwerna selama sepekan. Bukan hanya itu. Mereka juga melakukan aksi pendaulatan dengan mendudukkan KH Abu Suja’i sebagai bupati Tegal, menggantikan R.M. Soenarjo.  

Aksi Kutil dan gerombolannya, yang berpusat di Talang, memiliki gaung besar. Sampai-sampai banyak sejarawan menyebut Peristiwa Tiga Daerah, revolusi sosial yang terjadi di Pekalongan, Pemalang, dan Tegal, sebagai Gerakan Kutil. Presiden Sukarno sendiri dalam pidatonya di Tegal pada Desember 1945 menyebut peristiwa di Tiga Daerah sebagai “Negara Talang”.  

Menurut sejarawan Anton Lucas dalam One Soul One Struggle: Peristiwa Tiga Daerah, gerakan tersebut bertujuan mengganti tatanan feodal yang diwakili pangreh praja, lurah sampai bupati, dan membagi rata kekayaan kepada rakyat.  

Kutil merupakan jago yang disegani sebelum pendudukan Jepang. Nama aslinya Sakhyani; orang memanggilnya Kutil lantaran semasa kecil di wajahnya banyak bintil hitam. Sejak kecil dia nakal, berani, dan nekat. Ketika dewasa, dia sempat berdagang emas, barang bekas, dan menjadi tukang pangkas rambut. Kemampuan bergaul membuatnya diterima berbagai kalangan, mulai kiai hingga lenggaong (gerombolan bandit bayaran). Dia punya banyak pengikut setia. “Di Talang itu Kutil dikagumi, dihormati dan sekaligus ditakuti banyak orang,” tulis Anton Lucas.

Kutil adalah orang pertama dalam sejarah Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman mati melalui proses pengadilan formal di Pekalongan.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Kutil mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) pada Oktober 1945 yang bermarkas di Bank Rakyat Talang. Mereka ikut ambil bagian dalam penyerangan dan pelucutan senjata Jepang serta melawan NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).  

Mereka juga merusak rumah-rumah bekas pegawai Belanda dan antek-anteknya atau merebut tanah. Mereka menangkap dan mendombreng para pangreh praja, bahkan beberapa di antaranya dibunuh, dan melakukan aksi pendaulatan dari camat hingga bupati. Sambil mendombreng, mereka membagikan minyak tanah, beras, dan bahan makanan kepada penduduk.  

Kutil, meski sempat diangkat jadi kepala polisi di Tegal, diadili di Pengadilan Negeri di Pekalongan pada Oktober 1946 dan dijatuhi hukuman mati. Dia sempat melarikan diri tapi akhirnya ditangkap. Setelah pengajuan permohonan pengampunannya ditolak presiden pada 21 April 1951, dua minggu kemudian Kutil dibawa Kastaf Resimen XVII Sudharmo ke sebuah pantai. Di sanalah dia mengakhiri hidupnya di depan regu tembak.  

“Ia (Kutil, red.) adalah orang pertama dalam sejarah Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman mati melalui proses pengadilan formal di Pekalongan,” tulis Anton Lucas.  

Revolusi nasional Indonesia, menurut Anton Lucas, tak sanggup mengambil keputusan tentang makna Peristiwa Tiga Daerah. “Satu-satunya yang disetujuinya ialah mengambil seorang lenggaong sebagai kambing hitam, wakil dari tradisi protes sosial petani di Jawa.”*

Majalah Historia No. 20 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
66a9eae3171524e26aa04284