Keluarga Fredy S dan Sri Suyati. (Dok. Keluarga Fredy S/Historia.ID).
Aa
Aa
Aa
Aa
KISAH cinta ini bermula di Semarang tahun 1972. Ketika hendak mendaftar sekolah di SMA PGRI Semarang, Sri Suyati diperkenalkan seorang teman dengan Fredy S yang baru lulus SMA. “Rambutnya gondrong. Seniman gembel,” ujar Yati, 59 tahun.
Perkenalan itu berlanjut ke perjumpaan hati. Tiga bulan berpacaran, mereka naik ke pelaminan. Yati tak jadi masuk SMA. Saat menikah, Fredy S berusia 18 tahun, sedangkan Yati 17 tahun. “Kawin muda. Bandel sih.”
KISAH cinta ini bermula di Semarang tahun 1972. Ketika hendak mendaftar sekolah di SMA PGRI Semarang, Sri Suyati diperkenalkan seorang teman dengan Fredy S yang baru lulus SMA. “Rambutnya gondrong. Seniman gembel,” ujar Yati, 59 tahun.
Perkenalan itu berlanjut ke perjumpaan hati. Tiga bulan berpacaran, mereka naik ke pelaminan. Yati tak jadi masuk SMA. Saat menikah, Fredy S berusia 18 tahun, sedangkan Yati 17 tahun. “Kawin muda. Bandel sih.”
Mereka tinggal di rumah orang tua Yati di Bandarharjo sebelum pindah ke rumah pemberian orang tua Yati di Kaligawe. Untuk menafkahi keluarga, Fredy S melakoni banyak pekerjaan hingga akhirnya dikenal sebagai penulis novel populer.
Dua novelnya diangkat ke layar lebar, Fredy S hijrah ke Jakarta. Ia ingin terjun ke dunia film. Untuk mengasah keterampilannya, ia mengikuti kursus film di KFT (Karyawan Film dan Televisi), organisasi yang didirikan pada 22 Maret 1964. Selama kursus, ia menumpang di rumah A.R. Fawzi, jurnalis TVRI sesama peserta kursus, di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Di rumah Fawzi, Fredy S jatuh cinta pada Eka Suzana, putri si empunya rumah, yang bekerja di kantor pengacara. Kendati tak beroleh restu, dua sejoli itu nekat kawin. “Setelah nikah, mereka pindah ngontrak,” kata Ria Resty Fawzy, penyanyi tenar tahun 1980-an, adik Eka Suzana.
Yati akhirnya tahu suaminya kawin lagi. “Saya mau saja minta cerai. Tapi anak sudah lima, bagaimana nanti hidup. Siapa juga yang mau sama janda beranak lima,” ujar Yati.
Pasangan Fredy-Eka dikarunia seorang anak, Nila Damayanti. Tak lama keduanya bercerai. “Kalau cerita dari mama, mereka cerai setelah ketahuan ternyata papa sudah punya anak lima,” ujar Nila, 32 tahun, yang tinggal di Bali. Eka Suzana berpulang pada 2013.
Fredy S akhirnya memboyong Yati dan anak-anaknya ke Jakarta pada 1982 dan tinggal di rumah kontrakan di Pangkalan Asam di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Setelah novel-novelnya meraih sukses, ia membeli rumah di Bekasi pada 1986.
Selain menulis novel, Fredy S berkecimpung di dunia film. Mula-mula sebagai penulis skenario, kemudian meningkat jadi asisten sutradara.
Suatu ketika, pada 1990, Fredy S bersama kru PT Tobali Indah Film berada di Bandung untuk syuting film Takkan Lari Jodoh Dikejar (1990). Film ini disutradarai Frank Rorimpandey. Fredy sendiri bertindak sebagai asisten sutradara. Saat itulah Fredy terjebak cinta lokasi. Ia terpikat dengan Nurlela Komala, pemain figuran.
Menurut Nurlela, 43 tahun, waktu itu ia sudah punya pacar, seorang mahasiswa di Bandung. Ia juga tahu Fredy S sudah beristri. Tapi ia tak kuasa menepis pesona Fredy. “Habis ia ganteng sih,” ujar Nurlela, tersenyum.
Tiga bulan kemudian mereka menikah. Mereka dikaruniai tiga anak: Hermawan Eko Siswanto (1992), Risma Yunita Dwy Siswanto (1994), dan Muhammad Berkah Tri Siswanto (2000).
Fredy S dikenal doyan main perempuan. Alasannya untuk menimba inspirasi bagi novel-novelnya. Dan dari novel-novel itu pula Fredy S menghidupi keluarganya; tiga istri dan sembilan anak.
“Novelnya dari awal hingga 1990-an hampir seluruhnya diangkat dari kisah nyata,” kata Yati, yang menemani Fredy S di usia senjanya hingga meninggal pada 24 Januari 2015.*