Sekali Bandit Tetap Bandit

Di zaman bersiap, kepala bandit jadi pemimpin laskar rakyat, bagian dari tentara rahasia bentukan Tan Malaka dan Jenderal Soedirman.

OLEH:
Wenri Wanhar
.
Sekali Bandit Tetap BanditSekali Bandit Tetap Bandit
cover caption
Rumah Cimanggis. Anak buah Sengkud pernah merampok beras di bekas rumah mantan janda Gubernur Jenderal Van der Parra. (KITLV).

BERHASIL menggaet Rohimah, kembang desa Sugutamu (kini masuk wilayah Kecamatan Sukmajaya, Depok), Sengkud menyiapkan pesta. Anak buahnya merampok berkarung-karung beras dari gudang kongsi dagang milik orang Belanda. Mereka juga menggarong dua kerbau dari rumah Pak Sakam.  

“Ambilnya tengah malam,” ujar Adung Sakam, anak Pak Sakam, yang pernah ikut gerombolan Sengkud.  

Gerombolan Sengkud dikenal suka merampok. Setelah beraksi biasanya mereka berkumpul di rumah Pak Tua Tuni, yang sekarang masuk wilayah Beji, Depok. Setelah membagi hasil rampokan, mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk berjudi. “Sampai-sampai puntung rokoknya menggunung,” kata Haji Mat Toni, cucu Pak Tua Tuni.

BERHASIL menggaet Rohimah, kembang desa Sugutamu (kini masuk wilayah Kecamatan Sukmajaya, Depok), Sengkud menyiapkan pesta. Anak buahnya merampok berkarung-karung beras dari gudang kongsi dagang milik orang Belanda. Mereka juga menggarong dua kerbau dari rumah Pak Sakam.  

“Ambilnya tengah malam,” ujar Adung Sakam, anak Pak Sakam, yang pernah ikut gerombolan Sengkud.  

Gerombolan Sengkud dikenal suka merampok. Setelah beraksi biasanya mereka berkumpul di rumah Pak Tua Tuni, yang sekarang masuk wilayah Beji, Depok. Setelah membagi hasil rampokan, mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk berjudi. “Sampai-sampai puntung rokoknya menggunung,” kata Haji Mat Toni, cucu Pak Tua Tuni.  

Gerombolan Sengkud juga menyatroni lapak-lapak judi, mereka minta upeti. Hampir semua warung di Depok dan sekitarnya yang buka arena judi pernah mereka jajaki. Satu di antaranya adalah warung Pak Toha di Tanah Baru (kini masuk wilayah Beji, Depok). “Sesampai di warung, mereka tinggal tarok topi dan mendehem. Udah tuh, yang pada main judi mau nggak mau bayar upeti. Ngasih rokok dan uang. Kalau kagak, bisa berabe urusan,” kata C. Supandi, orang lama di Tanah Baru.  

Sengkud terjun ke dunia hitam tak hanya modal nekat. Dia anak Ki Plen, cucu Ki Kabur, jawara Sugutamu. Pernah jadi tengkulak, Sengkud akhirnya terjun ke dunia hitam. “Sengkud ditakutin karena sadis. Dia raja tega,” ujar Samin Sanan, kawan Sengkud, anggota Gong Si Bolong, kelompok kesenian tradisional tertua di Depok.  

Pendudukan Jepang mengubah jalan hidup Sengkud.

Bulak Garong

Awal pendudukan Jepang, di tengah situasi kacau balau, terbentuk banyak organ sukarela. Di antaranya Pertahanan Desa. Tak banyak informasi mengenai Pertahanan Desa. Sengkud bergabung dengan Pertahanan Desa Cimanggis yang diketuai Nisin Manyir, orang Cipayung (sekarang masuk wilayah Kecamatan Sukmajaya). Dia bahkan dipercaya menjabat wakil ketua.  

Setelah Indonesia merdeka, Pertahanan Desa Cimanggis bubar. Sengkud lalu mendirikan markas baru di sebuah hutan di antara Kali Ciliwung dan Kali Kecil –kini perumahan Pesona Kahyangan, Depok. Orang-orang menyebut markas itu “Bulak Garong”. Mulailah Sengkud cs. melakukan aksi sporadis menghantam orang-orang yang pernah dekat dengan Belanda.  

“Aksi pertama mereka yang bikin geger, membakar rumah Mandor Janim, antek Belanda di Sidamukti,” kenang Adung.  

Bersama satuan juang lainnya, mereka membebaskan bandit-bandit dari penjara Paledang, Bogor, dan menggantikannya dengan orang Belanda Depok yang ditawan sewaktu Peristiwa Gedoran Depok pada 11 Oktober 1945. Mereka juga ikut menghadang tentara NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) dan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang ingin merebut Depok dan sekitarnya. Setelah beberapa kali berhasil menghadang musuh, mereka akhirnya mundur.  

“Kemarin telah dikabarkan, bahwa Depok telah diduduki oleh pasukan Belanda. Kabar yang terakhir dari ANETA memberitakan, bahwa baru-baru ini diduduki pula Cimanggis, tidak jauh dari Depok. Di sana-sini dijumpai tembakan-tembakan dan perlawanan dari kaum perusuh,” tulis koran Persatoean: Soerat Kabar Oemoem, 2 April 1946.  

Adung Sakam. (Wenri Wanhar/Historia.ID).

Sengkud cs. hijrah ke Karawang. Di sana, selain terlibat dalam serangkaian pertempuran, mereka berkenalan dengan sesama bromocorah revolusioner dan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di sana pula Sengkud cs. mengenal ideologi pembebasan. Mereka sepaham dengan garis Tan Malaka: merdeka 100% dan anti-diplomasi. Di kemudian hari, mereka menjadi bagian dari tentara rahasia bentukan Tan Malaka dan Jenderal Soedirman: Divisi Gerilya Bambu Runcing (BR).  

Bambu Runcing dibentuk untuk mengisi kekosongan pejuang di Jawa Barat setelah Divisi Siliwangi hijrah ke Yogyakarta menyusul persetujuan Perjanjian Renville. Sutan Akbar, pemimpin Laskar Rakyat Djakarta Raya (LRDR) bentukan Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang mayoritas beranggotakan jawara penguasa dunia hitam, diangkat sebagai komandannya. Sutan Akbar membagi Bambu Runcing dalam lima brigade imajiner, meliputi Banten, Bogor, Jakarta, Priangan, dan Cirebon.

“Akbar mengirim kurir kepada rekan lamanya di Jawa Barat untuk memberi instruksi umum agar meneruskan perjuangan dan memberitahu mengenai status resmi baru mereka,” tulis Robert Cribb dalam Gejolak Revolusi Di Jakarta 1945–1949.

Dengan status baru itu, Sengkud bersama pasukannya kembali ke Bulak Garong. Mereka dikenal sebagai gerilyawan tangguh. Tak kenal kompromi. Mematahkan dan menebas batang leher musuh. Merampas senjata. Mereka biasa menyatroni musuh di malam hari. Siang hari mereka berkeliaran membaca situasi, menyamar sebagai rakyat biasa. “Istilah okem-nya bencoleng,” ujar Adung.  

Pertempuran Penghabisan

Kecewa kebijakan Restruksturisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) yang diambil pemerintahan Mohammad Hatta, 24 pemimpin Bambu Runcing berunding di sebuah tempat yang dirahasiakan di wilayah Jawa Barat pada 11 Oktober 1949. Di antara mereka ada Chaerul Saleh, Jaro Karis, dan Muhidin.  

Mereka memutuskan membuka front dengan pemerintah Indonesia dan memproklamasikan diri sebagai Rakyat Berjuang dan menyatakan diri sebagai Tentara Rakyat. Nama Tentara Rakyat sesuai dengan Program Minimum Persatuan Perjuangan Tan Malaka.  

“Tentara Rakyat tidak akan meletakkan senjata sebelum semua yang diinginkan rakyat Indonesia tercapai dan terjamin sepanjang masa,” tulis dokumen Proklamasi Rakjat Berdjoang, koleksi Subdisjarandisbintal Angkatan Darat di Bandung.  

Karena Bambu Runcing terang-terangan melawan pemerintah Indonesia, konfrontasi pun tak terelakan. Lama-kelamaan, Bambu Runcing Bulak Garong terdesak. Sengkud dan Muhidin memimpin pasukan meninggalkan markas lama dan pindah ke Tanah Baru. Anggota Bambu Runcing ditampung di rumah-rumah penduduk.  

“Di sini mereka diselamatkan. Orang-orang menyebut mereka orang kiri,” ujar Bani, warga Tanah Baru. “Mereka tidak mengganggu rakyat, kecuali sama tentara dan mata-mata polisi. Makanya korban yang dibunuh selalu mata-mata.”  

Pemerintah menyerukan pasukan Bambu Runcing menyerahkan diri dengan kompensasi tertentu. Sejumlah pucuk pimpinan Bambu Runcing, termasuk Charul Saleh, menyerah. Namun, Sengkud tetap bertahan.  

“Cerita dari ibu saya, babeh pantang menyerah. Katanya, ketimbang menyerah kepada musuh, mending perang sampai mati,” kata Bahrudin, anak semata wayang Sengkud, kepada Historia.

Sengkud akhirnya tewas diberondong peluru pasukan pemerintah di pinggir Kali Bata, Tanah Baru, Depok. Mayatnya diikat pada sebatang bambu besar, diarak, lalu dinaikkan ke jip tentara. Orang-orang berderet menyaksikan. Namun, hingga kini, keluarganya tak tahu di mana kuburannya.*

Majalah Historia No. 20 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
66a9abc200b9bd631b5bf4f5