Sersan KNIL Kolonel RMS

Para bekas sersan dan anggota KNIL ini hanya tahu bertempur tapi tidak berpolitik. Mereka menjadi ujung tombak RMS dalam menghadapi pasukan TNI.

OLEH:
Petrik Matanasi
.
Sersan KNIL Kolonel RMSSersan KNIL Kolonel RMS
cover caption
Kolonel Thomas Nussy, mantan sersan KNIL menjadi Kepala Staf Angkatan Perang RMS. (M.A. Yusuf/Historia.ID).

SETELAH pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, perang antara Indonesia dan Belanda berakhir. Tentara Belanda yang bule dengan senang hati kembali ke negerinya. Sementara Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) justru gelisah. Di antara mereka kemudian pulang ke Ambon.

Agoes Anwar dalam Soumokil Dan Hantjurnja RMS menyebut KNIL-KNIL berdatangan sejak 17 Januari 1950, tidak lama setelah pengakuan kedaulatan. Di antara KNIL yang datang itu terdapat bekas pasukan khusus baret hijau (komando) yang dipimpin Sersan Thomas Nussy dan bekas baret merah (penerjun payung) yang dipimpin Kopral Corputty. Selain KNIL yang baru datang itu ada pula pasukan KNIL lain yang sudah berada di Ambon.

SETELAH pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, perang antara Indonesia dan Belanda berakhir. Tentara Belanda yang bule dengan senang hati kembali ke negerinya. Sementara Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) justru gelisah. Di antara mereka kemudian pulang ke Ambon.

Agoes Anwar dalam Soumokil Dan Hantjurnja RMS menyebut KNIL-KNIL berdatangan sejak 17 Januari 1950, tidak lama setelah pengakuan kedaulatan. Di antara KNIL yang datang itu terdapat bekas pasukan khusus baret hijau (komando) yang dipimpin Sersan Thomas Nussy dan bekas baret merah (penerjun payung) yang dipimpin Kopral Corputty. Selain KNIL yang baru datang itu ada pula pasukan KNIL lain yang sudah berada di Ambon.

Calon-calon Panglima

Daantje Jacob Samson lahir di Magelang tahun 1908. Ia belajar di Europe Lager School (ELS) di Ambon, lalu sekolah MULO sampai kelas dua. Setelah bekerja sebagai juru tulis di rumah sakit militer Purworejo, dia teekensoldij atau masuk KNIL pada 7 Oktober 1924.

Samson pernah dinas di Yogyakarta lalu masuk kaderschool (sekolah kader) Magelang yang membuatnya bisa jadi kopral atau sersan. Dengan pangkat sersan, dia bertugas di Aceh, Magelang, dan Boven Digoel. Setelah itu, dia tugas di Bandung lalu ke Malang. Di Malang, dia sempat menjadi penembak mitraliur. Begitu Jusuf Puar mencatat tentang Samson dalam Peristiwa Republik Maluku Selatan.

Ketika tentara Jepang menduduki Indonesia, Samson jadi tawanan perang. Kartu tawanan perang atas nama dirinya mencatat ketika ditangkap Jepang Samson sudah berpangkat sersan satu dan bertugas di Batalion Infanteri ke-8 KNIL di Malang. Sersan dengan nomor stamboek 84772 ini sudah punya istri yang tinggal di Jalan Kereta Gang 1 Nomor 415 Malang. Setelah Jepang kalah, dia kembali bertugas di Papua lalu menjadi pelatih polisi di Ambon. Jadi, sudah lebih dari 20 tahun dia bertugas di KNIL.

Dr. Soumokil, presiden pertama RMS. (Koleksi Museum Sejarah Maluku).

Domingus Sopacua sudah cukup tinggi pangkatnya di KNIL pada 1949. Dia menjadi ajudant (pembantu letnan), pangkat mentok untuk kebanyakan serdadu pribumi. Koran Nederlandsch Dagblad, 3 Mei 1977 menyebut Sopacua lahir di Amahai, Seram pada 1913. Dia bergabung dengan KNIL sebagai prajurit profesional pada 1936 di usia 23 tahun. Itu satu-satunya cara baginya untuk bertahan hidup. 

Sebelum Jepang menyerbu Hindia Belanda, Sopacua pernah ditempatkan di Jatinegara, Batavia. Sebuah koran Belanda memuat profilnya tentang bagaimana buruknya masa pendudukan Jepang. Dia pernah dipukuli hingga nyaris mati oleh seorang perwira Jepang yang dendam pada orang Maluku karena adiknya mati oleh serdadu Maluku. Atas pertolongan dokter Pelamonia, Sopacua akhirnya pulih. Setelah Jepang kalah dan Sekutu masuk, Sopacua pernah dipersulit hidupnya oleh pihak Republik. Setelah lari dari pihak Republik, Sopacua berdinas kembali di KNIL.

Sersan Mayor Isaac Julius Tamaela juga KNIL senior penting lain di Ambon. Dia cukup bangga dengan masa lalunya.

“Saya lahir pada 13 Desember 1914 di Ambon. Ketika saya menyelesaikan sekolah (berbahasa) Belanda di Ambon, saya bergabung dengan tentara pada tahun 1934,” kata Tamaela kepada Het Vrije Volk, 4 Desember 1971. Awal 1942, Tamaela bertugas di sekitar Bandung sebelum akhirnya menjadi tawanan perang Jepang. “Ketika kami kalah perang melawan Jepang pada tahun 1942, saya diasingkan dan dibawa ke New Guinea.”

Menurut kartu tawanan perang Jepang atas nama dirinya, ketika ditawan Tamaela baru berpangkat kopral. Dia bebas ketika tentara Amerika mendarat pada 11 April 1945 di sana. Koran De Volkskrant, 1 Desember 1978, menyebut setelah 1945 dia bekerja di Makassar untuk dinas intelijen.

Letnan Kolonel Slamet Rijadi (kiri) ketika memimpin pasukan TNI menumpas RMS.

Thomas Nussy lebih muda dari Samson. Ia lahir di Ngawi tahun 1917. Muhammad Saleh Kamah dalam Catatan Seorang Wartawan menyebut sebelum perang meletus di Nusantara, Nussy sudah mendapatkan latihan tingkat raider. Kemungkinan di korps marsose juga seperti ayahnya. Sementara menurut Dominggus Nussy, salah satu anaknya, Nussy pernah bertugas di Sumatra dan pernah ditawan Jepang.

Selama Perang Dunia II berkecamuk, Nussy berada di Australia. Setelah tahun 1945, ia menjadi kader pasukan khusus KNIL. Ia menjadi anggota Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Kapten Raymond Westerling di Sulawesi Selatan. Belakangan ia mengakui kekejaman pasukan itu dalam pembantaian di Sulawesi Selatan karena adanya pembunuhan orang Ambon tak berdosa yang bukan tentara di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.

“Jadi kami membalas dendam,” kata Nussy dalam koran Nieuwsblad van het Noorden, 27 Februari 1988. Ia mengaku selama jadi serdadu bersama pasukannya telah membunuh sekitar dua ribu orang. “Kami membuat mereka muncul, lalu kami menembak mereka, biasanya dengan pistol.”

Sebelum pergi ke Ambon, Nussy berada di Solo tahun 1949. Ia pernah bertemu Slamet Riyadi untuk membicarakan kemungkinan dirinya dan pengikutnya bergabung dalam TNI. Slamet Riyadi suka dengan pilihan Nussy. Akhir tahun 1949, Nussy termasuk yang mengantar tawanan perang Jepang ke Kepulauan Riau sebelum akhirnya ke Ambon.

Seingat Nussy, perwira Belanda, Mayor Feber dan Letnan Fiekers, sering menghasut anggota-anggota KNIL untuk jangan pulang ke Ambon. Sebab, dalam dua tahun ke depan, tentara Belanda akan menyerbu Indonesia lagi. Nussy kerap dipanggil Westerling yang pernah menawarinya 400 staits dolar agar masuk APRA (Angkatan Perang Ratu Adil). Itu sebelum Nussy pulang bersama sekitar 108 serdadu KNIL. Mereka sempat singgah di Makassar dan bertemu Andi Azis yang memperingatkannya agar menjaga anak buahnya baik-baik.

Mereka adalah bintara KNIL penting yang ada di sekitar Ambon pada awal 1950. Tanpa para sersan KNIL itu Dr. Christian Robert Steven Soumokil, ahli hukum lulusan Leiden yang juga pernah jadi tawanan perang, menteri kehakiman dan jaksa agung Negara Indonesia Timur, tak dapat membuat sejarah di Ambon. Sebab, para sersan Ambon itu, seperti kebanyakan orang Ambon, solider.

“Orang Ambon baru sibuk bilamana ia sendiri, keluarganya atau teman-temannya terancam, dan bersikap spontan tanpa memahami permasalahannya dahulu dalam mengambil keputusan. Sikap dan pembawaan ini hingga ia mudah menjadi korban politik praktis,” catat Ernst Utrech dalam Ambon: kolonisatie, dekolonisatie en neo-kolonisatie.

Pasukan TNI mendarat di Maluku Selatan untuk menumpas pemberontakan RMS. (IPPHOS).

Setelah RMS Dibentuk

Sore, 23 April 1950 Dr. Soumokil dan Ir. Alvares Manusama mengadakan rapat bersama 20 orang perwira dan polisi KNIL. Mereka lalu menyuruh Johannes Manuhutu untuk memproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS) yang terjadi pada 25 April 1950 di Ambon. Para bekas sersan dan bekas KNIL lain mendukung RMS. Mereka menyadari kedatangan tentara dari Jawa. Samson menjadi Panglima Tentara RMS dan Nussy sebagai Kepala Staf Angkatan Perang RMS. Keduanya dari sersan jadi kolonel.

Pasukan TNI yang memasuki Ambon lebih baik dalam jumlah personel dan persenjataan. TNI mengerahkan 17 batalion infanteri atau sekitar 11 ribu personel. Namun, menghadapi RMS yang hanya dipimpin para bekas sersan KNIL tidaklah mudah. Kolonel Thomas Nussy hanya memimpin 1.500 orang.

Sementara pasukan darat TNI didukung Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Setelah mendaratkan pasukan di Hitu dan Tulehu, Kepulauan Ambon pada 28 September 1950, pasukan TNI di bawah pimpinan Letnan Kolonel Slamet Rijadi berharap dapat merebut Ambon dalam tiga atau empat hari.

“Harapan ini hampir terwujud tapi hanya karena RMS kehabisan amunisi. Namun kemudian pasukan RMS berhasil merampas amunisi dalam jumlah yang amat besar dalam satu serangan balik ke Hitu,” catat Dieter Bartels dalam Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku: Muslim Kristen Hidup Berdampingan di Maluku Tengah

Dalam banyak pertempuran antara TNI dan RMS, pihak TNI paling banyak jatuh korban. Dieter Bartels menyebut seorang perwira Australia memperkirakan di makam pahlawan (war cemetary) Ambon 4.000–5.000 serdadu TNI tewas, sedangkan korban di pihak RMS hanya 100 personel dan 400 sukarelawan RMS.

Hingga Slamet Rijadi meninggal, RMS masih cukup kuat. Namun, akhirnya RMS harus kehilangan kota Ambon. Mereka mundur ke pinggir kota lalu menyeberang ke Pulau Seram, tempat bergerilya selama belasan tahun hingga 1962.

Komando Angkatan Perang RMS tak mentolerir kesalahan para bawahannya. Pernah pada 2 Juni 1950, ketika gerakan TNI makin maju, Pattiwael memerintahkan pasukannya mundur. Banyak yang melihat bekas pasukan baret itu lari terbirit-birit dari TNI. Ada gosip Pattiwael adalah mata-mata TNI. Komite screening pimpinan Soumokil dan Gespers menunjuk Kaimana sebagai eksekutor. Pattiwael bersama delapan orang dieksekusi.

Pada akhirnya hubungan sesama petinggi RMS menjadi buruk. Nussy dan Samson termasuk yang berhenti melawan TNI. Beberapa petinggi RMS seperti Tamaela meloloskan diri dari Maluku dan menjadi jenderal RMS di Belanda. Di sana, RMS sempat terpecah di mana Tamaela memimpin sebuah kubu sendiri.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
656b1b50b049a8d541c899f1
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID