Si Pelukis Dinding Gua

Para penutur Austronesia meninggalkan jejak berupa seni cadas yang terukir di gua-gua.

OLEH:
Risa Herdahita Putri
.
Si Pelukis Dinding GuaSi Pelukis Dinding Gua
cover caption
Arkeolog Adhi Agus Oktaviana sedang menjelaskan temuan lukisan gua (cadas) tertua di Leang Karampuang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, yang diperkirakan berasal dari 51.200 tahun lalu. (Riyono Rusli/Historia.ID).

DI balik keindahan dan keanekaragaman hayatinya, Maros dan Pangkep, dua kabupaten di Sulawesi Selatan, menyimpan jejak peradaban manusia.  

Di Maros dan Pangkep, terbentang perbukitan karst sepanjang 75 km. Di dalamnya tersimpan bukti keberadaan manusia prasejarah. Setidaknya ada 134 gua yang pernah dihuni. Penelitian terbaru yang dilakukan peneliti Australia dan Indonesia memperkirakan gua di situs itu telah digambari sejak 40.000 tahun lalu. Para peneliti pun ramai berdiskusi: siapa “seniman” awal yang memperkenalkan budaya gambar cadas di kawasan itu dan Nusantara pada umumnya?

Harry Widianto, ahli paleontologi yang menjabat direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, sejauh ini gambar cadas selalu ditemukan di gua yang dihuni ras Mongoloid, yaitu para penutur Austronesia, yang datang ke Indonesia pada 4.000 tahun lalu. Banyak lukisan ini ditemukan di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan yang paling baru di Gua Harimau, Sumatra. Sesuai kedatangan penutur Austronesia di Indonesia, dia percaya gambar cadas diperkirakan sudah ada sejak 4.000 tahun lalu.

DI balik keindahan dan keanekaragaman hayatinya, Maros dan Pangkep, dua kabupaten di Sulawesi Selatan, menyimpan jejak peradaban manusia.  

Di Maros dan Pangkep, terbentang perbukitan karst sepanjang 75 km. Di dalamnya tersimpan bukti keberadaan manusia prasejarah. Setidaknya ada 134 gua yang pernah dihuni. Penelitian terbaru yang dilakukan peneliti Australia dan Indonesia memperkirakan gua di situs itu telah digambari sejak 40.000 tahun lalu. Para peneliti pun ramai berdiskusi: siapa “seniman” awal yang memperkenalkan budaya gambar cadas di kawasan itu dan Nusantara pada umumnya?

Harry Widianto, ahli paleontologi yang menjabat direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, sejauh ini gambar cadas selalu ditemukan di gua yang dihuni ras Mongoloid, yaitu para penutur Austronesia, yang datang ke Indonesia pada 4.000 tahun lalu. Banyak lukisan ini ditemukan di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan yang paling baru di Gua Harimau, Sumatra. Sesuai kedatangan penutur Austronesia di Indonesia, dia percaya gambar cadas diperkirakan sudah ada sejak 4.000 tahun lalu.  

Lalu bagaimana dengan pertanggalan gua di Maros dan Singkep? Jika mengikuti hasil penelitian itu, kata Harry, manusia modern awal yang menghuni gua kawasan Maros mengenal seni cadas dalam waktu yang hampir bersamaan dengan manusia di Gua El Castillo, Spanyol. Padahal, sejauh ini gambar cadas di El Castillo yang berasal dari sekira 41.000 tahun lalu itu dianggap sebagai lukisan gua teruzur di dunia.  

“Ini menarik!” serunya.  

Namun, alih-alih mengamini temuan terbaru, Harry mempersoalkan penentuan pertanggalannya. Untuk menentukan pertanggalan terdapat banyak persyaratan. Teknik pengambilan sampelnya harus benar. Perlu memperhitungkan pula analisis dari data pendukung lainnya supaya pertanggalan itu meyakinkan. Menurut Harry, pertanggalan yang diajukan para arkeolog Australia-Indonesia itu tidak cocok dengan temuan rangka penghuni gua di Indonesia.  

Harry menjelaskan, sejauh ini berdasarkan bukti arkeologis, gua-gua di Indonesia hanya dihuni dua ras: ras Australomelanesid dan para penutur Austronesia.  

Australomelanesid hidup 13.000-5.000 tahun lalu. Sisa-sisa rangkanya ditemukan di Pulau Jawa dan Kalimantan Selatan. Dari hasil penelitian, Australomelanesid selama hidupnya masih mengembangkan budaya alat serpih dan tulang. Mereka juga melaksanakan perburuan dan belum mengenal lukisan gua.  

“Nah mereka, baik yang ditemukan di Jawa maupun Kalimantan Selatan, tidak pernah kita temukan bersama dengan lukisan di dinding gua,” ujar Harry. “Saya tetap meyakini bahwa Austronesia itu pembuat lukisan dinding gua.”

Lukisan Anoa pada dinding goa di daerah Maros, Sulawesi Selatan. (Istimewa).

Ras Tertua

Pendapat berbeda disampaikan Harry Truman Simanjuntak, arkeolog senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas). Dia meyakini keberadaan gambar cadas di Indonesia lebih tua dari kedatangan para penutur Austronesia. Dia merujuk pada lukisan gua di Kaimana, Papua Barat, yang ditemukan Johannes Keyts, kepala pedagang VOC, pada 1678. Lukisan itu diperkirakan berusia 3.000-10.000 tahun.  

“Lukisan gua berkembang sebelum kedatangan Austronesia. Tampaknya mereka meniru budaya Austromelanesid yang kemudian mereka kembangkan,” ujarnya di kantor Puslit Arkenas, Jakarta.  

Terlebih lagi, ujar Truman, di Taiwan, rumah asal bagi para penutur Austronesia, hingga kini tak ditemukan gambar cadas. Temuan terbaru di Taiwan hanya berupa goresan di batuan yang lunak dan diperkirakan dari masa yang jauh lebih muda. Dengan begitu, jika budaya ini tidak ditemukan di Taiwan, para penutur Austronesia mempelajarinya justru dari wilayah persebarannya. Bisa di Indonesia, Filipina, atau wilayah Asia Tenggara lainnya.  

“Intinya budaya lukisan kita tampaknya dimiliki populasi yang telah menghuni Nusantara paling tidak sejak 40.000 tahun lalu,” ujarnya.

Dalam artikelnya “Akhir Plestosen dan Awal Holosen di Nusantara”, Truman menjabarkan, sejak 40.000 tahun lalu, Homo Sapiens sudah muncul untuk pertama kali. Dari bukti arkeologis, diperkirakan sekira 50.000 tahun lalu (akhir plestosen), kawasan Asia Tenggara daratan dan kepulauan sampai Australia diperkirakan telah dihuni mereka. Sayangnya, data mengenai hunian menjelang akhir masa plestosen di Nusantara masih sedikit. Namun yang jelas, orientasi hunian gua atau ceruk jauh lebih menonjol dibanding orientasi alam terbuka.  

“Pemanfaatan gua dan ceruk alam ini merupakan bukti tertua dari sejarah hunian di Aisa Tenggara dan Pasifik,” tulisnya dalam makalah yang disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII di Cipanas tahun 1996.  

Sejauh ini Australomelanesid masih menjadi ras tertua dari Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia. Sayangnya, di Maros belum ditemukan kerangka manusia untuk mengungkap siapa penggagas lukisan di dinding gua.

Menakutkan Sekaligus Mempesonakan

Selain siapa pembuatnya, upaya menafsirkan seni cadas di dinding gua merupakan permasalahan tersendiri. “Kita hanya dapat menduga hubungan antara figur dan simbol yang tampak berkali-kali dalam kombinasi,” tulis Bramantijo, dosen Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya dalam “Dinding Masa Prasejarah dan Masa Kini Dalam Tafsir Perilaku Estetis dan Makna”, yang terbit dalam Proceeding International Seminar Archaeology Art and Identity.  

Dia menduga cap tangan adalah lukisan yang pertama lahir pada zaman prasejarah. Objek ini lahir dari hasil imajinasi. Menurutnya, dari pengulangan teknik itu akan muncul kesan tangan-tangan yang bergerak.  

Bramantijo juga melihat adanya wujud pengharapan. Misalnya, dengan berimajinasi sosok binatang, pemburu dengan dorongan rasa artistik berharap agar binatang yang dimaksud mudah ditangkap. “Barangkali dari keyakinan mendalam akhirnya lahir kekuatan gaib yang diberikan kepadanya, yaitu kemudahan memperoleh buruan,” katanya.  

Matahari, pohon, dan binatang adalah objek yang sering dijumpai dalam lukisan di dinding gua. Bagi Sumijati Atmosudiro, arkeolog Universitas Gadjah Mada, alam mungkin menjadi objek ekspresi seni pertama bagi manusia. “Terhadap alam, manusia berhadapan dengan kekuatan yang menakutkan sekaligus mempesonakan,” tulisnya dalam “Seni Rupa dan Dinamikanya dalam Kehidupan Pra-Hindu” yang disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII di Cipanas, 1996.  

Selain ekspresi kekaguman, menurut Sumijati, seni cadas merupakan wujud pengalaman, perjuangan hidup, dan harapan. Karenanya, tak jarang lukisan itu menggambarkan adegan perburuan dan objek yang bermakna religius. Misalnya cap tangan, bentuk geometris, perahu, dan beberapa jenis hewan melata.

Cap tangan di Gua Tewet. (Luc-Henri Fage, "Borneo, Memory of the Caves", 1999).

Hadapi Ancaman

Berhadapan dengan alam tentu tak mudah. Usaha melindungi gambar cadas menjadi sulit karena justru ancaman terbesar datang dari alam.  

Permukaan batuan karst, di mana biasanya gambar cadas ditemukan, bisa mengelupas secara alamiah. Lukisan cadas terancam menipis dan akhirnya menghilang.  

Belum lagi penggunaan lahan di sekitar situs yang mempengaruhi keadaan batuan di mana gambar cadas ditemukan. Perubahan vegetasi dan fungsi lahan membuat air merembes hingga ke dinding gua. Akibatnya, gambar cadas memudar.  

Kerusakan akibat manusia memperparah keadaan. Lukisan gua harus bersaing dengan vandalisme. Coret-coretan jahil bahkan tertera di atas lukisan prasejarah. Coretan ini tak bisa dibersihkan begitu saja karena bisa merusak lukisan gua. Belum lagi pabrik batu bara dan aktivitas penambangan batu kapur yang umum berada di sekitar situs. Selain berpotensi merusak kerusakan ekosistem, mereka mengancam gambar cadas.  

Harry Widianto mengimbau semua pihak, termasuk masyarakat, untuk ikut menjaga. Terlebih gua-gua prasejarah itu sudah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya nasional.  

“Kami senang kalau masyarakat juga aktif terutama jika bisa mendapat manfaatnya dengan adanya cagar budaya,” katanya.  

Salah satu cara membagi manfaat itu adalah dengan mendirikan museum lapangan. Dengan begitu, dia berharap bisa menyampaikan nilai-nilai budaya kepada masyakarat. Terutama nilai yang bisa didapat dari tinggalan para penutur Austronesia.  

“Bisa tentang guanya, lukisannya, atau pengetahuannya soal pertanian, pengetahuannya menjinakkan binatang, dan pelayaran, agar masyarakat tahu bangsa kita sangat hebat,” ujarnya.*

Majalah Historia No. 32 Tahun III 2016

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
66f40b6f4ed494ec6d985548