Siasat Bakker di Maluku

Maksud hati menarik suara dari masyarakat Maluku. Surat ajakannya untuk mencoblos malah dianggap penghinaan dan berujung kekalahannya dalam pemilu.

OLEH:
Zalfaa Rizqi Nuraulia
.
Siasat Bakker di MalukuSiasat Bakker di Maluku
cover caption
Menteri Penerangan F.L. Tobing menyampaikan pidato pada malam penutupan Kongres Partai Permai IX di Gedung Concordia, Bandung. (Mimbar Penerangan, Oktober 1953).

SEORANG calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat kehebohan di Maluku. Surat ajakan untuk memilih partainya beredar luas dan mengundang protes dari guru-guru Gereja Protestan Maluku dan pegawai-pegawai yang berasal dari Ambon. Dianggap mengandung kebencian, penghinaan, dan fitnah terhadap suku-suku Ambon.

Calon anggota DPR itu bernama John Joseph Bakker. Pada pemilihan umum (pemilu) 1955, dia merupakan calon nomor urut satu dari Partai Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) di daerah pemilihan (Dapil) Maluku.

Salinan surat anjuran itu tersimpan dalam Arsip Kabinet Presiden RI 1950–1959 No. 996. Surat tertanggal 17 Februari 1955 itu dikirimkan kepada para guru dan pegawai. Isinya ajakan untuk mencoblos Permai saat pemilu tanggal 17 Februari 1955. 

Kendati menyebut partai lain, sasaran tembak Bakker adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Cabang Parkindo didirikan oleh Abraham Kudubun, yang pernah menjabat jaksa, ketua DPR, dan kemudian Pemimpin Besar Parkindo Maluku Tenggara. Pada Pemilu 1955, Kudubun mendapatkan nomor urut 3. Sementara nomor urut 1 dan 2 ditempati calon dari Ambon.

SEORANG calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat kehebohan di Maluku. Surat ajakan untuk memilih partainya beredar luas dan mengundang protes dari guru-guru Gereja Protestan Maluku dan pegawai-pegawai yang berasal dari Ambon. Dianggap mengandung kebencian, penghinaan, dan fitnah terhadap suku-suku Ambon.

Calon anggota DPR itu bernama John Joseph Bakker. Pada pemilihan umum (pemilu) 1955, dia merupakan calon nomor urut satu dari Partai Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) di daerah pemilihan (Dapil) Maluku.

Salinan surat anjuran itu tersimpan dalam Arsip Kabinet Presiden RI 1950–1959 No. 996. Surat tertanggal 17 Februari 1955 itu dikirimkan kepada para guru dan pegawai. Isinya ajakan untuk mencoblos Permai saat pemilu tanggal 17 Februari 1955. 

Kendati menyebut partai lain, sasaran tembak Bakker adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Cabang Parkindo didirikan oleh Abraham Kudubun, yang pernah menjabat jaksa, ketua DPR, dan kemudian Pemimpin Besar Parkindo Maluku Tenggara. Pada Pemilu 1955, Kudubun mendapatkan nomor urut 3. Sementara nomor urut 1 dan 2 ditempati calon dari Ambon.

Menurut Bakker, partai-partai di Ambon menempatkan calon dari Ambon di urutan 1 dan 2. Sebaliknya menempatkan calon-calon dari Maluku Tenggara di urutan buntut, paling jempol nomor 3. Melihat sedikitnya penduduk Maluku, nomor 3 dari daftar pencalonan tak mungkin terpilih. 

“Dengan pencalonan partai-partai di Ambon (terutama Parkindo, suatu partai agama yang sewajibnya suci, bersih, adil, tegak, dan jujur tegas berkedok penjajah), Parkindo merupakan alat penjajah, tegas hendak memperkuda kita anak-anak Tenggara.”

Pernyataan Bakker itulah yang menimbulkan reaksi keras. Siapa Bakker?

Potret diri John Joseph Bakker. (niadilova.wordpress.com)
Rekam Jejak

John Joseph Bakker lahir di Kisar, Maluku Tenggara, pada 11 Oktober 1904. Rekam jejaknya terbilang mentereng. Memiliki latar belakang pendidikan sekolah guru, Bakker bekerja sebagai guru Sekolah Rakyat di Serwaru dan Kupang, Instituut Volkesontwikkeling (Surabaya), guru bahasa Inggris di MULO Pergerakan Bangsa Indonesia (Surabaya), dan guru bahasa Inggris untuk pelaut-pelaut “De Zevende Provincien” di Surabaya. 

Bakker juga dikenal sebagai wartawan dan pengarang. Dia tercatat sebagai anggota redaksi Suluh Rakjat Indonesia (Surabaya), Suara Umum (Surabaya), Sin Tit Po (Surabaya), Matahari (Semarang), dan The Malaya Tribune (Singapura). Bakker menuliskan dalam riwayat hidupnya bahwa dia kerap terkena “pers en spreekdeliet” sehingga ditahan di Surabaya dan Garut. 

Bakker menerbitkan beberapa buku. Di antaranya The English Correspondence dan The Practical English Grammar (1932) serta Sedjarah Filipina (1932). 

Bakker masuk gelanggang politik melalui Timorsch Verbond (TV), organisasi yang bersikap nonkooperatif dengan Belanda. Didirikan di Ujung Pandang, TV mengalami perpecahan yang melahirkan Perserikatan Timor. Pusat organisasi kemudian dipindahkan ke Surabaya di bawah pimpinan J.J. Bakker dan J.W. Amalo tapi pecah lagi dan kembali ke Ujung Pandang. 

Bakker pernah mewakili TV dalam Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) dan Kongres Indonesia Raja ke-1 di Surabaya (1932). Dalam Kongres itu dia menyampaikan penderitaan yang dialami rakyat Timor terkait pajak (belasting) dan desakan TV untuk mencarikan keadilan sehingga dicap “merah”. Penyampaiannya digoreskan dengan judul  “Hoekoem adat dan reaksi di Timoer” dan dimuat dalam Pengoeroes P.P.P.K.I., Congres Indonesia Raja Ke I.

Suryadi, dosen di Universitas Leiden, dalam laman blognya menyebut peristiwa tragis yang dialami oleh rakyat Timor pada awal Mei 1914. Karena tak berhasil mencapai target dalam pengumpulan pajak, dua pejabat sipil kolonial mengerahkan pasukan bersenjata untuk memadamkan kerusuhan di Kampung Kalmari, Sawu, dan di Landschap Kangea, Flores. Kedua orang ini kemudian ditangkap dan diadili.

Catatan perjalanan politiknya masih panjang, sebagaimana terekam dalam laman Yotowawa Media Center, sebuah komunitas masyarakat Kisar.

Selain di TV, Bakker aktif sebagai anggota Indonesiache Studieclub (IS) di Surabaya, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), dan propagandis Partai Indonesia Raya (Parindra) di Kalimantan.

Ketika pendudukan Jepang, Bakker menjadi pemimpin Keibodan/Seinendan di Madiun. Dia ditangkap Jepang karena menolak menjadi “Shu Shangikai Giin”, suatu dewan penasihat untuk Residen Sumatra yang dibentuk November 1943.

Setelah Indonesia merdeka, Bakker berkarier di militer, anggota pengurus dan propagandis Gerakan Republik Indonesia, kepala-pemimpin Kantor Pembantu Gubernur Maluku, serta komandan Pemuda Republik Indonesia Maluku (PRIMA) –semuanya di Semarang. Dia juga aktif dalam Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil, Gerakan Kemerdekaan Indonesia Seberang, Persekutuan Indonesia Maluku Jogja –semuanya di Yogya. Selama masa ini Bakker pernah ditahan di Ambarawa-Pekalongan.

Bakker kemudian kembali aktif dalam politik; bergabung dengan Partai Permai.

Permai awalnya merupakan sebuah badan perjuangan yang didirikan dalam suatu pertemuan pada 15–17 Desember 1945. Kepartaian dan Parlementaria Indonesia, yang diterbitkan Kementerian Penerangan tahun 1954, mencatat kongres pertama di Surakarta pada 26 dan 27 April 1946 menetapkan berdirinya Permai dengan mengesahkan Anggaran Dasar. 

Permai berazaskan Pancasila. Dalam bagian azas partai, Angaran Dasar juga menyebut partai menentang semua kekuasaan yang sewenang-wenang, penindasan, dan pemerasan; antifasisme, imperialisme dan kapitalisme. 

Permai berubah jadi partai politik dalam Kongres VI di Jakarta pada 15–17 Februari 1950. I.R. Lobo ditunjuk sebagai ketua umum dan K. Werdojo sebagai wakil. Di deretan Dewan Penasihat terdapat nama Mei Kartawinata, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan Rasid.

Menurut sejarawan Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 5: 1950-2007, partai ini tidak banyak menarik publisitas. Namun, partai mempunyai tiga orang yang duduk di parlemen: Iwa, I.R. Lobo, dan K. Werdojo. Dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo, Iwa bahkan diangkat menjadi menteri. 

Bakker bergabung dalam Permai dan ditunjuk sebagai komisaris untuk wilayah Indonesia Tenggara yang berkedudukan di Ambon, sebagaimana disahkan dalam rapat pimpinan pusat pada 22 Mei 1952.

Logo dan tanda gambar Partai Permai dalam surat suara pemilihan anggota DPR Jawa Timur tahun 1955. (ANRI).
Penyatuan Matahari

Permai mendaftar sebagai peserta Pemilu 1955 dengan tanda gambar bintang sudut lima bersinar di dalam segitiga. Di Dapil Maluku, Permai menempatkan Bakker sebagai calon nomor urut 1 untuk pemilu legislatif.

Bakker harus bersaing dengan 80 calon anggota DPR dari 12 partai dan enam organisasi lainnya untuk memperebutkan suara di Maluku yang berjumlah 368.575 pemilih. Padahal kursi yang diperebutkan hanya tiga. Pertarungan keras itulah yang mendorong Bakker membuat surat tanggal 17 Februari 1955 berisi ajakan kepada masyarakat Maluku untuk mencoblos Permai.

Partai yang memiliki pengaruh kuat di Maluku adalah Parkindo. Berikut daftar calon Parkindo di Ambon. Untuk DPR, secara berurutan ditempati Dr. Sta (Ambon), Nyonya Pattiasina (Ambon), dan Abraham Kudubun (Maluku Tenggara). Sedangkan untuk Konstituante: Tambunan (Batak) dan Dr. Leimena (Ambon).

Bakker menyebut Kudubun menolak dan menarik diri dari pencalonan. Kudubun merasa dihina; seolah-olah Ambon menghendaki terus menjajah masyarakat Maluku Tenggara.

Bakker menyambut baik penarikan diri Kudubun. Bahkan, pada 27 Januari 1955, dalam suatu pertemuan keduanya sepakat menjalin kerja sama, membawa struktur politik baru di Maluku Tenggara, dan menyiapkan strategi untuk mengalahkan calon dari Ambon. Bakker menyebut kerjasama antara Bakker dan Kudubun, Permai dan Parkindo Maluku Tenggara, sebagai penyatuan “matahari terbit dan matahari terbenam” (Kei-Kisar). 

Beberapa keputusan pun diambil. Pertama, membenarkan penarikan diri Kudubun dari pencalonan Parkindo Ambon. Kedua, menetapkan Bakker-Kudubun sebagai calon Permai dengan ketentuan untuk DPR No. 1 John Bakker dan No. 2 Abraham Kudubun, sedangkan untuk Konstituante No. 1 Abraham Kudubun dan No. 2 John Bakker. Ketiga, kampanye pemilihan diadakan oleh Permai/Parkindo bersama-sama untuk menusuk tanda gambar Permai. Keempat, akan dikeluarkan pernyataan bersama (oleh Bakker-Kudubun). 

Bakker mengakhiri surat dengan kalimat: “Sekarang terserah kepada rakyat Tenggara mau memilih Bakker-Kudubun atau Sta-Pattiasina. Memilih Kudubun-Bakker atau Leimena-Tambunan!”

Pemungutan suara untuk pemilu legislatif dilakukan pada 29 September 1955. Hasilnya: Bakker-Kudubun gagal meraih kursi DPR. Adakah harapan untuk Konstituante?

Surat anjuran memilih Permai yang dibuat oleh John Bakker. (ANRI).
Respons Guru dan Pegawai

Surat Bakker mendapat tanggapan dari guru-guru Gereja Protestan Maluku (GPM) dan pegawai-pegawai yang berasal dari Ambon. Mereka membuat surat pernyataan yang ditandatangani 11 guru GPM dan 12 pegawai. Lalu mengirimkannya kepada Ketua Kabinet Presiden di Jakarta tanggal 27 Oktober 1955. 

Isi surat membantah tudingan Bakker. Mereka menyampaikan Dr. Sta dan Pattiasina Heyneman dicalonkan bukan karena berasal dari Ambon tapi didasarkan pada pendidikan dan pengalaman. Sedangkan untuk calon Konstituante, Mr. Tambunan dan Dr. Leimena, dianggap tepat, “the right man on the right place”. 

Penolakan Kudubun dari pencalonan nomor 3 dianggap tidak sportif. Selain itu, nomor urut itu janganlah dianggap sebagai penghinaan. Apalagi penentuan kursi-kursi DPR dan Konstituante diatur oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) di Jakarta dengan berpedoman pada kebanyakan suara dari pelbagai partai, jumlah penduduk tiap provinsi, dan sebagainya.

Mereka menyayangkan upaya Bakker untuk memfitnah, menghina suku, bangsa, dan partai untuk mencapai cita-citanya. Mereka menulis: “Bahwa Saudara Bakker yang sama-sama seperti kami berpendidikan Guru Sekolah Rakjat, akan tetapi mempunyai suatu riwayat hidup yang sangat ‘brilliant’ dan gilang-gemilang itu, mungkin seorang yang berkaliber besar tidak menurut saluran-saluran yang semestinya, sebagaimana seorang ‘gentlemen’…“

Anggota Parkindo yang berasal dari Ambon pun tak setuju istilah Parkindo Ambon berbau penjajah dan menganggap Bakker berusaha melakukan separatisme dan daerahisme dengan Partai Permai. 

Selanjutnya, mereka mendesak pemerintah dan instansi-instansi terkait untuk memindahkan semua guru dan pegawai yang sedang menjalankan tugas dari Ambon untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Sebab, kecaman Bakker telah melebihi batas-batas politik dan beralih pada kebencian, fitnahan, dan penghinaan. 

Selain itu, tersebarnya salinan surat Bakker di seluruh wilayah Babar dengan perantara pamong desa membuat pemungutan suara bagaikan ada tekanan yang memberatkan pihak Permai. 

“Meskipun pertempuran tak nyata, namun perjuangan kepartaian ala metode Bakker dapat memecahbelahkan persatuan bangsa Indonesia, sebagaimana kita alami sekarang ini, ialah ketegangan antara kami sebagai guru di satu pihak dan pamong desa di lain pihak, mengakibatkan rakyat terbawa-bawa.” 

Pemungutan suara untuk pemilu legislatif digelar pada 29 September 1955 dan pemilu Konstituante tanggal 15 Desember 1955. Hasilnya: Bakker-Kudubun gagal meraih kursi DPR dan Konstituante. Bahkan di tingkat nasional, Permai tak berkutik karena hanya meraih satu kursi DPR atas nama K. Werdojo yang terpilih di Dapil Jawa Timur.

Setelah kegagalan dalam Pemilu 1955, hanya sedikit catatan mengenai sepak terjang Bakker. Dia diakui oleh pemerintah sebagai Perintis Kemerdekaan melalui surat keputusan Menteri Kesejahteraan Sosial No. Pol.6 II/P.K tanggal 11 April 1960.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65e063245d33d9880909184a