Syiah Bermula dari Serambi Makkah

Kerajaan Islam mazhab Syiah disebut pernah berdiri di Nusantara. Namun, sumber sejarahnya diragukan.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Syiah Bermula dari Serambi MakkahSyiah Bermula dari Serambi Makkah
cover caption
Ilustrasi potret pemuda Perlak, Aceh, 1901. (Tropenmuseum).

TAK ada puing-puing bekas bangunan atau benda bersejarah dari Kerajaan Pereulak (Perlak). Yang tertinggal hanyalah makam sultan dan keluarganya di beberapa tempat. Salah satunya makam Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Letaknya berada di sebuah dayah (pesantren) kecil yang sunyi. Kerajaan Perlak disebut-sebut sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara dan menganut mazhab Syiah. 

Menurut Tengku Abdullah Muhammad, yang menjadi juru kunci sejak 12 tahun lalu, sebelum Islam masuk, Perlak sudah berhubungan dengan para pedagang dari Arab, Tiongkok, India, dan sebagainya. Pendorongnya, pesatnya perdagangan kayu Perlak, yang menjadi muasal nama daerah ini –sumber lain menyebut nama orang yang membuka daerah itu adalah Pho He La Sjahir Nuwiy. 

“Kayu Perlak saat itu dikenal sebagai bahan baku yang sangat dicari untuk pembuatan kapal dan perabot rumah tangga lainnya,” kata Abdullah.

TAK ada puing-puing bekas bangunan atau benda bersejarah dari Kerajaan Pereulak (Perlak). Yang tertinggal hanyalah makam sultan dan keluarganya di beberapa tempat. Salah satunya makam Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Letaknya berada di sebuah dayah (pesantren) kecil yang sunyi. Kerajaan Perlak disebut-sebut sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara dan menganut mazhab Syiah. 

Menurut Tengku Abdullah Muhammad, yang menjadi juru kunci sejak 12 tahun lalu, sebelum Islam masuk, Perlak sudah berhubungan dengan para pedagang dari Arab, Tiongkok, India, dan sebagainya. Pendorongnya, pesatnya perdagangan kayu Perlak, yang menjadi muasal nama daerah ini –sumber lain menyebut nama orang yang membuka daerah itu adalah Pho He La Sjahir Nuwiy. 

“Kayu Perlak saat itu dikenal sebagai bahan baku yang sangat dicari untuk pembuatan kapal dan perabot rumah tangga lainnya,” kata Abdullah. 

Selain sebagai pedagang, mereka mempunyai keahlian khusus, dari bidang pertanian hingga taktik perang. Mereka juga berdakwah dan menikah dengan penduduk lokal. “Salah seorang dari pendakwah itu bernama Sayid Ali al-Muktabar, yang merupakan cucu Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dia menikah dengan putri kerajaan Perlak, Putri Makhdum Tansuri. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah yang nantinya menjadi sultan pertama kerajaan Islam Perlak,” kata Abdullah. 

Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Islam yang sampai di Asia Tenggara paling dahulu ialah aliran Syiah. “Aliran Syiah dibawa oleh para pedagang Gujarat, Persia, dan Arab ke pantai timur Sumatra, terutama ke negara Perlak dan negara Pasai, dan mendapat dukungan dinasti Fathimiah di Mesir,” tulisnya.

Kompleks makam sultan Perlak. (Sri Mulyani/Historia.ID).

Perebutan Pengaruh

Pada tahun 800, sebuah kapal dagang berlabuh di Bandar Perlak. “Armada dakwah” itu mengangkut seratus saudagar muslim Arab Quraisy, Persia, dan India, yang dipimpin Nakhoda Khalifah. Mereka membarter kain, minyak atar, dan perhiasan dengan rempah-rempah. “Rombongan misi Islam yang dipimpin Nakhoda Khalifah semuanya orang-orang Syiah,” tulis sejarawan A. Hasjmy dalam Syi’ah dan Ahlussunnah.

Sejak itu, mereka kerap datang ke Bandar Perlak sehingga banyak orang Perlak masuk Islam, termasuk Meurah (Maharaja) Perlak dan keluarganya. Pada 840 diproklamasikan kerajaan Perlak yang beribu kota Bandar Khalifah –sebagai penghargaan kepada Nakhoda Khalifah– saat ini letaknya sekira enam kilometer dari kota Peureulak. Rajanya Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. 

“Kerajaan Islam yang pertama berdiri di Indonesia yaitu Perlak, boleh dinamakan Daulah Syi’iyah (Kerajaan Syi’ah)… sehingga pahamnya menyelusupi dalam tubuh masyarakat Islam yang baru tumbuh itu,” tulis Hasjmy. 

Perebutan pengaruh pun terjadi. Kaum Sunni mengumpulkan pengikut untuk melakukan pemberontakan selama dua tahun pada masa Sultan Perlak III, namun gagal. Pemberontakan kembali pecah di pengujung masa Sultan Perlak IV. Kali ini mereka berhasil menumbangkan kekuasaan Sultan Syiah sekaligus membentuk kekuasaan Sunni. Diangkatlah bangsawan lokal menjadi sultan, yakni Meurah Abdul Kadir bergelar Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat.

Kerajaan Islam yang pertama berdiri di Indonesia yaitu Perlak, boleh dinamakan Daulah Syi’iyah (Kerajaan Syi’ah).

Kaum Syiah tak berpangku tangan dan berusaha merebut kembali kekuasaan. Pada 976, pemberontakan diakhiri dengan membagi kerajaan Perlak menjadi dua: Perlak pesisir untuk kaum Syiah di bawah pimpinan Sultan Alaiddin Sayid Maulana Mahmud Syah dan Perlak pedalaman untuk kaum Sunni dengan penguasa Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah.

“Pemerintahan kembar di negeri Perlak ini sering menimbulkan persengketaan/perang saudara antara rakyat Perlak. Kadang-kadang sampai timbul vacuum (kosong) penobatan Sultan dalam pemerintahannya,” tulis sejarawan M. Junus Djamil dalam Wadjah Rakjat Atjeh dalam Lintasan Sedjarah, yang disampaikan pada Pekan Kebudayaan Atjeh II, 21–25 Agustus 1972.

Persengketaan terhenti ketika mereka menghadapi musuh bersama, yaitu Kerajaan Sriwijaya, yang menyerang Perlak pada 986. Kedua kerajaan bersatu tapi tetap di bawah komando sultan masing-masing. Pada 1006, perang usai karena pasukan Sriwijaya ditarik untuk menghadapi perang melawan Kerajaan Medang yang dipimpin Dharmawangsa. Karena Sultan Perlak pesisir gugur dalam pertempuran, Kerajaan Perlak dipimpin Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah. Sejak itu, Sunni berkuasa dalam waktu cukup lama. 

Makam Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah. (Sri Mulyani/Historia.ID).

Menjalar

Pengaruh Syiah merambah Kerajaan Samudra Pasai. Kerjaaan ini didirikan pada 1042 oleh Meurah Giri, kerabat Sultan Mahmud Syah Johan Berdaulat dari Kerajaan Perlak yang menganut Sunni. Meurah Giri jadi sultan pertama dengan gelar Maharaja Mahmud Syah. Keturunannya memerintah Pasai sampai 1210. Pasca kematian Sultan Al-Kamil yang tak meninggalkan putra mahkota terjadi perang saudara. 

Pada 1261 Meurah Silu, juga keturunan Sultan Perlak, mengambil alih kekuasaan Pasai. “Meurah Silu adalah seorang Islam sejak awal, bukan diislamkan kemudian. Akan tetapi Islamnya adalah Islam Syiah, yaitu mazhab yang berkembang di Perlak,” tulis Ahmad Jelani Halimi, sejarawan Universitas Sains Malaysia, dalam Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu.

Namun, Dinasti Fathimiah rontok pada 1268. Terputuslah hubungan antara kaum Syiah di pantai timur Sumatra dan Mesir. Dinasti Mamluk, yang berkuasa di Mesir dan beraliran Syafi’i, mengirim Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra untuk memusnahkan aliran Syiah. Syekh Ismail berhasil membujuk Meurah Silu untuk menyeberang ke aliran Syafi’i. Hubungan dengan Mamluk di Mesir jelas terlihat dari gelar yang dipakai Meurah Silu, Malikul Saleh. “Gelar ini merupakan gelar pendiri kerajaan Mamluk Mesir, Sultan Malik al-Saleh Najmuddin al-Ayyubi,” tulis Ahmad Jelani. 

“Selama Sultan Malikul Saleh berkuasa, agama Islam aliran Syiah ditindas,” tulis Slamet Muljana. 

Sultan terakhir Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat meninggal pada 1292. Setelah itu, Perlak menjadi bagian dari kerajaan Samudra Pasai di bawah Sultan Malikul Zahir, anak Malikul Saleh. 

Syiah sebagai ideologi politik keagamaan tak pernah berkembang, apalagi berkuasa, di tempat mana pun di Nusantara.

Menurut Hasjmy, kaum Syiah yang terjepit di Perlak berusaha menguasai Pasai. Usahanya berhasil dengan naiknya Arya Bakooy bergelar Maharaja Ahmad Permala menjadi perdana menteri pada masa pemerintahan Ratu Nihrasiyah Rawangsa Khadiyu (1400–1428). Perang kembali pecah antara pengikut Sunni dengan Syiah. 

“Maharaja Bakooy Ahmad Permala tewas dalam suatu pertempuran dan kalahlah golongan Syiah dalam arena politik di Samudra Pasai,” tulis Hasjmy. “Tetapi, sebagai suatu aliran politik dan agama, ia masih terus hidup, teristimewa sekali nantinya sebagai suatu aliran tasawuf, tarekat, dan filsafat.” 

Portugis yang telah menguasai Malaka, menebarkan ancaman. Kerajaan-kerajaan Islam: Perlak, Samudra Pasai, Beunua (Teumieng), Lingga, Pidie, Daya, dan Darussalam, bersatu menjadi Kerajaan Aceh Darussalam pada 1511 di bawah pimpinan Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah. “Di kesultanan ini, kelompok Ahlusunah dan Syiah dapat secara bebas menyampaikan akidah dan pemikiran tasawuf mereka meskipun terkadang terjadi perselisihan di antara mereka,” tulis Muhammad Zafar Iqbal, doktor sastra Persia dari Universitas Tehran Iran, dalam Kafilah Budaya

Selama Samudra Pasai di bawah perdana menteri Arya Bakooy, tokoh besar Syiah Syekh Abdul Jalil berangkat ke Tanah Jawa. Di daerah Jawa dia kemudian dikenal sebagai Syekh Siti Jenar. Di Jawa, dia harus berhadapan dengan sejumlah wali dalam perebutan pengaruh agama dan politik. Siti Jenar akhirnya diadili dan dijatuhi hukuman mati. Syiah juga menjalar ke Minangkabau. Namun kemudian mendapat tentangan dari kaum adat, terutama tiga haji yang baru kembali dari Makkah: Haji Piobang, Haji Sumanik, dan Haji Miskin. Ketiga tokoh Wahabi tersebut membentuk gerakan untuk menentang aliran Syiah dan pemurnian agama Islam. 

Di Aceh sendiri, pada abad ke-16 dan 17, tokoh-tokoh ulama Syiah dan Ahlusunah dari Arab, Persia, dan India datang silih berganti. “Di antara para penganjur aliran Syiah yang utama di pantai timur Sumatra ialah penyair Hamzah Fansuri dari Barus dan Syamsuddin al-Sumatrani pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,” tulis Slamet Muljana. “Aliran Syiah di kesultanan Aceh itu pun kemudian dibasmi oleh para pengikut aliran Syafi’i yang dipimpin oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniri.” 

Makam sultan Perlak di Desa Paya Kalui, 2 km dari Desa Gandrong Kecamatan Pereulak Kota, Aceh Timur. (Sri Mulyani/Historia.ID).

Masih Diperdebatkan

Dalam pengantar buku Syi’ah dan Politik di Indonesia, Azyumardi Azra, direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meragukan klaim-klaim mengenai pergumulan dan kekuasaan Syiah di Nusantara. Dia menyoroti kelemahan pokok dari sisi metodologi dan sumber-sumber sejarahnya. 

Mengenai klaim Junus Djamil dan A. Hasjmy, misalnya, Azra mempertanyakan sumber-sumber mereka. Jika keduanya menggunakan sumber-sumber lokal, lisan maupun tulisan, seharusnya diverifikasi, diuji kesahihannya, dan dibandingkan dengan sumber-sumber semasa yang ada, baik lokal maupun asing. 

“Asumsi Djamil dan Hasjmy tentang pergumulan dan kekuasaan Syiah di Kesultanan Perlak dan Samudra Pasai kelihatannya lebih bertitik tolak dari framework tentang konflik Sunni-Syiah di masa-masa akhir, yang kemudian diproyeksikan ke masa lebih awal. Kerangka kesadaran ideologis itu kemudian seolah mendapat pembenaran dari historiografi lokal, yang diterima begitu saja, tanpa verifikasi dan pengujian kritis,” tulis Azra.

Menurut Azra, “Syiah sebagai ideologi politik keagamaan tak pernah berkembang, apalagi berkuasa, di tempat mana pun di Nusantara.”

Historiografi lokal memang masih meyakini adanya pengaruh Syiah. Abdullah, juru kunci makam Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, percaya Syiah pernah hadir dan berjaya di wilayah Perlak. Namun, saat ini penganutnya sulit ditemukan. “Dulu memang sempat ada pertentangan antara penganut Syiah dan Sunni. Namun, sekarang sudah tak ada lagi, karena kami di sini sudah Sunni semua,” ujarnya. 

Meski begitu, Abdullah mengatakan masih ada sekelompok kecil masyarakat di wilayah Perlak yang menganut dan berusaha mengembangkan Syiah secara tak terang-terangan. Hal senada dikatakan Basri, ketua Yayasan Monisa (Monumen Islam Asia Tenggara). “Ada seorang tokoh Syiah bernama Sayed Hasem yang masih mengembangkan Syiah di sini. Meski berasal dari wilayah ini, beliau tak menetap di sini, bolak-balik ke Malaysia,” ujarnya.*

Tulisan ini ditulis bersama Sri Mulyani

Majalah Historia No. 6 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
64bd15435a7132ca1984bff2
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID