Tiga Versi Supersemar

Ada tiga versi Supersemar yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Ketiganya memiliki perbedaan dan dinyatakan tidak asli.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Tiga Versi SupersemarTiga Versi Supersemar
cover caption
Tiga versi Supersemar yang disimpan Arsip Nasional Republik Indonesia. (Nugroho Sejati/Historia.ID).

SETELAH menggandakan Supersemar di kantor G-V KOTI, Brigjen TNI Budiono, sekretaris MBAD, membawa naskah Supersemar asli ke Kostrad. Kolonel Soedharmono meminta satu lembar kopi Supersemar sebagai dasar pembuatan konsep pembubaran PKI. Namun, Lettu Moerdiono yang hadir pada waktu itu, punya keterangan lain bahwa setelah memfotokopi Supersemar, Budiono tidak mau memberikan kopiannya kepada Moerdiono.

“Waktu dia keluar, saya meminta surat itu. Tapi dia bilang, ‘enggak bisa, ini rahasia.’ ‘Lha, ini saya untuk kerja’. ‘Enggak bisa.’ Ya, sudah. Saya nanti juga dapat. Jadi, semuanya dibawa ke Kostrad. Saya enggak dapat. Dari Kostrad baru dikirim lagi,” kata Moerdiono dalam wawancara dengan majalah Forum Keadilan, 31 Maret 1994. 

Menurut Atmadji Sumarkidjo dalam biografi Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit, sampai Budiono meninggal tidak pernah ada usaha untuk mengkonfirmasi mengenai keberadaan Supersemar yang asli. Soedharmono juga tidak pernah menceritakan bagaimana nasib fotokopi Supersemar yang dia minta dari Budiono. Sementara Moerdiono dalam wawancara yang sama, mengaku pernah mendapat cerita dari Soeharto bahwa Supersemar yang asli diserahkan kepada Brigjen TNI Ibnu Soebroto, kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat. Sampai meninggal, Ibnu Soebroto tidak pernah berbicara mengenai hal itu.

SETELAH menggandakan Supersemar di kantor G-V KOTI, Brigjen TNI Budiono, sekretaris MBAD, membawa naskah Supersemar asli ke Kostrad. Kolonel Soedharmono meminta satu lembar kopi Supersemar sebagai dasar pembuatan konsep pembubaran PKI. Namun, Lettu Moerdiono yang hadir pada waktu itu, punya keterangan lain bahwa setelah memfotokopi Supersemar, Budiono tidak mau memberikan kopiannya kepada Moerdiono.

“Waktu dia keluar, saya meminta surat itu. Tapi dia bilang, ‘enggak bisa, ini rahasia.’ ‘Lha, ini saya untuk kerja’. ‘Enggak bisa.’ Ya, sudah. Saya nanti juga dapat. Jadi, semuanya dibawa ke Kostrad. Saya enggak dapat. Dari Kostrad baru dikirim lagi,” kata Moerdiono dalam wawancara dengan majalah Forum Keadilan, 31 Maret 1994. 

Menurut Atmadji Sumarkidjo dalam biografi Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit, sampai Budiono meninggal tidak pernah ada usaha untuk mengkonfirmasi mengenai keberadaan Supersemar yang asli. Soedharmono juga tidak pernah menceritakan bagaimana nasib fotokopi Supersemar yang dia minta dari Budiono. Sementara Moerdiono dalam wawancara yang sama, mengaku pernah mendapat cerita dari Soeharto bahwa Supersemar yang asli diserahkan kepada Brigjen TNI Ibnu Soebroto, kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat. Sampai meninggal, Ibnu Soebroto tidak pernah berbicara mengenai hal itu. 

Namun, Pusat Penerangan Angkatan Darat telah menyerahkan naskah Supersemar kepada ANRI. Naskah Supersemar tersebut diserahkan oleh Jenderal TNI Feisal Tanjung ketika menjabat Panglima ABRI. Feisal Tanjung mengungkapkan kepada pihak ANRI bahwa dia pernah diminta oleh Jenderal TNI M. Jusuf untuk menyimpan naskah Supersemar di Museum Seskoad.

“Menurut pengakuan Feisal Tanjung, sampai akhir jabatan beliau (sebagai Komandan Seskoad) janji Pak Jusuf itu tak pernah direalisasikan. Jadi, Pak Feisal merasa tak pernah menerima dan menyatakan kepada saya dirinya belum menerima. Cuma diberi janji akan diberikan, tetapi itu juga belum terealisasi,” kata Mukhlis Paeni, kepala ANRI (1998–2003), dikutip Kompas, 17 Maret 2000. 

ANRI pun mencoba menghubungi M. Jusuf. Secara formal melalui surat resmi Menteri Sekretaris Negara, Muladi, sedangkan secara informal melalui Jusuf Kalla (kemudian menjadi wakil presiden) dan mantan Kepala Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara), Letjen TNI (Purn.) Z.A. Maulani, yang punya hubungan baik dengan M. Jusuf. Namun, semuanya nihil. Sampai meninggalnya pada 2004, ANRI tidak berhasil menggali informasi dari kurir Supersemar itu.

Satu hal yang selalu konsisten diungkapkan M. Jusuf adalah Surat Perintah itu terdiri dari dua lembar.
Kiri-kanan: Mayjen TNI Basuki Rachmat, Brigjen TNI M. Jusuf, dan Brigjen TNI Amirmachmud. Ketiga jenderal ini yang membawa Supersemar dari Presiden Sukarno dan memberikannya kepada Letjen TNI Soeharto. (Repro 50 Tahun Indonesia Merdeka 1965-1995).

Supersemar Dua Lembar

Menurut Atmadji, M. Jusuf pernah menceritakan kepada Jusuf Kalla bahwa Supersemar diketik oleh Brigjen Moh. Sabur, komandan Resimen Tjakrabirawa, rangkap tiga dengan kertas karbon. Sukarno hanya menandatangani kopi utama (Supersemar asli), kopi kedua disimpan oleh Sabur, dan kopi terakhir disimpan oleh M. Jusuf. Bahkan M. Jusuf juga menyimpan konsep pertama dan konsep kedua yang diberi koreksi oleh Waperdam Chairul Saleh dan Soebandrio. 

M. Jusuf pernah memanggil Jusuf Kalla ke rumahnya untuk memperlihatkan kopi Supersemar yang disimpannya. Tetapi, begitu Jusuf Kalla sudah duduk di ruang tamu dan berharap-harap cemas, M. Jusuf berubah pikiran dan berkata, “Ah, kalau aku perlihatkan sekarang, kau nanti cerita-cerita lagi.”

Ketika Atmadji menanyakan apakah M. Jusuf masih menyimpan kopi Supersemar seperti yang pernah dijanjikan kepada Jusuf Kalla, dia tidak menjawab. Namun, pada Mei 1991, M. Jusuf menunjukkan dan memberikan fotokopi Supersemar kepada Atmadji. Kopinya tidak begitu jelas, terdiri dari dua halaman dan ada tanda tangan Presiden Sukarno.

“Kau lihat, ini bunyi Surat Perintah yang asli!” kata M. Jusuf kepada Atmadji. 

“Satu hal yang selalu konsisten diungkapkan M. Jusuf kepada sejumlah kecil orang adalah, Surat Perintah yang diberikan itu adalah sama dengan apa yang dia lihat di Istana Bogor pada 11 Maret 1966, dan memang terdiri dari dua lembar. Tidak lebih dan tidak kurang. Isinya pun sama seperti versi resmi yang pertama kali dikeluarkan oleh pemerintah,” kata Atmadji.

Moerdiono pun mengatakan hal yang sama ketika diwawancarai pihak ANRI pada 2008 bahwa Supersemar yang asli terdiri dari dua lembar. Dan ANRI telah memiliki Supersemar dua lembar yang diserahkan oleh Sekretariat Negara.

Selain Supersemar versi Pusat Penerangan Angkatan Darat dan versi Sekretariat Negara, ANRI juga menerima Supersemar dari Yayasan Akademi Kebangsaan. Ketiganya memiliki perbedaan.

Menurut Azmi, direktur pengolahan arsip ANRI, dalam artikelnya, “Arsip Supersemar 1966,” Kompas, 10 Maret 2015, dengan terdapatnya beberapa perbedaan, banyak pihak meragukan keaslian ketiga Supersemar tersebut. Untuk menjawab keraguan itu, ANRI bekerja sama dengan Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri melakukan pengujian terhadap material/bahan yang digunakan untuk membuat Supersemar (kertas, tinta, pita mesin ketik), ciri-ciri fisik dan intelektual yang terdapat dalam Supersemar (kop surat, lambang, stempel, huruf, format ketikan).

“Hasilnya Supersemar tersebut dinyatakan tidak asli (tidak otentik). Meski demikian, ANRI tidak dapat mengatakan Supersemar itu palsu sebelum naskah aslinya ditemukan untuk digunakan sebagai pembanding,” tulis Azmi.*

Perbedaan Tiga Versi Supersemar

Sekretariat Negara

Supersemar versi Sekretariat Negara.
  • Dua lembar
  • Logo garuda di pojok kanan
  • Diketik rata kiri (align text left)
  • Kalimat setiap poin tidak diakhiri dengan titik
  • Kalimat poin I.1 dua baris
  • Kalimat poin I.2 dua baris, penggalannya di “Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966”
  • Kalimat poin II.1 dua baris
  • Kalimat poin II.2 empat baris
  • Poin III kata “Kepada” digarisbawahi dan nama “Suharto” dengan huruf “u”
  • Poin III kata “untuk” digarisbawahi dan kalimatnya dua baris.
  • Kalimat poin III.1 delapan baris
  • Kalimat poin III.2 dua baris, penggalannya “Pang-lima Panglima Angkatan2 lain dengan sebaik-baiknja”, dengan dua kata “Panglima”
  • Kalimat poin III.3 tiga baris
  • Keterangan tempat, tanggal penetapan surat, jabatan, dan tanda tangan berada di lembar kedua; nama Sukarno ditulis dengan huruf “u”.

Pusat Penerangan TNI AD

Supersemar versi Pusat Penerangan TNI AD.
  • Satu lembar
  • Logo garuda dekat kepala surat
  • Diketik rata kiri dan kanan (justify)
  • Kalimat setiap poin diakhiri dengan titik
  • Kalimat poin I.1 satu baris
  • Kalimat poin I.2 dua baris, penggalannya di “Revolu-si pada tanggal 8 Maret 1966”
  • Kalimat poin II.1 satu baris
  • Kalimat poin II.2 tiga baris
  • Poin III kata “Kepada” tidak digarisbawahi dan nama “Soeharto” dengan huruf “oe”
  • Poin III kata “untuk” tidak digarisbawahi dan kalimatnya satu baris
  • Kalimat poin III.1 enam baris
  • Kalimat poin III.2 dua baris, penggalannya “de-ngan sebaik-baiknja”, dengan satu kata “Panglima”
  • Kalimat poin III.3 dua baris
  • Nama Soekarno ditulis dengan huruf “oe”

Yayasan Akademi Kebangsaan

Supersemar versi Yayasan Akademi Kebangsaan.
  • Satu lembar, sebagian robek sehingga tidak utuh lagi 
  • Logo garuda di pojok kanan, kop surat tidak jelas
  • Diketik rata kiri (align text left)
  • Kalimat setiap poin tidak diakhiri dengan titik
  • Kalimat poin I.1 dua baris
  • Kalimat poin I.2 dua baris, penggalannya di “Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966”
  • Kalimat poin II.1 dua baris
  • Kalimat poin II.2 empat baris
  • Poin III nama “Suharto” dengan huruf “u”, mengenai kata “Kepada” tidak diketahui karena sobek
  • Poin III kalimatnya dua baris, mengenai kata “untuk” tidak diketahui karena sobek
  • Kalimat poin III.1 delapan baris
  • Kalimat poin III.2 dua baris, penggalannya “Pang-lima Panglima Angkatan2 lain dengan sebaik-baiknja”, dengan dua kata “Panglima”
  • Kalimat poin III.3 tiga baris
  • Nama Sukarno ditulis dengan huruf “u”, tanda tangan Sukarno berbeda dengan versi pertama dan kedua

Majalah Historia No. 29 Tahun III 2016

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
65f2242405ec9745c7781214