Unjuk Bedil Serdadu Ratu Adil

Karena lahir di Turki, Westerling dianggap Ratu Adil. Ia membentuk pasukan Angkatan Perang Ratu Adil untuk mempertahankan negara federal. Unjuk kekuatan dengan menyerang TNI.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Unjuk Bedil Serdadu Ratu AdilUnjuk Bedil Serdadu Ratu Adil
cover caption
Kapten Raymond Westerling menyerahkan jabatan komandan DST kepada Letnan Kolonel Willem van Beek. (Nationaal Archief).

MUSEUM Wangsit Mandala Siliwangi di Jalan Lembong No. 38 Bandung menjadi saksi bisu sejarah berdarah. Museum itu diresmikan Panglima Kodam VI/Siliwangi Kolonel Ibrahim Adjie pada 23 Mei 1966 untuk mengenang pengorbanan Letkol Adolf Lembong, korban peristiwa APRA (Angkatan Perang Ratu Adil). Jalan yang membentang di depan gedung bergaya late romanticism itu pun diganti menjadi Jalan Lembong (sebelumnya Oud Hospitaalweg). 

Sebelum dijadikan museum, bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 4.176 meter persegi ini dipakai sebagai markas Stafkwartir Divisi Siliwangi sepulang hijrah dari Jawa Tengah. 

“Gedung ini sebelum dipakai Divisi Siliwangi dulunya sekolah zaman Belanda. Pada 1950, pasukan Westerling APRA menyerang dan merebut gedung ini,” kata Kapten Heru Tri, kepala Museum Mandala Wangsit Siliwangi. 

MUSEUM Wangsit Mandala Siliwangi di Jalan Lembong No. 38 Bandung menjadi saksi bisu sejarah berdarah. Museum itu diresmikan Panglima Kodam VI/Siliwangi Kolonel Ibrahim Adjie pada 23 Mei 1966 untuk mengenang pengorbanan Letkol Adolf Lembong, korban peristiwa APRA (Angkatan Perang Ratu Adil). Jalan yang membentang di depan gedung bergaya late romanticism itu pun diganti menjadi Jalan Lembong (sebelumnya Oud Hospitaalweg). 

Sebelum dijadikan museum, bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 4.176 meter persegi ini dipakai sebagai markas Stafkwartir Divisi Siliwangi sepulang hijrah dari Jawa Tengah. 

“Gedung ini sebelum dipakai Divisi Siliwangi dulunya sekolah zaman Belanda. Pada 1950, pasukan Westerling APRA menyerang dan merebut gedung ini,” kata Kapten Heru Tri, kepala Museum Mandala Wangsit Siliwangi. 

Ratu Adil dari Istanbul

Pada 11 November 1948, dalam upacara khusus di markas Depot Pasukan Khusus (Depot Speciale Troepen) Batujajar, Bandung, Kapten Raymond Westerling diberhentikan dan diganti oleh Letnan Kolonel Van Beek. Tidak ada pilihan lain bagi Panglima KNIL Letnan Jenderal Simon Spoor selain memecat Westerling karena aksi brutalnya di Sulawesi Selatan. 

Setelah itu, menurut Petrik Matanasi, penulis buku Westerling: Kudeta yang Gagal, Westerling menjadi warga sipil dan berprofesi sebagai pengusaha angkutan. Status barunya ini membuatnya bisa berhubungan dengan siapa aja. “Sebagai pengusaha yang sukses dia juga berhubungan dengan pengusaha oportunis yang anti-Republik juga bekas agen dinas intelijen Belanda (NEFIS, Netherlands Forces Intelligence Service) yang punya banyak jaringan di Jakarta dan Bandung,” ujar Petrik. 

Dalam memoarnya, Challenge to Terror, Westerling mengklaim, penduduk pribumi Jawa Barat, terutama kolega-koleganya, selalu memohon perlindungannya dari ancaman para bandit-bandit. “Mereka takut untuk menembak truk Anda,” kata salah seorang dari mereka kepada Westerling. “Mereka tidak akan berani menyerang desa kami jika Anda melindungi kami.” Supir truk yang mengangkut barang milik Westerling cukup bilang “mobil Westerling”. Para bandit pun tak berani mengganggunya. 

“Penjelasan mereka membuat saya terguncang,” kata Westerling. Sebelum memutuskan membentuk organisasi pertahanan di kampung-kampung di Jawa Barat, Westerling pergi ke Jakarta untuk meminta saran dari Letnan Jenderal Simon Spoor. “Jika milisi desa dibentuk di tiap kampung,” Westerling beralasan, “mereka tidak hanya melindungi warga desanya dari bandit-bandit, tapi juga menjadi kekuatan untuk mempertahankan negara kecil (Pasundan) dalam Republik Indonesia Serikat.”

“Saya pikir ide Anda sangat baik,” kata Spoor. “Tentu saja, saya tidak dapat berbuat apa-apa secara resmi. Tangan saya terikat. Tapi jika Anda memilih maju terus, Anda tanggung jawab sendiri.” 

“Itu cukup jelas bahwa saya punya persetujuan dari mantan komandan saya. Keraguan saya hilang. Pada Maret 1949 saya mulai bekerja,” kata Westerling. Dia merekrut teman dan bekas anak buahnya dari Koninklijk Leger (KL) dan Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). 

“Walau tidak lagi memimpin pasukan, Westering masih berhubungan sama bekas anak buahnya di Pasukan Khusus Belanda (DST),” kata Petrik. 

Pasukannya diberi nama Angkatan Perang Ratu Adil. Menurut Westerling, nama ini dipakai setelah seorang pribumi membawakannya buku Ramalan Jaya Baya. Dalam karya yang ditulis pada abad ke-12 itu, terdapat kalimat: “…Dan kemudian akan datang Ratu Adil, Pangeran Keadilan, yang akan lahir di Turki.” 

“Dan Anda lahir di Istanbul,” kata pribumi itu kepada Westerling. 

Tampaknya, itu menjadi argumen mereka bahwa Westerling adalah Ratu Adil dari ramalan kuno, pembebas yang dijanjikan untuk orang Indonesia dari tirani. Mereka berpikir bahwa dia harus datang untuk membantu mereka. “Hari itu saya membaptis kekuatan saya ‘Pasukan Ratu Adil’,” kata Westerling. 

Seorang anggota TNI gugur di sekitar markas Divisi Siliwangi akibat keganasan pasukan APRA. (Nationaal Archief).

APRA Menyerang TNI

Pada 5 Januari 1950, APRA mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS): “Hormati kedaulatan Negara Pasundan.” Dan juga kepada Divisi Siliwangi: “Tentara Republik harus segera menghentikan semua aktivitasnya di seluruh Jawa Barat,” dilanjutkan dengan ancaman, “Jika sesudah tanggal 12 Januari 1950 TNI masih belum bersedia menghentikan gerakannya, APRA akan mengambil tindakan untuk menghentikan infiltrasi TNI.” 

Tujuan Westerling membentuk APRA untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan menuntut adanya tentara sendiri di negara-negara bagian RIS. Padahal, pada Konferensi Antar-Indonesia di Yogyakarta awal Agustus 1949, para pemimpin negara-negara bagian sepakat bahwa pertahanan RIS harus bersifat nasional. Dengan demikian, negara-negara bagian tidak perlu mendirikan tentara sendiri-sendiri. Dan angkatan perang nasional RIS adalah Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). TNI akan menjadi inti dari APRIS, ditambah dengan orang-orang Indonesia mantan KNIL yang berminat bergabung kepada TNI. 

Senin 23 Januari 1950, pagi-pagi buta sekira pukul 04.30 di luar Bandung terjadi keributan. Pasukan APRA berkekuatan lebih kurang 523 orang, 300 di antaranya anggota KL, melucuti polisi yang sedang berjaga di Pos Cimindi, Cibeureum, dan Pabrik Mecaf, industri barang aluminium yang didirikan pada 1946. Setelah itu, mereka berkonvoi dengan truk masuk ke kota Bandung. 

Kantor berita Antara, 25 Januari 1950, melaporkan “suara gemuruh konvoi truk ketika beriringan masuk ke Bandung sama sekali tidak menimbulkan reaksi. Penduduk kebanyakan malah bersikap masa bodoh, karena mereka merasa bahwa perundingan KMB (Konferensi Meja Bundar) sudah selesai, pengakuan kedaulatan telah tercapai, dan pergerakan pasukan Belanda nyaris berlangsung setiap hari sehingga sudah menjadi kegiatan rutin yang tidak pernah memancing perhatian. Masyarakat baru terkejut setelah truk-truk berisi orang berseragam serta bersenjata lengkap ini memasuki Jalan Braga dan langsung melepaskan rentetan tembakan ke segala arah. Seketika itu juga warga setempat mulai kacau balau. Apalagi sesudah mereka melihat tanda APRA tersemat di baju pasukan penyerbu. Penduduk segera berlarian menjauh dari lokasi kejadian. Jalan-jalan langsung berubah sepi; seluruh pertokoan dan rumah-rumah menutup pintu.”

Seorang prajurit Siliwangi dibunuh pasukan APRA di pertigaan Jalan Asia Afrika dan Jalan Braga. (Nationaal Archief).

Pasukan APRA bergerak cepat, rapi, terarah; sebuah ciri khas operasi militer pasukan khusus. Seorang anggota TNI tidak bersenjata kebetulan melintas di simpang empat Banceuy diperintahkan turun dari kendaraannya. Dia dieksekusi. Mayatnya ditinggalkan begitu saja di tengah jalan. Di depan Apotek Rathkamp di Jalan Braga, sebuah sedan diberhentikan. Salah seorang penumpangnya anggota TNI. Tanpa ditanya, tanda pangkatnya dirampas lalu didor. Di muka Hotel Preanger, sebuah truk berpenumpang tiga prajurit TNI diberondong tembakan sampai kendaraannya terbalik. Baku tembak berlangsung di Jalan Merdeka sekira seperempat menit: sepuluh anggota TNI tewas, para penyerbu melenggang tanpa seorang pun menjadi korban. 

Pasukan APRA melanjutkan serangannya. Mereka menembak mati dua perwira menengah, Mayor Djoko Soetikno dan Mayor Sachirin di depan Hotel Savoy Homann. Setelah itu, mereka bergerak menyerbu markas Divisi Siliwangi di Jalan Oud Hospitalweg, yang hanya dijaga oleh 15 prajurit. Hal ini karena, menurut wartawan senior Julius Pour, ketika APRA menyerbu, pasukan Siliwangi dengan wilayah tugas di seluruh Jawa Barat dan Jakarta sedang mulai berbenah sehingga masih tersebar di mana-mana. Bahkan, pada masa transisi pascaperundingan KMB, pasukan KNIL di bawah pimpinan Jenderal Mayor Engels masih bertanggung jawab atas keamanan kota Bandung. 

Mujur bagi Kepala Staf Divisi Siliwangi Kolonel Eri Soedewo tidak datang ke kantor karena ada janji bertemu Engels, sehingga lolos dari maut. Berdua kemudian melaporkan keributan tersebut kepada pemerintah RIS. Kepala Staf APRIS Kolonel T.B. Simatupang segera membentuk pasukan gabungan Divisi Siliwangi dan Brigade V Divisi II di bawah pimpinan Letnan Kolonel Slamet Rijadi untuk menumpas APRA. Karena serangan APRA hanya berlangsung empat hari, ketika pasukan Slamet Rijadi tiba di Bandung, gerombolan bersenjata itu sudah melarikan diri. 

Nasib malang justru menimpa Letnan Kolonel Adolf Lembong, yang baru saja dipindahtugaskan dari Sulawesi. Diantar ajudannya, Leo Kailola, dia pergi ke Markas Divisi Siliwangi untuk melapor siap bertugas. “Lembong langsung ditembak mati oleh pasukan APRA, tepat di depan bakal kantornya,” tulis Julius Pour dalam biografi Slamet Rijadi. 

Seorang tentara KNIL/APRA berjalan dekat prajurit Siliwangi yang gugur akibat teror APRA. (Nationaal Archief).

Menurut Daska Prijadi dalam Gerakan Operasi Militer 2, setelah para pengacau menduduki Markas Divisi Siliwangi, mereka mengambil uang sebesar Rp10.000 yang disimpan di dalam peti. “Tampaknya gerombolan Westerling sekadar ingin demonstrasi kekuatan,” tulis Daska. “Mereka hanya bermaksud memperlihatkan kepada dunia internasional dan pemerintah RIS bahwa APRA dapat melakukan aksi pengacauan berskala besar.” 

Hanya tiga orang yang berhasil meloloskan diri dari markas Divisi Siliwangi dengan cara melompati pagar tembok belakang. Salah satunya, Letnan Jenderal (Purn.) Mashudi. Petugas piket jaga yang berusaha melakukan perlawanan dan mengamankan para perwira Siliwangi tidak luput dari sasaran pembantaian. “Saya berutang darah kepada mereka,” kata Mashudi, dikutip wartawan Her Suganda dalam Wisata Parijs van Java

Serangan APRA mengakibatkan 79 anggota TNI gugur, tapi hanya 63 mayat yang diketahui identitasnya, antara lain tiga perwira menengah yaitu Lembong, Djoko Soetikno, dan Sachirin; seorang kapten, 12 letnan, berikut sejumlah bintara dan prajurit. Sebanyak 16 korban tidak diketahui jati dirinya, sedangkan enam warga sipil akibat peluru nyasar.

Menurut Julius Pour, mengenai kemungkinan keterlibatan anak buahnya, Engels menegaskan, “Mereka itu oknum-oknum yang melakukan desersi. Mereka pasti ditindak tegas sesuai hukum militer.” Engels kemudian mendesak APRA agar segera meninggalkan Bandung. 

Komisaris Polisi J.H. van der Meulen, komandan APRA yang melakukan penyerangan menyerahkan diri pada 26 Januari 1950. Begitu pula dengan 300 pasukan APRA juga menyerah. Mereka dituntut oleh pengadilan militer Belanda dengan tuduhan melarikan diri dari dinas militer. Pemerintah RIS mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. 

Westerling pergi ke Jakarta untuk menemui Sultan Hamid II. Dia menerima tugas baru: menyerang sidang Dewan Menteri RIS sebagai upaya kudeta terhadap pemerintahan RIS. Dia meninggalkan Bandung dalam kekacauan.*

Majalah Historia No. 7 Tahun I 2012

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
64f6d9d463e0f73a2a58ff3d