Untung Surapati Kunjungi New York

Belanda menggelar pameran perbudakan di markas PBB. Ada kisah Untung Surapati.

OLEH:
Randy Wirayudha
.
Untung Surapati Kunjungi New YorkUntung Surapati Kunjungi New York
cover caption
Untung Surapati dalam lukisan karya Jansz Coeman tahun 1665. (Wikimedia Commons).

LUKISAN bergaya baroque yang digoreskan dengan gradasi warna terang dan gelap cukup halus itu menggambarkan tujuh figur. Figur sentralnya, seorang Eropa kaya ditemani istri keturunan Jepang dan dua putrinya berdarah campuran, serta dua ekor anjing peliharaan plus dua budak berkulit eksotis.

Lukisan cat minyak di atas kanvas berdimensi 132 x 190,5 centimeter itu merupakan karya Jacob Jansz Coeman bertitimangsa tahun 1665 bertajuk Pieter Cnoll en Cornelia van Nijenrode, hun dochters en twee tot slaaf gemaakte bedienden (Peter Cnoll dan Cornelia van Nijenrode, dua puterinya, dan dua budaknya). Peter Cnoll merupakan salah satu saudagar senior Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) di Batavia.

Di sebelah kiri Cnoll dan Cornelia, tergambar dua budak. Satunya budak perempuan berkebaya putih dan mengenakan kain cokelat. Satunya lagi budak lak-laki muda berambut ikal panjang yang terurai sampai ke bahu, mengenakan tunik hijau gelap, celana selutut, dan sedang mengambil buah dari keranjang yang dipegang budak perempuan.

LUKISAN bergaya baroque yang digoreskan dengan gradasi warna terang dan gelap cukup halus itu menggambarkan tujuh figur. Figur sentralnya, seorang Eropa kaya ditemani istri keturunan Jepang dan dua putrinya berdarah campuran, serta dua ekor anjing peliharaan plus dua budak berkulit eksotis.

Lukisan cat minyak di atas kanvas berdimensi 132 x 190,5 centimeter itu merupakan karya Jacob Jansz Coeman bertitimangsa tahun 1665 bertajuk Pieter Cnoll en Cornelia van Nijenrode, hun dochters en twee tot slaaf gemaakte bedienden (Peter Cnoll dan Cornelia van Nijenrode, dua puterinya, dan dua budaknya). Peter Cnoll merupakan salah satu saudagar senior Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) di Batavia.

Di sebelah kiri Cnoll dan Cornelia, tergambar dua budak. Satunya budak perempuan berkebaya putih dan mengenakan kain cokelat. Satunya lagi budak lak-laki muda berambut ikal panjang yang terurai sampai ke bahu, mengenakan tunik hijau gelap, celana selutut, dan sedang mengambil buah dari keranjang yang dipegang budak perempuan.

Maria Holtrop dalam catatannya, “Surapati: From Enslaved Servant to Sovereign” yang termaktub dalam buku katalog Slavery: The Story of João, Wally, Oopjen, Paulus, Van Bengelen, Surapati, Sapali, Tuka, Dirk, Lohkay, memaparkan, sosok budak yang mengenakan breeches (celana lutut) lipit, baju dalaman dan tunik terbuka (kancingnya) itu memanggul sebuah panji keluarga Cnoll yang ia sandarkan di bahu kanannya.

Sejak teridentifikasi oleh sejarawan Leonard Blussé pada 1986 lewat bukunya, Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo Women and the Dutch in VOC Batavia, sosok Untung Surapati, budak laki-laki di lukisan tadi, menjadi perhatian besar. Tak hanya di Rijksmuseum Belanda tempat lukisan itu tersimpan, tetapi juga di Indonesia.

<div class="quotes-center font-g text-align-center">Kita mesti belajar dan memberi pelajaran sejarah perbudakan: kejahatan kemanusiaan; perdagangan manusia massal; pelanggaran HAM yang tak terkira.</div>

Lukisan tersebut singgah ke lobi tamu utama markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, dalam rangka pameran bertajuk “Slavery: Ten True Stories of Dutch Colonial Slavery”. Pameran yang dibuka pada Senin, 27 Februari 2023 waktu setempat itu terbuka untuk umum dan akan bergulir sampai 30 Maret 2023. Pemrakarsanya Rijksmuseum dan pemerintah Belanda yang berkolaborasi dengan PBB. Pameran itu berkelindan dengan program PBB, United Nations Outreach Programme on the Transatlantic Slave Trade and Slavery.

Surapati dari Indonesia, sebagaimana juga pameran serupa yang digelar Rijksmuseum di Amsterdam pada 2021, jadi satu dari sepuluh figur dalam sejarah perbudakan di Belanda maupun koloni-koloninya. Selain kisah Surapati, ada pula kisah budak João Mina (Brasil), Sapali (Suriname), Wally (Suriname), Paulus Maurus (Belanda), Van Bengalen (India), Tula (Curaçao), Lohkay (Sint Maarten), serta dua tokoh “juragan” budak Belanda, Oopjen Coppit dan Dirk van Hogendrop.

Sepuluh figur itu dikisahkan secara melingkar mengelilingi sebuah tronco atau pasung kaki asli yang berasal dari masa antara tahun 1600–1800. Objek itu menjadi simbol penindasan terhadap lebih dari satu juta manusia yang diperbudak Belanda di segala penjuru koloninya, mulai Amerika Selatan hingga Asia. Mereka dipekerjakan dengan tidak manusiawi di perkebunan, tambang, kerajinan kayu, transportasi, hingga ekspedisi militer.

“Warisan perbudakan, eksploitasi, dan kolonialisme masih bergaung sampai sekarang. Kita mesti belajar dan memberi pelajaran sejarah perbudakan: kejahatan kemanusiaan; perdagangan manusia massal; pelanggaran HAM yang tak terkira. Di balik fakta-fakta dan angka-angka itu tidak hanya terdapat jutaan cerita manusia yang menderita tapi juga kisah tentang kegigihan, keberanian, dan perlawanan terhadap penindasan yang kejam. Pameran ini juga mengingatkan kita untuk mengakhiri rasisme dan ketidakadilan,” ujar Sekjen PBB António Guterres di laman resmi PBB.

Tronco atau pasung kaki yang dipamerkan di markas PBB. (Rijksmuseum).

Dari Budak Jadi Pahlawan

Sepak terjang Surapati muncul dalam banyak versi, bahkan acap dimitoskan. Babad Tanah Jawi, Babad Suropati, Babad Trunajaya-Surapati, hingga Babad Blambangan merupakan di antara karya yang mengisahkannya. Ada pula versi yang menyebut Surapati sejatinya bukan lahir dari kalangan budak, melainkan bangsawan Bali.

“Terdapat sumber mitologis yang berkaitan dengan Kertajaya sebagai moyang Untung Surapati. Kedatangan Kertajaya di Bali sewaktu kalah perang melawan Ken Arok dari Tumapel. Kertajaya yang meninggalkan medan perang itu bersembunyi di Gunung Semeru bersama ketiga istrinya. Sesudah Ken Arok mengetahui keberadaan Kertajaya, raja Kadiri itu berlari sampai ke Bali. Di sana, Kertajaya mendapat perlindungan Raja Bali. Dikarenakan Bali dan Kadiri memiliki hubungan persaudaraan bila dirunut dari garis keturunan Airlangga, putra Udayana (Bali) dan Mahendradatta (Jawa),” tulis Sri Wintala Achmad dalam Untung Surapati Melawan VOC Sampai Mati: Kisah dan Sejarah Hidup Untung Surapati Sejak Jadi Budak hingga Pahlawan.

Alhasil, ada beragam versi tentang asal-usul, kelahiran, hingga bagaimana Surapati sampai akhirnya menjadi budak. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan Surapati lahir di Gelgel, Bali pada 1660 dengan nama Surawiraaji. Sejak usia tujuh tahun, Surapati sudah dijual raja Bali ke pihak kolonial.

Kala itu para penguasa Bali dikenal sebagai salah satu penyuplai terbesar budak. Selain karena sistem kasta, para penguasa Bali lazim menawan kelompok-kelompok pemberontak yang kalah perang atau para penduduknya yang tak mampu bayar utang.

Surapati termasuk di dalamnya. Surapati, lanjut Sri Wintala, diperbudak karena menanggung beban ayahnya, Raden Panji Wanayasa, yang memupuk utang pajak sekaligus pemberontak.

Babad Tanah Jawi menyebutkan Surawiraaji alias Surapati dijual oleh penguasa Bali ke perwira VOC bernama Kapten Van Berber di Makassar melalui orang-orang Bugis. Surapati lantas menjadi budak Moor, seorang edele heer (kepala dagang) di Batavia (kini Jakarta).

Kisah tersebut serupa dengan pengisahan di Babad Trunajaya-Surapati, di mana sejak Moor memiliki Surapati sebagai budak, ia mengalami keuntungan dan bahkan sampai naik jabatan menjadi kepala dagang di satu kantor cabang VOC. Alhasil, Moor kemudian memberinya nama “Untung”.

<div class="quotes-center font-g text-align-center">Titik balik kehidupan Surapati bermula dari kematian Pieter Cnoll. Semua harta benda, termasuk budaknya, diwariskan kepada putranya, Cornelis Cnoll, yang memperlakukan budak dengan tidak manusiawi.</div>

Namun, menurut Holtrop, di masa itu pemberian nama Untung oleh orang-orang Eropa kepada para budak mereka bukan hal langka. Karena budak lazimnya dianggap properti, mereka biasanya diberi nama-nama baru yang mudah dilafalkan para tuan; banyak di antara mereka yang diberi nama Untung.

Namun, di sini terdapat kontradiksi jika kisah dalam babad di atas disandingkan dengan lukisan Coeman yang bertitimangsa tahun 1665. Jika disebutkan Surapati lahir pada 1660, berarti Surapati sudah menjadi budak sejak usia lima tahun, bukan tujuh tahun. Majikannya pun Pieter Cnoll, bukan Moor. Lantas, menurut babad di atas, bibit pemberontakan Surapati berhulu dari cinta terlarang antara budak Surapati dan Suzanne, putri dari edele heer Moor. Diceritakan, kisah asmara mereka sampai melahirkan seorang anak Indo bernama Robert.

Kejelasan tentang sosok Surapati yang lebih terkonfirmasi baru terjadi di masa ia jadi pelarian. Orientalis Jerman Georg Meister dalam Der Orientalisch-Indianische Kunst-und Lust-Gärtner (The Oriental-Indian Art and Pleasure Gardener) mengungkapkan titik balik kehidupan Surapati bermula dari kematian Pieter Cnoll. Semua harta benda, termasuk budaknya, diwariskan kepada putranya yang bernama Cornelis Cnoll. Cornelis memperlakukan budak dengan tidak manusiawi.

Catatan Meister juga sejurus dengan penggambaran misionaris Belanda François Valentijn dalam Oud en Nieuw Oost-Indiën. “Di wilayah Karawang,” tulisnya, “Surapati, seorang Bali dan seorang pelarian budak saudagar Cnoll bersama 70-80 kaumnya (budak) bermukim.”

Menurut Ann Kumar dalam Surapati: Man and Legend, di sebuah pegunungan dekat Cikalong terjadi pertemuan dengan perwira VOC, Kapten Ruys. Surapati dan anak buahnya dibujuk bergabung ke VOC dengan disumpah menggunakan kitab suci Al-Qur’an pada 24 November 1672. Surapati lalu diberi pangkat letnan karena diserahi misi menangkap atau menerima penyerahan diri Pangeran Purbaya, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.

Meski begitu, friksi tetap terjadi di antara pasukan Surapati dan para prajurit Eropa di barisan VOC. Pasca terjadi pertengkaran dengan Letda Kuffeler gegara Pangeran Purbaya berhasil kabur, ia pun berontak.

Surapati kemudian menjadi musuh VOC karena membunuh seorang perwira VOC yang lebih rendah darinya karena dianggap ngeyel. Surapati pun buron dan bertualang ke Banten, Cirebon, hingga Kartasura, ibu kota Mataram di bawah kekuasaan Amangkurat II.

Lukisan Untung Surapati membunuh Kapten Tack karya Tirto dari Grisek. (Tropenmuseum).

Menurut Jean Gelman Taylor dalam The Social World of Batavia: Europeans and Eurasians in Colonial Indonesia), Amangkurat II melihat posisi Surapati sebagai jago yang diperalat penguasa lokal untuk memerangi musuhnya. Amangkurat II sendiri terikat perjanjian dengan VOC terkait utang untuk mengembalikan posisi kerajaan yang sebelumnya diambil Trunajaya. Maka ketika VOC berniat menegosiasikan utang itu lagi dengan mengirim Kapten François Tack, Amangkurat II mempersepsikannya sebagai upaya penyerangan ke Mataram.

Amangkurat II lalu memerintahkan Surapati untuk membunuh Kapten Tack dalam sebuah duel di Kartasura pada 8 Februari 1868. Dari lukisan karya Tirto dari Grisek bertajuk De moord op kapitein Tack in Kartasura antara tahun 1890–1900, tampak Amangkurat II di sebuah balkon keratonnya menyaksikan pembunuhan itu menggunakan teleskop.

“Surapati kemudian mundur dan mendirikan pemerintahannya di wilayah Pasuruan –kemungkinan besar wilayah itu sebagai imbalan dari Amangkurat II karena Surapati berhasil memukul VOC,” tulis Holtrop.

Wilayah kekuasaan Surapati yang sudah bergelar Tumenggung Wiranegara lantas melebar ke timur. Batasnya antara Cadoewang (kini daerah Wonogiri) yang masih dipegang Amangkurat II dan Pannaraga (Ponorogo) di sisi barat, Lodaya (kini Blitar), hingga Pouger (Jember).

VOC baru bisa menghimpun kekuatannya untuk menghancurkan Surapati di Pasuruan pada 1705, seiring pergolakan politik di Mataram pasca perebutan takhta antara Pangeran Puger dan Amangkurat III sepeninggal Amangkurat II. Setelah terjadi tiga peperangan sengit, pada 17 Oktober 1706 Surapati tewas di kubu pertahanannya di Benteng Bangil.

VOC yang setahun kemudian merebut makam Surapati, menggali tulang belulangnya lagi untuk kemudian dikremasi. Abunya disemai ke lautan dengan harapan namanya bakal terhapus dari catatan sejarah.

Namun, kiprah dan warisan Surapati nyatanya tak hilang dari sejarah Indonesia. Sastrawan Abdoel Moeis pada 1950 menuliskan heroismenya dalam bentuk roman bertajuk Surapati. Pada 3 November 1975, pemerintah Indonesia mengangkat Surapati sebagai Pahlawan Nasional.*

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
6401c008a8041c3b5fce4dcb