Wisma untuk Kennedy

Presiden Sukarno menyiapkan guest house untuk Presiden John F. Kennedy. Namun, sang sahabat tak pernah datang karena keburu dijemput maut.

OLEH:
Hendri F. Isnaeni
.
Wisma untuk KennedyWisma untuk Kennedy
cover caption
Suasana akrab Presiden John F. Kennedy dan Presiden Sukarno di Gedung Putih, Washington DC, 13 September 1961. (Robert Knudsen/JFK Library).

KONFERENSI Tingkat Tinggi I Negara-negara Non-Blok di Beograd, Yugoslavia, pada 1–6 September 1961 memutuskan mengutus wakil ke negera adikuasa untuk menjelaskan hasil konferensi, terutama yang berhubungan dengan bahaya perang. Presiden Sukarno dan Presiden Mali Modibo Keita diutus menemui Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. 

Ini kali kedua Sukarno bertemu Kennedy. Menurut ajudan presiden, Bambang Widjanarko, pada prinsipnya Kennedy menyetujui penjelasan Sukarno dan berusaha merealisasikannya. Sukarno senang.

“Seketika itu juga dia mengundang Presiden Kennedy agar datang ke Indonesia menjadi tamu pemerintah dan rakyat Indonesia. Hal ini pun disetujui Kennedy,” kata Bambang dalam Sewindu Dekat Bung Karno.

Sekembalinya ke tanah air, Sukarno membentuk tim arsitek yang dipimpin Darsono untuk membangun guest house (wisma negara) di lingkungan Istana Merdeka, Jakarta. Pembangunannya dimulai pada 1962.

KONFERENSI Tingkat Tinggi I Negara-negara Non-Blok di Beograd, Yugoslavia, pada 1–6 September 1961 memutuskan mengutus wakil ke negera adikuasa untuk menjelaskan hasil konferensi, terutama yang berhubungan dengan bahaya perang. Presiden Sukarno dan Presiden Mali Modibo Keita diutus menemui Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. 

Ini kali kedua Sukarno bertemu Kennedy. Menurut ajudan presiden, Bambang Widjanarko, pada prinsipnya Kennedy menyetujui penjelasan Sukarno dan berusaha merealisasikannya. Sukarno senang.

“Seketika itu juga dia mengundang Presiden Kennedy agar datang ke Indonesia menjadi tamu pemerintah dan rakyat Indonesia. Hal ini pun disetujui Kennedy,” kata Bambang dalam Sewindu Dekat Bung Karno.

Sekembalinya ke tanah air, Sukarno membentuk tim arsitek yang dipimpin Darsono untuk membangun guest house (wisma negara) di lingkungan Istana Merdeka, Jakarta. Pembangunannya dimulai pada 1962. 

“Untuk menghormatinya bapak membangun sebuah guest house yang baru dan luks di halaman samping istana agar sahabatnya itu bisa tinggal dengan lebih comfort di Indonesia,” kata Guntur Sukarnoputra dalam Bung Karno & Kesayangannya

“Bapak juga merencanakan akan membawa keliling ke seluruh pelosok Indonesia yang dia ingin lihat dan ketahui.” 

Dengan peristiwa sedih ini sirnalah seorang pemimpin besar bangsa AS yang saya hormati dan hargai.

Sukarno menjalin persahabatan dengan Kennedy. Dalam suatu kunjungan ke Washington DC, Sukarno tak segan membicarakan hal-hal di luar politik. Dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menceritakan perlakuan media di AS yang kerap menggambarkannya sebagai Don Juan. Kennedy yang hangat dan ramah mengajak Sukarno ke lantai dua Gedung Putih, ke kamar tidurnya, untuk berbincang-bincang.

Menurut Sukarno, serangan semacam itu akan menghancurkan harmoni dan menimbulkan ketegangan hubungan AS dengan negara lain. Kennedy setuju, “tapi menguntungkan atau tidak, kemerdekaan pers merupakan satu bagian dari warisan Amerika.”

Sukarno menceritakan kunjungan Wakil Presiden AS Alben Barkley pada 1950-an. Kendati serombongan gadis cantik mencium Barkley, tak satu pun suratkabar Indonesia menyiarkannya, tak mau mempermalukan seorang negarawan.

Presiden John F. Kennedy menerima Presiden Sukarno dan Presiden Modibo Keita sebagai utusan dari KTT Non-Blok, 13 September 1961. (Cecil Stoughton/JFK Library).

“Anda memang benar, tapi apa yang dapat kulakukan? Bahkan aku juga dikutuk di negeriku sendiri,” kata Kennedy. 

“Kalau Anda dikutuk di rumah sendiri, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi kukira aku tidak perlu mendapatkan penghinaan seperti itu di negeri Anda, seperti yang dialami kepala negaranya sendiri,” kata Sukarno. 

Kennedy berjanji akan datang ke Indonesia di musim semi tahun 1964. Namun, dia tak pernah datang. Dia dibunuh di Dallas, Texas. 

Sukarno terkejut mendengar kabar itu. Di hadapan para menteri di Istana Bogor pada 23 November 1963, Sukarno menyampaikan belasungkawa. “Dengan peristiwa sedih ini sirnalah seorang pemimpin besar bangsa AS yang saya hormati dan hargai,” kata Sukarno dikutip Merdeka, 25 November 1963.

“Secara pribadi saya mengenal beliau sebagai seorang pemimpin yang berjuang untuk mempertumbuhkan negara AS dan memberikan kedudukan kepada bangsanya sesuai dengan perkembangan dunia dewasa ini. Semoga bangsa AS dapat mengatasi kehilangan putra besarnya yang juga di mata dunia mempunyai martabat yang utama.”

Sementara itu, wisma negara terus dibangun dan selesai pada 1964. Tamu negara pertama yang menginap di wisma itu adalah Pangeran Norodom Sihanouk, kepala negara Kamboja. 

“Aku sangat menyesal bahwa dia tidak pernah bisa datang,” kata Sukarno lirih.*

Majalah Historia No. 17 Tahun II 2014

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
61dd035df96feb03f800b713
655c999786e450091e898ef3