Kisah Tukang Kebun Istana Bogor

Karena kesulitan dana, Kebun Raya Bogor terpaksa diserahkan pengelolaannya kepada seorang tukang kebun istana.

OLEH:
Daffa Abimanyu
.
Kisah Tukang Kebun Istana BogorKisah Tukang Kebun Istana Bogor
cover caption
Johannes Elias Teysmann sekitar 1882. (Eigen Haard/Wikimedia Commons).

SEJAK didirikan pada 1817, Kebun Raya Bogor diimpikan sebagai pusat kegiatan ilmiah di Hindia Belanda. Harapan itu terwujud, bahkan terlampaui, pada 1890-an. Kala itu Kebun Raya dianggap sebagai salah satu pusat kegiatan ilmiah utama di kawasan tropis. Ia menjadi ikon Pulau Jawa.

Namun sejatinya, di awal-awal perjalanan sejarahnya, Kebun Raya sempat menghadapi masa-masa sulit. Pada pertengahan 1820-an, pemerintah kolonial mengalami kesulitan finansial –salah satunya karena Perang Jawa– dan terpaksa melakukan penghematan anggaran. Hal ini berdampak pada Kebun Raya.

Dalam Science Cultivating Practice, A History of Agricultural Science in The Netherlands and Its Colonies 1864-1986, disertasi di Wageningen University Belanda tahun 2001, Harro Maat mencatat, pada Agustus 1826, pembiayaan operasional Kebun Raya dipotong dan jabatan direktur dihapuskan. Pengelolaan Kebun Raya kemudian dijadikan satu dengan kantor istana gubernur jenderal. Kebun Raya pun hanya menjadi suatu pekarangan biasa di sekitar istana.

Di masa-masa sulit tersebut, Kebun Raya nyatanya tetap mampu berkembang. Hal ini terutama berkat jasa seorang tukang kebun energik bernama Johannes Elias Teysmann.

SEJAK didirikan pada 1817, Kebun Raya Bogor diimpikan sebagai pusat kegiatan ilmiah di Hindia Belanda. Harapan itu terwujud, bahkan terlampaui, pada 1890-an. Kala itu Kebun Raya dianggap sebagai salah satu pusat kegiatan ilmiah utama di kawasan tropis. Ia menjadi ikon Pulau Jawa.

Namun sejatinya, di awal-awal perjalanan sejarahnya, Kebun Raya sempat menghadapi masa-masa sulit. Pada pertengahan 1820-an, pemerintah kolonial mengalami kesulitan finansial –salah satunya karena Perang Jawa– dan terpaksa melakukan penghematan anggaran. Hal ini berdampak pada Kebun Raya.

Dalam Science Cultivating Practice, A History of Agricultural Science in The Netherlands and Its Colonies 1864-1986, disertasi di Wageningen University Belanda tahun 2001, Harro Maat mencatat, pada Agustus 1826, pembiayaan operasional Kebun Raya dipotong dan jabatan direktur dihapuskan. Pengelolaan Kebun Raya kemudian dijadikan satu dengan kantor istana gubernur jenderal. Kebun Raya pun hanya menjadi suatu pekarangan biasa di sekitar istana.

Di masa-masa sulit tersebut, Kebun Raya nyatanya tetap mampu berkembang. Hal ini terutama berkat jasa seorang tukang kebun energik bernama Johannes Elias Teysmann.

Tukang Kebun

Teysmann (sering juga ditulis “Teijsmann”) lahir di Arnhem, Belanda, pada 1 Juni 1808. Ayahnya, Hendrik Teysmann, adalah seorang tukang kebun yang cakap. Dari ayahnya, Teysmann muda belajar praktik berkebun (hortikultur).

Teysmann memulai kariernya di usia yang sangat muda. Pada 1820-an akhir, ia menjadi tukang kebun pribadi Johannes van Den Bosch, seorang birokrat dan perwira militer Belanda. Ketika van Den Bosch ditunjuk sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda, Teysmann ikut berlayar ke negeri jajahan. Mereka tiba di Batavia pada 2 Januari 1830.

Teysmann langsung bekerja sebagai tukang kebun di kebun istana gubernur jenderal –Kebun Raya yang waktu itu mati suri. Pada akhir 1830, kesehatan James Hooper, kurator Kebun Raya, menurun drastis hingga harus cuti untuk menyembuhkan diri ke Eropa (tapi meninggal dalam perjalanan laut). Teysmann ditugaskan sebagai penggantinya.

“Tak ada yang menyangka, penunjukan tukang kebun ini adalah awal dari kebangkitan kembali Kebun Raya Bogor,” tulis direktur Kebun Raya Bogor di masa depan, Melchior Treub, dalam “Korte Geschiedenis van ‘s Lands Plantentuin”, dimuat pada ’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. 18 Mei 1817-18 Mei 1892 yang terbit tahun 1893.

Johannes Elias Teysmann sekitar 1865. (Koleksi Leiden University Library).

Tahun-tahun Awal

Teysmann, yang masih berusia 21 tahun, menjadi penanggungjawab utama perawatan Kebun Raya. Di tahun-tahun awal, dia berusaha dengan cermat mempelajari administrasi dan fasilitas di Kebun Raya. Dia juga melakukan perawatan rutin koleksi Kebun Raya.

Teysmann mulai menyadari begitu minim dukungan finansial dan struktural. Sampai-sampai, dikutip Treub, Teysmann mengatakan, “Di masa pemerintahan Gubernur Jenderal van Den Bosch dan [J.C.] Baud, Kebun Raya dianggap tidak ada.”

Untungnya, terdapat relasi serta jaringan para penjelajah, ilmuwan, dan kebun raya di luar negeri yang sudah dipupuk sejak Kebun Raya Bogor berdiri. Teysmann memanfaatkan jaringan ini untuk mengembangkan Kebun Raya. Dari jaringan ini, Teysmaan memperoleh biji serta bibit-bibit tanaman. Dengan demikian, dia bisa melanjutkan kembali proyek ujicoba penanaman untuk memperkaya koleksi tanaman Kebun Raya.

Ujicoba itu mendorong Teysmann untuk membuka cabang Kebun Raya di kawasan pegunungan. Untuk biji dan bibit tanaman yang berasal dari dataran tinggi, Teysmann dibantu staf pribuminya menanam di lereng-lereng Gunung Gede Pangrango, sekitar 40 km di tenggara Kebun Raya.

Menurut Van Steenis, ahli botani Belanda yang mengumpulkan catatan eksperimen Teysmann ini, dalam bukunya The Mountain Flora of Java, pada 1830-an hingga 1840-an Teysmann membuka lahan ujicoba di Ciawi, Cipanas, Cibodas, Cibeureum, dan bahkan puncak Pangrango.

Cibodas menjadi lokasi ujicoba terbaik Teysmann. Di sana suatu cabang Kebun Raya kemudian terus dikembangkan (kini menjadi Kebun Raya Cibodas di Kabupaten Cianjur).

Koleksi tumbuh-tumbuhan Kebun Raya pun semakin banyak dan beragam, dari tumbuhan dataran rendah hingga dataran tinggi. Kebun Raya Bogor juga semakin menarik bagi dunia ilmu botani. Apalagi setelah Teysmann, dibantu oleh asistennya Justus Karl Hasskarl yang seorang ahli botani, mengubah susunan tanaman Kebun Raya sesuai kedekatannya dari klasifikasi ilmiah (taksonomi) pada 1837 hingga 1844.  

Sesuai usul Hasskarl, perpustakaan juga dibangun pada 1844 dan diikuti oleh herbarium (tempat menyimpan koleksi tanaman yang telah diawetkan) setahun kemudian.

Kebun Raya Bogor sekitar 1910. (Koleksi Leiden University Library).

Ekspedisi-ekspedisi Botani

Setelah kondisi Kebun Raya cukup stabil, Teysmann mulai melakukan ekspedisi untuk mengumpulkan tanaman. Antara 1842 hingga 1877, menurut penelitian Van Steenis dan Van Steenis-Kruseman dalam Flora Malesiana Series I Volume I; Cyclopaedia of Collectors, Teysmann melakukan 17 ekspedisi botani ke berbagai wilayah di dalam dan luar Jawa.

Dari ekspedisi-ekspedisi itu, Teysmann berhasil mengumpulkan ribuan biji, bibit, dan spesimen tanaman. Selain menjadi koleksi Kebun Raya, sebagian digunakan untuk menjalin hubungan baik dengan tokoh dan institusi penelitian di luar negeri.  

Teysmann aktif berkorespondensi dengan berbagai ilmuwan dan pegiat botani untuk melakukan pengiriman atau pertukaran koleksi tanaman. Misalnya, Teysmann mengirim sebagian spesimen dari ekspedisi Sumatra kepada F.A.W. Miquel, ahli botani Belanda, di Leiden. Spesimen-spesimen ini kemudian menjadi bahan Miquel untuk menerbitkan publikasi ilmiahnya yang terkenal, Flora Indiae Batavae (Flora van Nederland Indies) pada 1855-1859.

Upaya Teysmann membangun interaksi dengan tokoh dan institusi ilmiah luar negeri menguatkan eksistensi Kebun Raya di dunia ilmiah internasional. Koleksi tanaman yang melimpah juga menaikkan pamor Kebun Raya. Meskipun tenaga ahli botani masih sedikit (hanya Teysmann dan asistennya), dan secara administratif Kebun Raya hanyalah suatu pekarangan di istana gubernur jenderal, Kebun Raya Bogor menjadi ikon Pulau Jawa yang terkenal pada 1860-an.

Naturalis Alfred Russel Wallace, yang mengunjungi Kebun Raya pada 1861, dalam bukunya The Malay Archipelago menuturkan kekayaan koleksi Kebun Raya waktu itu: “Kebun Raya tidak diragukan lagi benar-benar kaya akan koleksi tumbuhan tropis terutama tumbuhan Malaya... [di sini] terdapat variasi yang tiada habisnya dari semak-semak dan pepohonan tropis dengan dedaunan yang unik dan indah.”  

Teysmann mengabdikan diri sepenuh hati untuk kemajuan Kebun Raya. Dia akan melakukan apapun yang diyakini sebagai tugasnya. Dicatat koran Bataviaasch Nieuwsblad edisi 5 Agustus 1931, ketika mengenang 100 tahun Kanarielaan (Jalan Kenari), pernah seorang gubernur jenderal yang ingin menebang beberapa pohon Kebun Raya berdebat dan mengatakan kepada Teysmann: “Siapa yang berkuasa di sini, Tuan Teijsmann, Anda atau saya?” Dijawab: “Saya, Yang Mulia, selama Anda belum memecat saya.”

Tugu peringatan untuk Johannes Elias Teysmann di Kebun Raya Bogor sekitar 1890. (KITLV/Wikimedia Commons).

Masa Tua Teysmann

Menjelang akhir masa jabatannya, Teysmann terus melobi pemerintah Hindia Belanda untuk mengembalikan status Kebun Raya sebagai institusi ilmiah. Dia juga mengusulkan agar Kebun Raya dikelola secara terpisah dari istana gubernur jenderal dan jabatan direktur kembali diadakan.  

Pemerintah mengabulkan permohonan Teysmann. Menurut Treub, posisi direktur pun kembali diadakan dan pada 1868 segera diisi oleh R.H.C.C. Scheffer, seorang doktor ilmu botani muda yang juga murid F.A.W. Miquel, sahabat seberang laut Teysmann.  

Kebun Raya juga mendapat landasan hukum sebagai suatu institusi ilmiah yang pengelolaannya terpisah dari istana pada 30 Juni 1868. Dengan demikian, direktur Kebun Raya bertanggungjawab langsung kepada gubernur jenderal, bukan pada pengelola istana. Secara administratif menjadi lebih leluasa.

Teysmann sempat menjadi mentor Scheffer selama satu tahun. Pada 22 Januari 1869, dia lalu diberhentikan secara hormat dari jabatannya sebagai kepala kebun. Namun demikian, dia tetap aktif berkontribusi bagi kemajuan Kebun Raya.

Teysmann tercatat masih melakukan ekspedisi botani hingga 1877, di usia mendekati 70 tahun. Sulawesi dan beberapa kepulauan kecil di sekitarnya menjadi lokasi ekspedisi terakhirnya.

Pada 1882, di usia 74 tahun, Teysmann wafat di Bogor. Tiga tahun kemudian, sebuah tugu sederhana diresmikan untuk mengenang jasa-jasa Teysmann. Dilansir koran Bataviaasch Handelsblad edisi 4 September 1885, acara peresmian tugu dipimpin langsung oleh Direktur Kebun Raya Bogor Melchior Treub dan dihadiri pula oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees.  

Tertulis di tugu tersebut: “Ter Herinnering aan Johannes Elias Teijsmann geplaatst door  Zijne Vrienden en Vereerders in 1884” (Untuk Mengenang Johannes Elias Teysmann, dibangun oleh Kawan-kawan dan Pengagumnya pada 1884).  

Tugu tersebut masih dapat dikunjungi hingga kini.*  

Penulis adalah lulusan Program Studi Sejarah S1 Universitas Gadjah Mada dan tinggal di Sleman, DI Yogyakarta. Memiliki minat terhadap sejarah konservasi alam, sains (terutama botani, zoologi, pertanian), dan perubahan lingkungan.

Baca tulisan Daffa Abimanyu yang lain: Unicorn dari Asia Tenggara

Buy Article
Punya usulan tema?
promo
Apa tema menarik yang menurut anda layak ditulis untuk Historia Premium
SUBSCRIBE TO GET MORE
If you have a topic that you would like to publish into the Historia Premium, write an abstract and propose it to the internal communication team!
Subscribe
X

Pengumuman

Website Historia.ID Premium akan dinonaktifkan per akhir Februari 2025 karena kami sedang melakukan migrasi konten ke website Historia.ID

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Terima kasih
Historia.ID