Pada masa jayanya, PNI membentuk yayasan untuk mengelola aset partai. Kini beralih tangan tak tentu rimbanya.
Penggabungan partai-partai menjadi PDI mengakhiri cerita PNI. Unsur PNI yang mayoritas dalam PDI tidak solid bahkan konflik.
Di dalam saling hantam, dari luar digembosi. Tragedi 1965 menyeret PNI menuju kehancuran.
Partai memecat pimpinan dan anggota yang disebut Marhaenis gadungan. Mereka melawan balik setelah Sukarno tumbang.
Potret awal konflik agraria. PNI berhadap-hadapan dengan PKI/BTI.
Kabinet yang dibentuk PNI tak berjalan efektif. Terhalang konflik internal.
PNI keluar sebagai pemenang pemilu 1955. Memanfaatkan kepala desa dan daya tarik Sukarno.
Iuran anggota tidak memadai bagi PNI. Demi mengumpulkan dana untuk pemilu, partai memanfaatkan posisi di pemerintahan.
PNI mendirikan lembaga-lembaga pendidikan di berbagai daerah. Tempat menggembleng semangat nasionalisme, tetapi tidak untuk pengkaderan.
Koran Suluh Indonesia sebagai corong PNI pernah menjadi yang terbesar di zamannya. Terbit terakhir setelah peristiwa 1965.