Dari Masjid Al-Azhar, Hamka menggerakkan roda pendidikan umat. Sebuah upaya modernisasi pendidikan Islam.
Karya Hamka dikritik karena dianggap tak memenuhi kaidah ilmiah, tetapi berjasa mengisi kekosongan historiografi Islam di Indonesia.
Buku Tuanku Rao menyajikan keterangan berlainan mengenai sejarah Islam di Sumatra, khususnya tentang Perang Paderi. Hamka tidak tinggal diam.
Sempat menginginkan hukuman mati, akhirnya Hamka memaafkan Kipandjikusmin. Hamka berseteru dengan H.B. Jassin.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dituduh plagiat. Ada yang mendukung tuduhan itu, ada pula yang membela Hamka.
Hamka terjun ke gelanggang politik bukan untuk mencari jabatan. Mengusung Islam sebagai jalan hidup bernegara.
Hamka disebut “anak emas” pada masa pendudukan Jepang. Dia kemudian memimpin front perjuangan ketika Belanda melancarkan agresi militer.
Muhammadiyah jadi motor pembaruan Islam di Minangkabau. Hamka salah satu pengemudinya.
Hamka menjadikan media sebagai corong dakwah. Dia menulis cerita, syiar agama, dan opini politik selama berkiprah di media.
Hamka sempat dicemooh orang banyak karena tak bisa bahasa Arab. Belajar dakwah sampai ke Makkah.